
Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kegiatan penanaman pohon mojo di lingkungan kampus dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada tanggal 5 Juni, Rabu (4/6). Kegiatan ini tidak hanya dimaksudkan sebagai bentuk penghijauan, tetapi juga sebagai simbol pelestarian biodiversitas lokal. Melalui kegiatan ini, Fakultas Geografi menegaskan komitmennya dalam mendukung pelestarian lingkungan dan keberagaman hayati Indonesia, khususnya di kawasan kampus UGM. Penanaman pohon mojo menjadi langkah awal untuk membangun kesadaran ekologis di kalangan sivitas dan masyarakat sekitar. Kegiatan ini juga merupakan bagian dari upaya jangka panjang untuk memperkuat hubungan antara manusia dan alam melalui pendekatan edukatif dan partisipatif. “Saya rasa UGM dapat memulai untuk melestarikan biodiversitas kampus dengan keragaman-keragaman yang ada di Nusantara,” ujar Prof. Dr. Suratman, M.Sc., salah satu Guru Besar di Fakultas Geografi.
Suratman menjelaskan bahwa Fakultas Geografi juga telah merencanakan inventarisasi terhadap berbagai jenis tanaman khas Yogyakarta, termasuk tanaman-tanaman simbolik yang terdapat di lingkungan Keraton Yogyakarta. Upaya ini dilakukan agar nilai-nilai budaya dan kepercayaan lokal yang tercermin dalam keragaman hayati tidak tergerus oleh waktu. Dengan memetakan dan mendokumentasikan flora lokal tersebut, fakultas berharap dapat menciptakan lumbung pengetahuan hidup yang bisa diakses oleh mahasiswa lintas generasi. “Kami sedang menginventarisasikan supaya tidak ada spesies masa lalu yang hilang dan mahasiswa tidak kehilangan ilmu pengetahuan, keadilan lokal,” ungkapnya.
Kegiatan penanaman ini juga akan dikembangkan menjadi media pembelajaran luar ruang bagi mahasiswa yang tidak terbatas pada aktivitas di ruang kelas semata. Suratman menekankan pentingnya menjadikan kampus sebagai laboratorium hidup, tempat mahasiswa dapat belajar langsung dari interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian, nilai-nilai keberlanjutan dapat lebih mudah dipahami dan diinternalisasi dalam kehidupan sehari-hari. “Kampus ini untuk belajar bukan di kelas saja, tapi di lapangan,” jelas Suratman.
Sebagai bagian dari kontribusi UGM terhadap upaya mitigasi perubahan iklim, Suratman juga mengusulkan agar gerakan penanaman pohon diperluas ke kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN). Ia berharap setiap mahasiswa yang mengikuti KKN dapat membawa bibit pohon untuk ditanam di lokasi pengabdiannya, sehingga tercipta dampak ekologis yang luas dan berkelanjutan. Jika dilakukan secara konsisten, gerakan ini berpotensi memberikan kontribusi besar dalam menambah tutupan vegetasi di berbagai wilayah Indonesia.
Lebih lanjut, Suratman mendorong sinergi antar fakultas di lingkungan UGM dalam mendukung gerakan penanaman ini. Fakultas Kehutanan, misalnya, memiliki potensi besar untuk menyediakan bibit pohon melalui fasilitas pembibitan di kawasan Wanagama. Kolaborasi lintas fakultas ini dinilai penting untuk memperkuat dampak program dan menciptakan gerakan lingkungan hidup yang inklusif dan terpadu. “Connectivity antar unit, antar resource yang dimiliki, ayo kita bareng-bareng untuk menyelamatkan planet,” ajaknya.
Sebagai institusi pendidikan tinggi yang memiliki flagship riset bertema sustainable planet, Fakultas Geografi memandang aksi nyata seperti ini sebagai bagian dari implementasi ilmu pengetahuan yang mereka kembangkan. Program-program seperti FOLU (Forest and Other Land Use) menjadi salah satu bentuk nyata dari integrasi antara hasil riset dan aksi lapangan. Dengan penanaman pohon mojo dan pelestarian vegetasi lokal lainnya, Fakultas Geografi menunjukkan peran aktif dalam mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan. “Ini bagian dari implementasi ilmu-ilmu kami di Geografi,” pungkas Suratman.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie