Perkeretaapian merupakan backbone transportasi dan logistik. Oleh karena itu, pemerintah terus berkomitmen menjaga peran penting tersebut. Meskipun dalam kondisi fiskal terbatas sekalipun, pemerintah berupaya mencari inovasi pembiayaan.
Demikian pernyataan Menteri Perhubungan RI, Budi Karya Sumadi, pada Seminar Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan. “Skema pembiayaan green financing cukup menjanjikan, namun penerapannya di Indonesia harus terukur agar memenuhi kriteria yang ada,” ujarnya pada Seminar Seminar Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan di Jakarta, Rabu (20/9).
Tema besar green dan keadilan secara simultan, menurut Menhub, menimbulkan biaya tinggi secara ultimate yang harapannya membawa manfaat yang juga ultimate. Manfaat tersebut termasuk juga dampak pada produktifitas dan lapangan pekerjaan yang lebih luas dan berkeadilan antar generasi. “Hal ini tentunya diharapkan akan menapakkan peradaban baru,” tutur Menhub.
Ir. Ikaputra, M. Eng., Ph.D, Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, menyampaikan kereta api memiliki kapasitas angkut yang besar, konsumsi bahan bakar yang paling sedikit serta memiliki emisi karbon terendah. Mengutip kajian dari Asian Development Bank (ADB), disebutnya, kereta api perkotaan mampu mengangkut 100 ribu orang per jam, jauh dibandingkan moda transportasi lainnya.
“KA juga mengonsumsi bahan bakar terendah, yaitu 0,002 liter per km/orang, jauh lebih kecil dibandingkan sepeda motor sebesar 0,04 liter per km/orang. Sumbangan emisi yang dihasilkan juga lebih rendah, yaitu hanya 1 persen dibandingkan total emisi, jauh di bawah moda transportasi darat lainnya yang mendominasi dengan porsi sebesar 89 persen. Hal ini menunjukkan KA merupakan moda transportasi ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ucapnya.
Dalam sesi 1 seminar yang diselenggarakan Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM menghadirkan beberapa pembicara diantaranya Ir. Mohamad Risal Wasal, ATD., MM., IPM (Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan), dan Dr. Ir. Arif Wismadi, M.Sc (Tim Ahli Pustral UGM). Pembicara lainnya Sahli (Executive Vice President of New Business and Strategic Project PT KAI) mewakili Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero)), Rustam Effendi (Analis Kebijakan Ahli Madya pada Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN), Badan Kebijakan Fiskal (BKF), mewakili Kepala BKF, Kementerian Keuangan.
Di Sesi 2 tampil berbicara Ervan Maksum, ST, M.Sc (Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian PPN/Bappenas), Hermanto Dwiatmoko (Ketua Umum Masyarakat Perkeretaapian (MASKA) Indonesia), Prof. Wihana Kirana Jaya, M.Soc.Sc., Ph.D (Guru Besar Departemen Ilmu Ekonomi FEB UGM, dan Staf Khusus untuk Urusan Ekonomi dan Investasi Transportasi kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia). Disusul pembicara lainnya Prof. Dr. Ir. Sutanto Soehodho, M.Eng (Guru Besar Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia), dan di sesi 3 menampilkan Heri Siswanto (Direktur Operasi PT KAI Logistik Mewakili Direktur Utama PT KAI Logistik), Ari Narsa (Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Selatan), Mr. Anderson Goh (Vice President Port Plus Business Division PSA Southeast Asia), serta Harry Sutanto (Wakil Ketua Umum DPP ALFI) dengan dipandu moderator Prof Agus Taufik Mulyono, Guru Besar Teknik Sipil UGM.
Beberapa kesimpulan penting dari seminar antara lain adanya upaya menarik investasi pada sektor perkeretaapian dimana ditemukan angka-angka penting keputusan investasi baik dari sisi finansial maupun kepentingan ekonomi. Selain itu, untuk meningkatkan daya tarik investasi dengan upaya kenaikan pendapatan dari tarif serta penurunan Biaya Operasi (BIOP) dinilai sebagai langkah yang tidak mudah dilakukan sebab jika dibandingkan angkutan darat sebagai pesaing, perkeretaapian memiliki beban lebih banyak, berupa pemeliharaan infrastruktur, tarif penggunaan (Track Access Charge – TAC), BBM, hingga beban pajak.
Di sisi lain, KA adalah kontributor terbesar untuk transportasi hijau yang dapat menekan emisi karbon sampai 84 persen dibanding moda lain. Melihat pentingnya pengendalian emisi yang saat ini menjadi gerakan global, dan kesesuaian moda KA dengan agenda global paradigma keputusan investasi pun harus digeser dari sebelumnya mengutamakan aspek finansial, ekonomi baru aspek lingkungan maka di paragdigma yang baru pengarus utamaan pada persoalan green diikuti dengan dampak sosial, kelayakan ekonomi dan finansial.
Karenanya bagi pemerintah tentu akan berpihak pada green infrastruktur, dan menjadikan green financing menjadi salah satu peluang pendanaan. Meski demikian skema green financing/green bond yang ada sering membatasi negara berkembang untuk mengambil manfaat karena besarnya biaya transaksi dibandingkan carbon offet valuationnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : kcic.co.id