Universitas Gadjah Mada kembali menambah jumlah guru besar yang memberikan kontribusi akademik di berbagai bidang ilmu, setelah Prof. Dr. Slamet Suprayogi, M.S. dikukuhkan sebagai Guru Besar Hidrologi pada Departemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi UGM. Ia menjadi satu dari sebelas guru besar aktif di Fakultas Geografi, dan satu dari 399 guru besar aktif di Universitas Gadjah Mada.
Dalam upacara pengukuhan yang berlangsung Kamis (7/9) di Balai Senat UGM, Slamet menyampaikan pidato berjudul “Pendekatan Hidrologi Perkotaan untuk Mengatasi Permasalahan Urbanisasi”. Pembahasan ini, terangnya, berangkat dari fakta semakin berkembangnya kota-kota di Indonesia dengan berbagai bangunan modern, namun di baliknya terdapat persoalan terkait air, seperti banjir dan masalah ketersediaan air bersih.
“Urbanisasi meningkatkan kebutuhan air domestik, diikuti pula peningkatan volume limbah domestik. Kebutuhan air bersih yang meningkat, menyebabkan pemanfaatan air tanah yang meningkat pula. Pemanfaatan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan muka tanah,” papar Slamet.
Fenomena urbanisasi, terangnya, telah menjadi perhatian para perencana dan pembuat kebijakan selama beberapa dekade terakhir. Kecenderungan yang terjadi dalam perkembangan kota di negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah adanya pertumbuhan penduduk yang begitu pesat, yang seringkali tidak lagi dapat diantisipasi oleh daya dukung kota secara layak.
Pesatnya pertumbuhan penduduk kota di samping terjadi karena pertumbuhan yang bersifat alami, terutama juga disebabkan oleh arus urbanisasi. Meningkatnya arus urbanisasi tersebut diikuti banyaknya pusat-pusat perekonomian yang dibangun di daerah perkotaan, terutama dalam bidang industrialisasi.
“Banyak kota besar yang dalam kenyataannya tidak mampu lagi menyediakan pelayanan sanitasi, kesehatan, perumahan, transportasi, dan lapangan kerja lebih dari yang minimal kepada sebagian penduduknya,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia menerangkan, urbanisasi mengubah proses hidrologi dan sering dikaitkan dengan peningkatan risiko banjir, yang dapat mengancam kesejahteraan manusia dan pembangunan sosial dan ekonomi. Kualitas air juga dipengaruhi oleh urbanisasi yang meningkat karena polutan yang dihasilkan di lingkungan perkotaan menetap dan mencemari air, dan ada peningkatan pemanfaatan air antara kota, industri, dan kebutuhan domestik di kota.
Menurut Slamet paradigma konvensional tentang perlindungan banjir, yang bersandar pada langkah-langkah struktural berdasarkan solusi teknik misalnya bendungan, sistem drainase, tidak cukup untuk mengurangi banjir. Pengelolaan air berkelanjutan, termasuk solusi untuk meningkatkan proses alami di wilayah perkotaan, merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk meningkatkan ketahanan banjir dan mengatasi berbagai tantangan keberlanjutan yang dihadapi kota.
“Perlu langkah-langkah yang memadai untuk mengatasi masalah pencemaran air yang mungkin timbul akibat peningkatan urbanisasi. Salah satu pendekatan mengatasi masalah pencemaran di perkotaan adalah melaksanakan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan dengan mengurangi polusi air,” imbuhnya.
Penulis: Gloria
Fotografer: Firsto, Donnie