
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) populasinya tersebar di sebagian besar Asia Tenggara. Di Indonesia, populasi dan habitatnya yang paling banyak di pulau Sumatera, Jawa, Bali dan Kalimantan ini mulai terancam dan telah berstatus konservasi terancam berbahaya risiko kepunahan akibat perburuan dan eksploitasi. Padahal sebagai bagian dari Hewan primata, satwa ini paling menonjol dan juga pemegang dari pemain kunci pada sebuah ekosistem.
Meski termasuk hewan yang sangat mudah beradaptasi dengan lingkungan, namun saat ini habitatnya mulai terancam. Salah satu tanda jika habitatnya mulai terganggu adalah seringnya hewan tersebut memasuki pemukiman warga. “Jika sudah mulai memasuki pemukiman manusia berarti sudah ada indikasi masalah dalam rantai makanan dan juga habitatnya,” kata Kepala Pusat Studi Satwa Primata Institut Pertanian Bogor (IPB), Prof. drh. Huda S. Darusman, M.Si., Ph.D., dalam “Three Planetary Crisis: Solusi Hidup Berdampingan Manusia–Satwa Liar” pada Sabtu (9/8).
Menurut Huda, kesejahteraan primata dan mempertahankan ekosistem habitatnya menjadi kunci untuk mempertahankan populasi hewan ini yang sebagian sudah mulai langka akibat konversi lahan dan perburuan liar. “Aspek kebebasan kesejahteraan hewan menjadi unsur penting yang perlu diperhatikan,” katanya.
Ahli Konservasi Alam dan Pengelolaan Margasatwa sekaligus Anggota Komite Indeks Biodiversitas Indonesia, Prof. Hadi Sukadi Alikodra, menyebutkan primata monyet ekor panjang merupakan satwa yang mulai terancam punah. “Akademisi dan pemerintah perlu mengatur untuk mengatasi ancaman gangguan ke Macaca Fascicularis,” jelasnya.
Dekan Fakultas Biologi UGM sekaligus Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI), Prof. Budi Setiadi Daryono, mengatakan pemerintah bersama masyarakat harus menjaga kekayaan keanekaragaman fauna yang dimiliki oleh bangsa Indonesia.. “Mari kita jaga bersama bumi kita. Mari kita selalu mencari solusi, bukan mencari masalah. Dan mari kita hidup berdampingan dengan damai dengan semua makhluk yang ada di dunia ini, termasuk dengan Macaca Fascicularis,” katanya.
Pemerhati satwa liar dari Fakultas Biologi UGM, Susilohadi, Ph.D, menyoroti soal keterbatasan sumber daya di mana di era modernisasi ini terjadi penurunan jumlah habitat dan kualitas lingkungan akibat pertambahan penduduk dan percepatan pembangunan. “Etika lingkungan perlu dikedepankan agar kita bisa menuju ekosentrisme, hidup berdampingan dengan alam,” pungkasnya.
Penulis : Alena
Editor : Gusti Grehenson
Foto : commons.wikimedia