Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada atau UGM, Dr. Lintang Nur Fadlillah, bersama dengan peneliti Finlandia, meneliti potensi antibiotik Kali Code Yogyakarta dengan mengumpulkan 24 sampel air dan sedimen permukaan di sepanjang Kali tersebut.
Puluhan sampel yang diambil ini termasuk sepanjang aliran sungai Merapi hingga muara pantai. Hasilnya, Kali Code memiliki potensi resistensi antibiotik di beberapa lokasi. Kandungan antibiotik di lingkungan Kali Code, sebutnya, terakumulasi dari banyak sumber, mulai dari limbah rumah sakit, limbah kimia, maupun dari limbah peternakan.
Selain itu, penelitian juga dilakukan di Sungai Winongo terkait dengan indeks risiko ekologis logam berat, dengan mengambil 16 sampel sedimen dan air.
“Kalau kita lihat sedimen di Sungai Winongo ini memang kandungan logamnya lebih tinggi di sekitar Kota Yogya. Kita mengambil sampel di sedimen air sungai yang dekat dengan buangan bengkel,” kata Lintang, Jumat (22/2024) dalam rangka memperingati Hari Air Sedunia yang jatuh pada 22 Maret 2024.
Menurut Lintang, sungai dan danau memiliki sistem filtrasi alamiahnya sendiri. Pada kondisi normal, aliran akan memulihkan kualitas secara alami karena morfometri sungai, tetapi akumulasi logam pada sedimen, menyebabkan senyawa logam dan nutrien terikat pada sedimen, sehingga tidak dapat pulih secara alamiah.
Menurut Lintang, adanya kandungan logam dan antibiotik di Kali Code dan Kali Winongo ini ditengarai akibat sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang masih lemah.
Nah, mayoritas limbah pada sungai di Yogyakarta tidak berasal dari pabrik atau industri besar, melainkan dari rumah tangga dan usaha domestik mikro dan menengah.
Lintang merekomendasikan agar pemerintah daerah turut memberikan perhatian serius pada pengelolaan IPAL di Kota Yogyakarta karena berperan penting dalam mengatasi masalah pencemaran air sungai.
Dia menambahkan pengawasan IPAL untuk industri makro, seperti pabrik dan perhotelan sudah memiliki ketentuan ketat, namun untuk skala mikro seperti limbah rumah tangga belum dilakukan secara maksimal.
“Tidak banyak desa atau kelurahan di Yogyakarta yang memiliki sistem IPAL, karena keterbatasan sumber daya dan perhatian masyarakat akan lingkungan yang masih minim,” ujarnya
Lanjutnya, apabila sungai terus tercemar oleh logam berat dan residu antibiotik, dikhawatirkan bisa memunculkan risiko apabila dikonsumsi oleh masyarakat.
Dalam beberapa kasus, air tercemar juga menjadi penyebab munculnya kasus stunting pada anak-anak. Padahal Pemerintah berkomitmen untuk mencapai target poin Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-6, yakni akses air bersih dan sanitasi.
“Untuk itu, UGM turut berupaya dalam mendukung implementasi riset untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat, salah satunya dengan memperhatikan kualitas air yang dikonsumsi,” papar Lintang.
Penulis: Tasya
Editor: Gusti Grehenson