Gegap gempita pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada 2024) semakin ramai. Sejumlah pihak semakin giat dalam mempersiapkan pesta demokrasi, tidak terkecuali Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam pelaksanaan Pilkada 2024 ini, KPU kembali memanfaatkan Sirekap sebagai aplikasi penunjang rekapitulasi. Adanya Sirekap ditujukan untuk mempermudah masyarakat dan KPU dalam mendeteksi kecurangan atau kesalahan, khususnya dalam konversi data C-1 dari hasil perolehan suara. Sirekap menggantikan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) yang digunakan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 dan telah diujicobakan pada Pilkada 2020 dan digunakan secara luas pada Pemilu 2024 silam.
Menanggapi Sirekap yang akan digunakan kembali dalam Pilkada 2024 ini, Deputi Sekretaris Eksekutif Center for Digital Society (CfDS) UGM, Iradat Wirid, S.I.P., menyambut baik rencana tersebut. Menurutnya, Sirekap merupakan perangkat yang baik demi menunjang akuntabilitas pelaksanaan Pemilu. “Sirekap ini adalah alat yang bagus karena hasil Pemilu menjadi transparan dan semua orang dapat melihat hasil pemungutan suara secara real time, berbeda dengan sebelumnya yang perlu menunggu lama untuk melihat hasilnya,” ucapnya, Rabu (9/10).
Adanya Sirekap sebagai alat bagi petugas di lapangan mungkin dapat membantu. Namun demikian, Iradat berpendapat bahwa beberapa hal perlu ditingkatkan demi mendukung penggunaannya di lapangan. Ia mencontohkan perlunya penyediaan akses internet untuk mengunggah data. Akses internet ini, tambahnya, bisa disediakan langsung di setiap TPS atau KPU dapat menyediakan pos-pos yang menyediakan layanan internet sehingga data yang tersimpan di server offline dapat dikirimkan. “Hal lain yang perlu dilakukan KPU dalam menyiapkan Sirekap adalah sosialisasi dan bimbingan teknis bagi petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) sehingga paham penggunaan aplikasinya,” tambahnya.
Iradat menyebutkan hal ini perlu dilakukan lebih awal sebab beberapa daerah baru mendapatkan sosialisasi Sirekap satu pekan sebelum penyelenggaraan Pemilu. Sosialisasi ini perlu dilakukan untuk menghindari kegagapan pengguna saat memasukkan data atau menghindari ketidaksesuaian yang terjadi saat data yang difoto dengan data yang dibaca oleh aplikasi. Iradat juga menegaskan bahwa KPU juga perlu terus mengujicobakan Sirekap sebelum penggunaannya di pelaksanaan Pilkada agar terlatih membaca data-data yang masuk.
Selain itu, Iradat mengatakan bahwa KPU sebagai penanggung jawab aplikasi Sirekap perlu hadir di masyarakat untuk meluruskan misinformasi dan disinformasi yang beredar mengenai Sirekap. Salah satu rumor yang sempat beredar ramai di masyarakat adalah mengenai server yang digunakan KPU untuk menyimpan data hasil Pemilu. Oleh karena itu, KPU perlu transparan mengenai letak server yang digunakan. “Server ini juga perlu dipastikan dapat diakses dengan mudah, utamanya saat jam-jam puncak petugas TPS memasukkan data sehingga meminimalkan risiko data yang tidak dapat terbaca atau terjadinya galat,” ujarnya.
Terakhir, Iradat mengatakan bahwa sosialisasi juga perlu dilakukan kepada masyarakat agar mengetahui bahwa data yang ada di Sirekap bukanlah hasil akhir, melainkan nantinya data tersebut juga akan direkapitulasi secara berjenjang. “Jadi masyarakat juga perlu tahu bahwa misalnya data saat ini merupakan data TPS. Kemudian, masyarakat juga bisa tahu saat datanya sudah dikonfirmasi oleh tingkat desa dan nanti sampai ke rekapitulasi nasional,” tutupnya.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik dan RRI