
Fakultas Biologi UGM merayakan Lustrum XIV sekaligus Dies Natalis ke-70 dengan menggelar Pagelaran Biothoprak 2025 bertajuk Ande-Ande Lumuten pada Jumat malam (19/9). Bertempat di area Fakultas Biologi, pertunjukan ini menghadirkan para pelakon dari kalangan mahasiswa, alumni, dosen, hingga tenaga kependidikan (tendik) yang sukses memikat perhatian penonton dari sivitas akademika maupun tamu undangan.
Cerita dimulai dengan latar kerajaan dan diskusi para petinggi kerajaan yang terdiri dari Gusti Kanjeng Ratu dengan beberapa tokoh menteri dan prajuritnya. Menteri Keuangan mengungkapkan kondisi defisit parah dan hutang menumpuk, lalu menyarankan efisiensi belanja negara dengan mengurangi tunjangan pejabat serta meningkatkan sektor pajak. Namun, usul itu ditentang keras oleh Patih Brajanata yang justru menuntut kenaikan tunjangan. Dengan nada ambisius, ia bahkan memaksa ingin merebut tahta kerajaan.
Sementara itu, Menteri ESDM melaporkan adanya potensi tambang perak, emas, batu bara, dan nikel yang bisa menambah pendapatan kerajaan, namun letaknya berada di kawasan hutan lindung. Situasi kian kompleks ketika Menteri Kesehatan menyinggung adanya program MBG yang terdapat beberapa masalah. Gusti Kanjeng Ratu selaku pemimpin Kerajaan Jenggala mendengarkan saksama keresahan negaranya dan menegaskan untuk tetap mengedepankan kesejahteraan rakyat dalam mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Cerita kemudian beralih pada tokoh Ande-Ande Lumuten, putra sang ratu yang dipersiapkan menjadi raja. Namun, usianya belum memenuhi syarat untuk naik tahta. Di sinilah konflik memuncak ketika Patih berkhianat dan meracuni jubah Ande-Ande Lumuten. Ia jatuh sakit hingga diadakan sayembara untuk menemukan penawar. Seperti kisah aslinya, pertemuan Ande-Ande Lumuten dengan Klenting Kuning menjadi puncak perjalanan cerita. Pada akhirnya, ketidakjujuran pejabat menjadi pesan tersendiri menutup kisah Ande-Ande Lumuten ini.
Walau bersumber dari dongeng lama, Biothoprak ini dikemas dengan bahasa dan isu-isu terkini sehingga mudah diterima. Penonton pun antusias, terlebih disisipkan istilah khas Fakultas Biologi yang menambah kedekatan suasana.
Dekan Fakultas Biologi, Prof. Budi Setiadi Daryono, menyampaikan kegiatan pementasan biothoprak ini tidak hanya pagelaran seni, melainkan panggung silaturahmi dengan sivitas aktif maupun Kabiogama. Ia berharap, panggung kreasi Biothoprak ini akan memunculkan kembali jiwa para alumni, dosen, mahasiswa yang mencintai seni. “Seni akan membuat hidup kita menjadi lebih indah,” ungkapnya di teras Fakultas Biologi UGM.
Ande-Ande Lumuten ala Biothoprak ini istimewa karena unsur pemeran di balik hingga depan layar adalah keluarga besar Fakultas Biologi dan beberapa kolaborasi dengan fakultas lain. Terlebih untuk pemilihan pemeran, dijelaskan oleh Ganies Riza Aristya, selaku ketua panitia Lustrum. Menurutnya, pementasan Biothoprak ini adalah sinergi antara dosen, mahasiswa, alumni, serta tendik. Sebagai salah satu pencerminan kolaborasi yang menyeluruh dari lingkup akademika dengan harap dapat saling mengenal dan terjalin komunikasi yang bagus.
Ia menambahkan, pemilihan tema sejarah Ande-Ande Lumut dipilih karena kisahnya mengajarkan tentang gambaran kepemimpinan dan integritas para pemimpin kepada masyarakatnya. Menurutnya, hal ini selaras dengan kehidupan sehari-hari di tempat kerja, keluarga, atau bermasyarakat. “Bagaimana kita bisa menghormati kejujuran dan dapat menjunjung tinggi moral serta adat di Indonesia,” lanjutnya.
Cerita ini tidak hanya menceritakan kisah asli dari dongeng, tetapi juga diselaraskan dengan narasi negara Indonesia dan isu-isu kontemporer. Walaupun menyindir beberapa isu tersebut, penonton tetap antusias karena pembawaan ceritanya dibalur dengan guyonan ala ketoprak yang ringan. Kisah tanah jawa ini khusus menceritakan tentang pengkhianatan dan romansa yang berasal dari kerajaan Jenggala.
Tak hanya pagelaran ketoprak, malam perayaan Lustrum XIV dan Dies Natalis ke-70 ini juga dimeriahkan dengan pembagian doorprize serta suguhan angkringan yang dapat dinikmati oleh seluruh penonton. Perpaduan hiburan, tradisi, dan isu sosial menjadikan panggung kreasi ini berkesan bagi seluruh sivitas akademika.
Penulis : Hanifah
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Jesi