Pengobatan tradisional masih sangat relevan dalam mengobati berbagai jenis penyakit di tengah kemajuan perkembangan teknologi medis sekarang ini. Salah satunya adalah terapi sujok yang merupakan pengobatan tradisional dari Korea Selatan yang menggunakan titik-titik tertentu pada tubuh untuk meredakan rasa nyeri tanpa mengkonsumsi obat, mengurangi gangguan emosi dan mental serta penyakit lainnya.
Hal itu dikemukakan oleh Dosen FK-KMK UGM Prof. Intansari Nurjannah, S.Kp., M.NSc., Ph.D., dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar di Bidang Keperawatan Jiwa dan Komunitas, Selasa (30/4), di ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM.
Diawal pidatonya, Prof. Intan, demikian ia akrab disapa, menceritakan ketertarikannya mendalami bidang pengobatan tradisional yang dilatarbelakangi oleh keinginan untuk memperjuangkan kesembuhan ibundanya.
“Perjalanan saya berawal dari kebutuhan untuk menolong ibu saya yang harus menjalani hemodialisis. Berbekal the power of love, berbagai pelatihan keterampilan pengobatan tradisional telah saya ikuti dan pada akhirnya menemukan terapi Sujok,” ucap Intan.
Diakuinya, terapi Sujok membuatnya takjub berkali-kali setelah diterapkan pada sang ibu. Kondisi kesehatannya kian membaik, bahkan beberapa kali terapi Sujok memberikan efek yang cepat dan tepat, seperti meredakan nyeri tanpa menggunakan obat analgesik. Bahkan kebahagiaan mendalam ia sempat rasakan ketika melihat ibunda bisa tertidur nyenyak tanpa merasakan nyeri di sekujur badan. Meaki pada akhirnya Tuhan berkehendak lain dengan wafatnya sang ibunda pada Februari 2022 lalu.
Prof. Intan menjelaskan, terapi Sujok merupakan pengobatan tradisional asal Korea Selatan yang pertama kali dicetuskan oleh seorang Filsuf Korea Selatan, Park Jae Woo. Untuk melakukan terapinya, beberapa titik di tangan dan kaki akan distimulasi dengan berbagai metode, yakni pemijatan, penempelan biji, penempelan magnet, penusukan dengan jarum (Sujokpuncture), dan penggunaan moxibustion (moksa).
Sebagaimana esensi pengobatan tradisional lainnya, terapi Sujok banyak memanfaatkan bahan-bahan yang tersedia di alam. Menurutnya, Terapi Sujok menggunakan material yang bisa didapatkan dengan mudah di lingkungan sekitar. Penggabungan berbagai metode tersebut ternyata juga dapat menghasilkan efek yang lebih baik bagi tubuh.
Ia menambahkan, selain berpacu pada terapi fisik, Sujok juga menekankan pada pembagian energi dalam tubuh manusia. Disebutkan oleh Prof. Park Jae Woo, energi manusia terbagi menjadi empat bagian, antara lain meridian, chakra, zone sujok ki dan diamond energy system. Metode ini dapat menyembuhkan permasalahan di berbagai dimensi tubuh manusia, meliputi jasmani dan rohani.
“Berbagai literatur menyebutkan bahwa kecepatan respons tubuh terhadap terapi Sujok cukup mencengangkan bahkan terdapat bukti pada beberapa kasus, perbaikan dapat dirasakan dalam hitungan menit,” terang Intan.
Dibanding dengan metode pengobatan lainnya, ujar Intan, Terapi Sujok juga hampir tidak memiliki resiko interaksi yang akan menghalangi efektivitas pengobatan medis yang mungkin telah dijalani oleh pasien. Melihat potensi tersebut, Intan terus berupaya mendalami pengobatan Terapi Sujok ini dari berbagai ahli dan profesor di seluruh penjuru dunia, seperti Korea Selatan, Australia, India, dan lain-lain. Tak hanya itu, Intan juga gencar melakukan sosialisasi terhadap beberapa puskesmas di Yogyakarta. Termasuk salah satunya adalah Puskesmas Jetis II Bantul yang memiliki terapis bersertifikat Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) terbanyak di Indonesia.
Intan menambahkan, sebagai tindak lanjut dari sosialisasi terapi Sujok tersebut, FK-KMK UGM bersama Puskesmas Jetis II Bantul akan membuka pelayanan terapi Sujok. Tentunya, diharapkan layanan ini dapat diterapkan pada seluruh puskesmas di daerah-daerah lainnya.
Di akhir upacara pidato pengukuhan Guru Besar, Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG (K)., Ph.D., menyebutkan Prof. Intansari Nurjannah, merupakan salah satu dari 460 Guru Besar aktif di UGM. Sedangkan di tingkat fakultas, Prof. Intansari salah satu dari 66 guru besar aktif dari 131 guru besar yang pernah dimiliki oleh FK-KMK UGM. “Saya ucapkan selamat juga untuk prodi ilmu keperawatan karena beliau adalah guru besar kedua yang pernah dimiliki prodi ini. Semoga semakin banyak Guru Besar baru di masa mendatang,” kata Rektor.
Penulis: Tasya
Editor: Gusti Grehenson
Foto: Firsto