Hari AIDS sedunia digelar pada tanggal 1 Desember setiap tahunnya. Momentum ini dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran mengenai HIV/AIDS dan mendukung orang dengan HIV (ODHIV). Untuk itu, tahun ini Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengusung tema “Take the rights path: My health, my right!” yang merupakan seruan untuk masyarakat dunia dalam memprioritaskan akses universal terhadap pelayanan kesehatan, khususnya pencegahan, perawatan, dan pengobatan HIV tanpa diskriminasi.
Penanganan HIV, utamanya eliminasi penularan HIV dari ibu ke anak merupakan salah satu prioritas utama di Indonesia. Prevalensi nasional HIV pada ibu hamil di Indonesia terus meningkat. “Saat ini angkanya sebesar 0,3 persen dengan perkiraan 230.000 ibu hidup dengan HIV,” jelas Prof. Ari Probandari, Rabnu (4/12), selaku peneliti utama tim Studi MENJAGA, kerja sama antara Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM dengan Universitas Sebelas Maret, London School of Hygiene & Tropical Medicine (LSHTM), dan University of New South Wales.
Dalam konteks eliminasi HIV, pelayanan antenatal care (ANC) berperan penting sebagai platform utama untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan HIV pada ibu hamil. “Sebetulnya penularan HIV dari ibu hamil ke bayinya bisa dicegah. Syaratnya adalah ibu hamil dapat menjalani tes HIV sejak dini dan memulai terapi antiretroviral (ARV) bila diperlukan,” sebut Prof. Ari.
Cakupan ANC yang baik dapat mewujudkan inisiatif 95-95-95 yang telah ditetapkan oleh WHO. Targetnya adalah 95% cakupan ANC, 95% cakupan tes HIV/sifilis/hepatitis B pada ibu hamil, dan 95% cakupan pengobatan untuk mereka yang dites positif HIV/sifilis/hepatitis B.
Studi MENJAGA dilaksanakan di dua daerah, yaitu Kota Bandung dan Kabupaten Bogor. Pelaksanaan studi ini diharapkan membantu tim peneliti dalam mengetahui efektivitas dan efisiensi biaya dari intervensi peningkatan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement) atau CQI dalam meningkatkan cakupan tes antenatal untuk HIV, sifilis dan hepatitis B. Inti dari CQI adalah melibatkan pelaksana layanan kesehatan secara aktif untuk mengidentifikasi masalah dalam proses layanan dan mencari solusi sederhana yang dapat diterapkan langsung. “Yang banyak aktif dan terlibat adalah teman-teman dari dinas kesehatan dan puskesmas,” jelas dr. Ira Dewi Jani, MT, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kota Bandung.
Pada awal November silam, dilaksanakan pertemuan CQI di kedua wilayah untuk mendiskusikan hal-hal yang telah dilakukan selama fase intervensi yang berlangsung selama tujuh bulan. Puskesmas Rusunawa Kota Bandung melaporkan bahwa pada Juni 2024, cakupan tes HIV/sifilis/hepatitis B pada ibu hamil di puskesmas ini sebesar 34% dengan menyasar 339 ibu hamil. Tim CQI Puskesmas menargetkan cakupan tersebut naik hingga 75% saat berakhirnya masa intervensi pada September 2024. Di akhir masa intervensi, puskesmas bisa melampaui target dengan membukukan cakupan mencapai 85%. Target tersebut berhasil dicapai berkat intervensi yang dilakukan seperti kerja sama dengan jejaring layanan swasta atau praktik bidan mandiri yang ada di wilayah kerja puskesmas.
Dalam kerja sama ini, puskesmas berperan menyediakan reagen, sedangkan jejaring melaporkan layanan tes yang dilakukan di tempatnya. Dengan demikian, Puskesmas Rusunawa tidak hanya mengalami peningkatan angka cakupan, tetapi juga memiliki pencatatan dan pelaporan yang lebih rapi dan sistematis. Manfaat serupa dirasakan oleh puskesmas lain. “Kami bersyukur menjadi salah satu puskesmas yang diintervensi secara langsung dalam studi ini,” ungkap dr. Ike Puri Purnama Dewi, Kepala UPTD Puskesmas Kopo, Kota Bandung.
Pihaknya dapat memahami cara menganalisis permasalahan secara lebih mendalam. Selain itu indikator-indikator penentu keberhasilan dari kegiatan-kegiatan yang direncanakan juga jadi lebih mudah diketahui. Studi MENJAGA saat ini dalam tahap pengambilan data endline dan evaluasi proses intervensi yang dilakukan oleh tiap puskesmas. Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan studi ini adalah membantu layanan kesehatan agar cakupan tes pada HIV, sifilis dan hepatitis B meningkat. “Lewat studi ini kita harap tim peneliti dapat berkontribusi dalam mewujudkan triple elimination, eliminasi penyakit HIV, sifilis dan hepatitis B di Indonesia,” kata Ari Probandari.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson