![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2025/02/tanam-padi-ANTARA-768x510.jpeg)
Kementerian Pertanian memprediksi di tahun 2025 Indonesia bisa mencapai surplus produksi beras sebesar 1 juta ton. Dihitung dari jumlah kebutuhan beras 30,97 juta ton, sedangkan kemampuan produksi produksi beras dalam negeri sebesar 32,29 juta ton. Apabila terpenuhi maka program swasembada beras bisa tercapai.
Terkait target dan prediksi swasembada beras ini, Guru besar Fakultas Pertanian, Prof. Dr. Ir. Masyhuri, mengatakan capaian tersebut tidaklah mudah, sebab masih banyak faktor lain yang menentukan keberhasilan produksi padi, seperti kondisi iklim yang bersahabat, pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur yang baik, dan manajemen pembangunan pertanian yang terus dikembangkan. “Keadaan alam yang baik jika tidak terjadi cuaca ekstrim seperti el nino, el nina, banjir dan kekeringan yang akan dapat mengganggu produksi dan distribusi padi,” kata Masyhuri, Senin (10/2).
Untuk mendukung produksi padi bisa terpenuhi maka infrastruktur seperti jalan dan irigasi sangatlah menentukan. Sementara kondisi sebagian irigasi masih banyak yang rusak bahkan tidak pernah diperbaiki sejak dibangun di era orde baru. “Seharusnya pemerintah juga memperbaiki infrastruktur ini supaya dapat menunjang kegiatan pertanian,” tegasnya.
Yang tidak kalah penting, menurut pengajar Departemen Sosial Ekonomi Pertanian UGM ini, pemerintah perlu mengadakan berbagai program untuk mendukung petani dalam mencapai kemandirian pangan. Seperti kebijakan perluasan lahan, perbaikan dan perluasan irigasi, penyediaan pupuk dan sarana produksi yang tepat serta dukungan pendampingan penggunaan teknologi dalam meningkatkan produktivitas padi. “Termasuk mendorong penemuan dan penggunaan bibit unggul, cara budidaya yang tepat untuk mekanisasi,” terangnya.
Soal perluasan lahan pertanian bagi petani, Masyhuri mengacu pada Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 dan UU No.1 1961, disebutkan agar petani sejahtera maka petani harus punya lahan minimal 2 hektar lahan. Pasalnya saat ini menurut data BPS, rata-rata petani hanya menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar.
Dari sisi SDM, mayoritas petani berusia tua bahkan masuk kategori lansia. Sudah seharusnya generasi muda diharapkan dapat terjun ke bidang pertanian dengan penggunaan teknologi dan inovasi, budidaya dengan skala usaha tani yang lebih luas, dan bisnis sarana produksi yang lebih memadai. “Melibatkan generasi muda, skala usaha tani yang lebih luas, penggunaan teknologi yang lebih modern, dan penggunaan mekanisasi akan menjadikan pertanian modern sehingga target swasembada pangan akan segera tercapai,” katanya.
Tidak cukup sampai di situ, imbuhnya, pemerintah juga perlu mengeluarkan kebijakan yang lebih tepat untuk meningkatkan produksi padi, seperti penetapan harga pupuk. Disamping meneka biaya untuk pengadaan obat-obatan dan sarana produksi lain akan mempengaruhi insentif petani dalam meningkatkan produksi padi. Bahkan kebijakan harga pokok pembelian (HPP) gabah juga turut andil dalam mempengaruhi swasembada beras. Adapun kebijakan HPP baru yang dikeluarkan pemerintah sekarang ini menurutnya sudah terlambat, HPP tersebut akan mempengaruhi kelancaran pengadaan beras. “Kebijakan HPP yang telat seperti saat ini, baru akan memberikan pengaruh pada musim tanam berikutnya, bukan untuk sekarang ini”, ungkapnya.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Antara