
Kabar membanggakan datang dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Gadjah Mada. Tim Young Begawan Aktuaria UGM yang terdiri dari Mohammad Firdaus, Rafael, Victor, Dewa Ayu, dan Enricko berhasil meraih juara kedua dalam kompetisi internasional 2025 SOA Research Institute Student Research Case Study Challenge pada Jumat (2/4) lalu. Kompetisi ini diikuti oleh berbagai mahasiswa seluruh dunia yang menguji kemampuan mereka dalam mengembangkan solusi aktuaria inovatif untuk permasalahan nyata.
The Society of Actuaries (SOA) Research Institute merupakan organisasi pengembangan dan pendidikan aktuaria terbesar di dunia. Setiap tahunnya, kompetisi riset internasional diselenggarakan untuk mendorong kreativitas mahasiswa dalam melihat tantangan bisnis di bidang aktuaria. Tahun ini, kompetisi Student Research Case Study Challenge diikuti oleh 68 tim dari 42 universitas di 17 negara. Tim Young Begawan Aktuaria menjadi salah satu dari 19 tim yang lolos di babak semifinal dengan karyanya berjudul “TerraDam”.
Mohammad Firdaus, ketua tim Young Begawan Aktuaria menyatakan, konsep inovasi TerraDam dirancang untuk meningkatkan ketahanan finansial dan infrastruktur terhadap risiko kegagalan bendungan tanah (earthen dam) di wilayah fiktif Tarrodan. Tim Young Begawan Aktuaria menyoroti probabilitas kegagalan bendungan yang mencapai 10% dalam 10 tahun dengan kerugian ekonomi hingga lebih dari 182 miliar dollar Amerika Serikat. Sehingga diperlukan solusi untuk mengurangi resiko kerugian tersebut. “Melihat peluang ini, Tim Young Begawan Aktuaria menggabungkan pendekatan holistik melalui empat pilar utama: TerraDam Insurance, TerraDam Regulation, TerraDam Grant, dan TerraDam Token, “ kata Firdaus dalam keterangan dengan wartawan, Senin (5/5).
Ia menyebutkan empat program unggulan dalam TerraDam memberikan perlindungan terhadap pemilik bendungan dan pihak yang dirugikan apabila terjadi kerugian akibat kegagalan bendungan. Untuk program TerraDam Insurance misalnya, menyediakan asuransi opsional untuk pemilik bendungan dan asuransi nasional wajib yang didanai melalui sistem pajak untuk melindungi masyarakat.
Kemudian, ada juga TerraDam Regulation, yakni standar ketat bagi pemilik bendungan untuk merancang Rencana Tanggap Darurat (EAP), melakukan inspeksi rutin, memasang sistem peringatan dini, serta merehabilitasi bendungan yang sudah tua. “Bagi pemilik bendungan yang kesulitan membiayai kewajiban tersebut, terdapat program TerraDam Grant untuk menyediakan bantuan pembiayaan. Keberlanjutan sistem tersebut juga didukung oleh mekanisme keuangan digital berbasis blockchain yang mengubah bendungan menjadi aset investasi yang dapat diperdagangkan melalui program TerraDam Token,” katanya.
Melalui implementasi empat program tersebut, resiko kegagalan diperkirakan bisa dikurangi hingga 62%. Selain itu, program TerraDam juga diproyeksikan mampu menghasilkan arus kas positif serta memastikan keberlanjutan finansial tanpa membebani masyarakat. “TerraDam dinilai sebagai inovasi unik dan kreatif yang berhasil mencuri perhatian dewan juri dan membawa Tim Young Begawan Aktuaria sebagai pemenang kedua mengalahkan 68 tim lainnya,” kenangnya.
Firdaus mengaku dirinya tidak menyangka timnya berhasil meraih penghargaan internasional. Menurutnya, prestasi ini bisa mendorong tim Young Begawan Aktuaria untuk mendapat prestasi yang makin mebanggakan di kemudian hari. “Prestasi ini menjadikan dorongan kuat bagi kami untuk terus berkembang dan berkontribusi secara nyata demi kesejahteraan bersama. Perjalanan terus berlanjut, dan kami akan terus berjuang,” ungkapnya.
Dosen pembimbing, Danang Teguh Qoyyimi, Ph.D, menyampaikan Keberhasilan ini merupakan bukti kemampuan mahasiswa UGM dalam mengintegrasikan ilmu aktuaria dengan problem solving nyata yang berdampak luas. “Kami berharap program semacam ini dapat menjadi sumber belajar yang baik bagi pengembangan riset dan aplikasi aktuaria di Indonesia,” pungkasnya.
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik