
Beberapa daerah di Indonesia melarang study tour sekolah, terutama untuk tujuan ke luar kota. Selain menghindari risiko kecelakaan saat pelaksanaan wisata, alasan utama pelarangan study tour untuk mengurangi beban ekonomi orang tua. Beberapa daerah yang telah menerapkan larangan ini antara lain DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Pontianak. Kondisi ini diperburuk dengan terbitnya Instruksi Presiden No 1 Tahun 2025 yang mengatur efisiensi anggaran, termasuk pembatasan kegiatan study tour atau karya wisata dari instansi pemerintah dan sekolah. Kebijakan ini tentu dinilai kontraproduktif dengan semangat pengembangan ekonomi berbasis pariwisata.
Peneliti Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (Puspar UGM) Dr. Destha Titi Raharjana menilai kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam pelarangan kegiatan study tour ini memberi dampak bagi pelaku industri pariwisata, seharusnya pemerintah daerah perlu melakukan langkah-langkah mitigasi strategis sebelum menelurkan kebijakan tersebut. ““Dampaknya tentu sangat terasa di berbagai sektor, mulai dari transportasi, penginapan, kuliner, hingga penjualan souvenir. Bahkan okupansi hotel pun menurun drastis,” jelasnya, Selasa (3/6).
Data nasional menunjukkan Provinsi Jawa Barat sesungguhnya merupakan salah satu daerah dengan pergerakan wisatawan nusantara terbesar pada 2024. Pergerakan tersebut mencapai 180,59 juta perjalanan. Jika mengacu survei terbaru Desa Wisata Institute dan ATOURIN (2025), wisatawan dari Jawa Barat tercatat menyumbang 17,6 persen dari total kunjungan ke desa/kampung wisata.
Menghadapi dampak kebijakan larangan study tour ini, Destha berpendapat semua pelaku industri pariwisata harus makin kreatif. “Seperti di Jogja, saya kira tetap punya peluang besar terutama di sektor wisata edukatif, tinggal bagaimana menyikapinya secara cerdas,” ujarnya.
Dengan kebijakan ini, Destha berharap sektor pariwisata harus tetap optimistis dan adaptif. Ia menyarankan para pelaku wisata untuk membuka pasar baru di luar Jawa Barat dengan menyasar kelompok wisatawan minat khusus yang masih potensial digarap.
Menurutnya Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai lokasi tujuan wisata perlu melakukan rebranding ke daerah lain lewat promosi tematik, travel dialog, hingga famtrip. Perlu juga ada event dan atraksi saat weekdays, dan tidak hanya di saat akhir pekan. “Perlu mendorong pelibatan seniman lokal dalam menyusun event-event berkualitas yang bisa menjadi bagian dari paket wisata, terutama saat low season”, imbuhnya.
Destha menyebut keberadaan rombongan study tour pelajar berperan signifikan dalam mendukung ekonomi pariwisata . Antusiasme berwisata kelompok usia pelajar, menurutnya, sangat tinggi berdampak langsung terhadap pelaku UMKM, khususnya pedagang makanan, minuman, serta oleh-oleh. Meski begitu, pelaku industri wisata perlu melakukan inovasi baru menawarkan paket wisata baru untuk menarik wisatawan.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Berwisata