Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas Gadjah Mada, Rachma Wikandari, S.T.P., M.Biotech., Ph.D., berhasil mendapatkan penghargaan The Hitachi Global Foundation Asia Innovation Award. Penghargaan ini diberikan atas dedikasi risetnya mengenai mikroprotein yang dikembangkan dari air rebusan kedelai.
Penelitian mengenai mikroprotein telah dilakukan Rachma kurang lebih selama 4 tahun ini. Menurutnya, mikroprotein merupakan protein alternatif yang memiliki kandungan nutrisi protein yang berada di antara daging dan kedelai. Kandungan asam amino yang dimiliki juga lebih lengkap dibanding kedelai. Mikroprotein sendiri terbuat dari Miselium jamur tempe yang ditumbuhkan pada media cair. Tekstur hasil panen seperti adonan kue (dough) sehingga mudah untuk dibentuk seperti bakso atau sosis. “Hanya saja masih perlu adanya pengembangan untuk tekstur hasil panen supaya mirip seperti daging ayam,” kata Rachma, Selasa (4/2) .
Terkait kepakarannya dalam pengolahan pangan, Rachma menyebutkan keunggulan dari mikroprotein ini tidak hanya dari segi nutrisinya saja. Namun, proses pembuatan Mikroprotein ini sendiri cukup singkat yaitu 2 hari dengan hasil panen mencapai satu kilogram. Bahkan ukuran reaktor yang dibutuhkan hanya 1×1 meter sehingga tidak memakan tempat. “Enzim yang terkandung di dalamnya bisa tumbuh dalam berbagai macam substrat contohnya seperti air rebusan kedelai,” jelasnya.
Tidak hanya pada kandungan nutrisi, imbuhnya, produksi mikroprotein bisa menanggulangi permasalahan limbah yang dihasilkan industri tempe serta menambah pendapatan bagi pedagang tempe. Untuk saat ini, Rachma tengah membuat model sterilisasi media dan saat ini pun sedang dikaji lebih mendalam untuk reaktor agar dapat lebih sederhana sehingga bisa untuk dikomersilkan.
Riset yang dilakukan Rachma ini tidak hanya membawanya memenangkan penghargaan Hitachi Awards, sebelumnya Ia juga sudah beberapa kali memenangkan penghargaan salah satunya L’Oreal – Unesco for Women in Science National Fellowship 2024 Award Academy.
Penghargaan yang didapatkan ini, Rachma Wikandari juga menyampaikan bahwa dirinya jadi semakin termotivasi untuk terus memberikan kontribusi nyata terhadap masyarakat. Apalagi selama pengembangan riset ini, katanya, ia tantangan tersendiri dalam upaya pengenalan ke masyarakat. Dosen Fakultas Teknologi Pertanian ini menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung tidak mudah menerima olahan pangan baru yang dianggap asing atau biasa disebut food neophobia. Padahal jamur yang ada dalam produk mikroprotein ini sebenarnya sama dengan jamur yang ada pada tempe sehingga masyarakat tidak perlu khawatir untuk mengkonsumsi olahan mikroprotein. “Memang untuk pengolahannya harus dipanaskan terlebih dahulu karena mengandung RNA yang berpotensi menyebabkan asam urat. Namun, produk mikroprotein ini aman untuk dikonsumsi seperti layaknya tempe,” katanya.
Pada bulan Desember 2024 lalu, kata Rachma, mikroprotein telah diperkenalkan kepada masyarakat dengan bekerja sama dengan seorang chef untuk mengolah produk tersebut menjadi spaghetti. Tanggapan dari masyarakat pun positif dan banyak yang menyukai olahan mikroprotein. Mereka berpendapat bahwa olahan mikroprotein memiliki tekstur yang mirip dengan sosis.
Rachma berharap, riset potensi pangan alternatif yang ia kembangkan ini bisa berkontribusi menyelesaikan masalah di masyarakat dengan mencari dan memanfaatkan potensi pangan lokal.
Penulis : Jelita Agustine
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto dan Shutterstock