Dua orang mahasiswa program Pascasarjana Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Dudi Nandika dan Dwi Agustina mengikuti Ornithological Conference pada 14 -17 November lalu di Beijing, China. Keduanya mendapat penghargaan di konferensi yang dihadiri 528 delegasi dari 39 negara terdiri dari 76 Universitas, 37 Lembaga Penelitian. Konferensi ini merupakan ajang peningkatan pertukaran akademik antar negara dikawasan Asia, mempromosikan penelitian dan konservasi di bidang ornithology. Seperti diketahui, ornitologi adalah studi tentang Fisiologi, Evolusi dan perilaku Burung.
Dalam konferensi yang diprakarsai oleh International Ornithology Union (IOU) dan Institute of Zoology, Chinese Academy of Sciences serta bekerja sama dengan International Zoological Society, China Ornithological Society dan jurnal Avian Research, penghargaan yang diterima oleh kedua mahasiswa ini, berupa penghargaan “First Prize Poster Award” untuk Dudi Nandika dan “First Prize Presentation Awards” untuk Dwi Agustina. Selain itu, keduanya mendapatkan Travel Award dari AOC Committee.
Dudi merupakan seorang mahasiswa doktoral dari Fakultas Biologi UGM, berhasil mempresentasikan risetnya yang berjudul “Recent Data Analysis Feeding Guilds Bird Community as a Bioindicator for Manusela National Park Management, in Maluku”. Riset yang dilakukan oleh Dudi merupakan sebuah riset yang dilaksanakan untuk mencari tahu data populasi dan komposisi jenis burung di Taman Nasional (TN) Manusela, Maluku yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk dalam pengelolaan kawasan dan update data dalam penentuan kebijakan penentuan status suatu jenis burung.
Dudi menjelaskan bahwa riset ini dilatar belakangi oleh adanya ancaman perburuan liar yang terjadi di wilayah Maluku, dimana 86% satwa yang diburu merupakan satwa dari keluarga aves sehingga dibutuhkan adanya atensi khusus terhadap perlindungan satwa aves, karena peran ekologi mereka yang dinilai sangat penting untuk ekosistem.“Perburuan liar merupakan ancaman terbesar yang dihadapi oleh burung liar di wilayah Maluku 86% jenis yang satwaliar yang berhasil disita oleh BKSDA adalah dari keluarga Aves,” kata Dudi dalam keterangan yang dikirim kepada wartawan, Senin (25/11).
Burung yang ada di Taman Nasional ini umumnya merupakan jenis yang dapat mewakili kondisi tipe habitat dan ketinggian yang berada dalam Kawasan TN Manusela. Menurutnya, peran ekologi burung dalam ekosistem menjadikan keberadaan burung memiliki peranan yang sangat penting, dan dapat dijadikan indikator kesehatan lingkungan dan perubahan ekologi atau habitat. “Sangat diperlukan kebijakan yang dapat melindungi satwa jenis aves yang berada di Taman Nasional Manusela,” ujarnya.
Selanjutnya perwakilan UGM yang kedua, Dwi Agustina yang merupakan seorang mahasiswa magister dari fakultas Biologi UGM turut mempresentasikan risetnya yang berjudul “Aligning Cockatoo Conservation Efforts with Local Huaulu Customary Wisdom on Seram Island, Maluku, Indonesia”. Riset yang dilaksanakan oleh Dwi Agustina ini membahas terkait adanya konflik kepentingan di antara masyarakat adat Huaulu di Maluku dengan Pemerintah, dimana masyarakat adat Huaulu ingin memburu burung Kakatua guna mendapatkan bulu jambulnya untuk kepentingan adat, yang dimana hal ini bertentangan dengan kepentingan konservasi pemerintah. “Riset ini dilaksanakan untuk mendapatkan solusi guna menyelesaikan konflik ini secara damai,” ujarnya.
Menurut Dwi, riset ini berhasil menemukan jalan tengah guna dapat menyelesaikan konflik antara pemerintah dengan masyarakat adat dengan ditemukannya sebuah solusi yang dapat memuaskan kedua belah pihak. Solusi yang ditawarkan adalah penggunaan bulu burung kakatua yang sudah rontok dalam pelaksanaan upacara adat, sehingga masyarakat adat tetap dapat melaksanakan upacara adat mereka tanpa memburu burung kakatua sehingga kepentingan konservasi pemerintah bisa tetap berjalan. “Kesepakatan ini juga menjadi jalan tengah untuk menyelaraskan upaya konservasi burung khususnya kakatua maluku dengan kearifan lokal Negeri adat Huaulu” Jelas Dwi.
Dwi berharap proses konservasi yang dilaksanakan di Maluku dapat berjalan lancar dan hewan-hewan yang terancam punah dapat dipulihkan populasinya. “Dapat mengaktifkan kembali “seli kaitahu” untuk memulihkan populasi hewan buruan dan mengatur pemanfaatan hutan di dalam Negeri Adat, sehingga populasi hewan buruan yang berkurang dapat pulih kembali” Ucap Dwi.
Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, mengatakan penghargaan dan hasil riset yang telah dihasilkan oleh kedua mahasiswa ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada masyarakat Indonesia dan menjadi sebuah motivasi untuk upaya penelitian dan konservasi burung di Indonesia. Menurut Budi, kedua mahasiswa ini telah lama menjadi praktisi dalam dunia konservasi burung khususnya burung paruh bengkok, namun konferensi ini tentu merupakan ajang mempromosikan diri dan meningkatkan jaringan di dunia yang lebih luas, serta menambah wawasan.
Penulis : Hanif
Editor : Gusti Grehenson