
Tingkat konsumsi masyarakat pada produk-produk peternakan seperti susu, daging, telur, dan olahannya semkin tinggi dari tahun ke tahun seiring pertambahan jumlah penduduk dan tingkat ekonomi. Sebagai ilustrasi, konsumsi ayam pada tahun 2020 tercatat sebesar 11,6 kg/kapita, dan meningkat menjadi 13,5 kg/kapita pada tahun 2023. Sudah semestinya jika tingginya permintaan ini diimbangi dengan jaminan keamanan dan mutu produk melalui sistem sertifikasi yang terpercaya.
Sertifikas dan labeling produk olahan peternakan tentu menjadi tolok ukur penting menjamin bahwa produk yang dikonsumsi masyarakat telah memenuhi standar keamanan pangan, higienitas, dan keberlanjutan proses produksi. Langkah ini penting dilakukan karena produk olahan peternakan merupakan bagian dari konsumsi harian masyarakat. “Tanpa pengawasan yang baik dalam proses produksi dan kebersihan, risiko munculnya penyakit zoonosis atau gangguan kesehatan akibat kontaminasi mikroba sangat besar”, ujar Prof. Dr. Ir. Tri Anggraeni Kusumastuti, S.P., M.P., IPM, di Fakultas Peternakan UGM, Senin (21/4).
Dosen dan peneliti dari Laboratorium Agrobisnis Fakultas Peternakan (Fapet) UGM mengatakan sertifikasi produk bukan sekadar formalitas administratif bagi produsen namun lebih dari itu ia mencerminkan komitmen terhadap standar mutu dan membuka peluang pasar yang lebih luas, termasuk ekspor. “Produk yang telah tersertifikasi cenderung lebih dipercaya oleh mitra bisnis dan memiliki nilai tambah dalam rantai pasok. Produsen yang ingin memperluas pangsa pasar dapat mengurus sertifikasi produk sebagai syarat utama untuk masuk ke pasar tersebut,” paparnya.
Dalam pandangan Tri Anggraeni, sertifikasi menjadi jaminan bagi konsumen bahwa produk yang mereka beli telah melalui proses pengawasan ketat, mulai dari bahan baku, pengolahan, penyimpanan, hingga distribusi. Sebagai contoh, produk bersertifikat halal menunjukkan bahwa proses produksinya telah sesuai dengan syariah, sehingga kehalalannya dapat dipertanggungjawabkan.
Tian Jihadhan Wankar, Ph.D, dosen Fakultas Peternakan lainnya menambahkan tak hanya sertifikasi, label produk juga memainkan peran penting dalam membangun kepercayaan konsumen terhadap kualitas produk peternakan. Produk seperti daging olahan, susu pasteurisasi, yoghurt, atau telur asin sering kalah bersaing bukan karena kualitasnya yang rendah, tetapi karena kemasan yang seadanya dan ketiadaan label yang meyakinkan. “Konsumen saat ini sangat peduli dengan detail produk,” katanya.
Prof. Suci Paramitasari selaku pemerhati mesaran pertanian menuturkan sertifikasi dan labeling pada industri olahan peternakan masih menghadapi berbagai tantangan terkait rendahnya pemahaman pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tentang pentingnya sertifikasi akibat masih tingginya biaya proses sertifikasi, serta terbatasnya akses informasi dan pendampingan teknis. Tak jarang, UMKM masih enggan mengurus sertifikasi karena dianggap rumit dan mahal. Sementara itu, pemahaman mengenai pentingnya label produk yang sesuai dengan ketentuan dan target pasar juga masih minim. “Banyak produsen UMKM membuat label seadanya tanpa mempertimbangkan aspek estetika dan informasi yang dibutuhkan konsumen. Para pelaku usaha mikro di sektor pengolahan produk peternakan masih enggan mengurus sertifikasi karena kurangnya informasi dan pendampingan yang mereka terima. Di sinilah peran perguruan tinggi sangat penting untuk memberikan edukasi dan pendampingan,” jelasnya.
Melihat persoalan ini, Fakultas Peternakan UGM secara aktif melakukan pendampingan terhadap UMKM produk peternakan, termasuk bagi pelaku usaha yang memasarkan produknya melalui Plaza Agro UGM yang berlokasi di lingkungan fakultas. Produk-produk tersebut meliputi susu pasteurisasi, yoghurt, keju, es krim, olahan daging, telur, dan aneka produk turunan lainnya. Pendampingan yang diberikan meliputi pelatihan pengurusan sertifikasi produk dan strategi peningkatan skala usaha (scale-up). Selain itu, Fapet UGM juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk memberikan edukasi terkait sertifikasi halal, khususnya kepada pelaku usaha rumah potong hewan dan produsen olahan peternakan.
Reportase : Satria/Humas Fakultas Peternakan
Penulis : Agung Nugroho
Foto. : Margiyono