Peristiwa mengenaskan yang dialami sejumlah siswa dari Mojokerto yang terseret ombak di Pantai Drini pada Rabu (29/1) lalu sehingga memakan korban jiwa. Peristiwa ini berawal dari sejumlah siswa yang tengah bermain air hingga berada tepat di sekitar rip current. Lokasi korban tepat berada di celah antar terumbu yang biasanya mana digunakan sebagai jalur masuk kapal. Peristiwa ini terjadi saat kondisi gelombang dan ketinggian pasang cukup untuk membentuk rip current.
Rip current adalah arus sempit namun memiliki kekuatan yang besar, biasanya tegak lurus dari bibir pantai menuju ke arah laut. Arus ini terbentuk karena ombak yang datang pecah ketika mendekati pantai dan memunculkan arus umpan (feeder current) dan energi yang dipantulkan kembali ke arah laut. Beberapa arus umpan terakumulasi menjadi “saluran” arus yang kuat dan berbalik ke arah laut.
Dosen Sekolah Vokasi, Hendi Fachturohman, S.Si., M.Sc., mengatakan dari hasil riset yang pernah ia lakukan sebelumnya, di kawasan Pantai Drini memang terdapat rip current dengan tipe menetap di lokasi tersebut.”Rip current yang bersifat menetap dapat muncul pada waktu tertentu ketika kondisi gelombang cukup,” ujar pria yang saat ini tengah menempuh pendidikan di Inggris ini via komunikasi telepon, Jumat (31/1).
Hendi menambahkan faktor pembentuk rip current dipengaruhi oleh kondisi hidrodinamis atau ombak dan pasang surut, serta kondisi batimetri atau kedalaman dasar laut. Struktur keras seperti tebing juga bisa menjadi faktor pembentuk rip current karena memantulkan gelombang yang datang. Namun begitu, rip current ada yang bersifat menetap dan ada pula yang berpindah pindah, bergantung pada kondisi morfologi dasar laut ketika rip current terbentuk. “Peningkatan aktivitas gelombang dapat meningkatkan juga kekuatan rip current karena bisa membangkitkan arus umpan yang lebih kuat,” jelasnya.
Untuk mengantisipasi jatuhnya korban, Hendi membagikan tips untuk mengetahui beberapa tanda-tanda yang bisa dikenali untuk mengetahui adanya rip current. Adapun tanda yang paling mudah dikenali adalah tidak terbentuknya buih setelah gelombang pecah. Namun jika ombak tidak pecah dan permukaan air yang terlihat tenang, tidak terdapat buih atau riak sebenarnya justru terdapat arus balik yang sangat berbahaya. “Yang jelas, jika tidak bisa berenang jangan sekali kali-kali masuk terlalu jauh ke laut, dan selalu patuhi himbauan petugas,” katanya.
Apabila terjebak di dalamnya, disarankan untuk berenang ke samping kanan atau kiri. Lalu berenang mengikuti arah rip current hingga keluar dari saluran saat rip current terpecah sehingga bisa mudah untuk berenang menuju kembali ke darat. Hal tersebut bisa dilakukan daripada melawan arus karena akan sangat susah dan banyak menghabiskan energi. “Pada kondisi rip current biasanya banyak menimbulkan korban. Korban kehabisan tenaga karena berusaha melawan arah arus,”katanya.
Soal mitigasi dan edukasi ke pengunjung wisata, menurut Hendi, semua pemangku kepentingan perlu duduk bersama untuk merumuskan pengelolaan wisata yang lebih aman. Pemerintah hendaknya mendukung dengan memberikan perhatian lebih terhadap upaya mitigasi di kawasan pesisir, tidak hanya untuk rip current tapi juga ancaman bencana yang lain. Disamping itu, pengelola juga diharapkan memprioritaskan keselamatan dan keamanan pengunjung dan aktif melakukan edukasi dan sosialisasi. “Wisatawan juga perlu proaktif dalam mencari informasi mengenai hal-hal apa saja yang penting untuk dilakukan dan tidak dilakukan ketika berwisata ke pantai. Terpenting, mematuhi himbauan dari petugas,” katanya.
Sebenarnya menurut Hendi, banyak media edukasi dan cara-cara yang bisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait rip current ini. Akses informasi saat ini pun sudah sangat mudah.“Kami sebagai peneliti juga sudah berupaya untuk menyampaikan berbagai cara mitigasi dengan bekerjasama dengan berbagai media”, ungkapnya.
Disamping itu, informasi mengenai rip current sebenarnya juga bisa disampaikan oleh para tour leader atau pihak-pihak yang berkepentingan di bidang wisata. “Kegiatan study tour sebenarnya menjadi wadah yang pas untuk edukasi hal-hal seperti ini sehingga ada proses pembelajaran yang disampaikan,” pungkasnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Akun X @darmadi084