Tiara Putri, mahasiswa program Doktor Fakultas Biologi UGM berhasil meraih beasiswa keduanya. Beasiswa yang diterimanya kali ini dalam rangka program double degree dengan Universität Greifswald, Jerman.
Beasiswa Landesgraduiertenförderungsverordnung, Mecklenburg-Vorpommern (LGFVO M-V) diberikan Universität Greifswald di setiap semesternya kepada para akademisi muda yang sedang menempuh studi doktoral dan memiliki prestasi serta latar belakang akademis yang menonjol.
Tingkat seleksi dan peluang penerimaan beasiswa ini sangat ketat, karena itu di tiap semesternya hanya 7 mahasiswa doktoral di Universität Greifswald yang berkesempatan mendapatkan beasiswa tersebut. Selain capaian akademik selama studi Bachelor dan Master, kriteria seleksi untuk mendapatkan beasiswa ini mensyaratkan pengalaman penelitian sebelumnya, kualitas proyek riset doktoral yang akan dilakukan, serta surat rekomendasi dari Profesor dalam bidang penelitian yang serupa.
“Cukup senang dan bangga tentunya bisa mendapatkan beasiswa LGFVO M-V ini,” aku Tiara Putri, Kamis (14/9).
Dalam perjalanan sebelumnya di tahun 2022, Tiara juga telah menerima award Bayer Foundation Fellowship in Drug Discovery (Germany). Sebagai penerima kedua beasiswa tersebut, Tiara saat ini tengah menjalani studi double degree jenjang doktoralnya di Department of Molecular Genetics and Infection Biology, Universität Greifswald, di bawah bimbingan Prof. Dr. rer. nat Sven Hammerschmidt, dan Prof. Budi Setiadi Daryono, Dekan Fakultas Biologi UGM.
Proyek penelitian yang dilakukannya saat ini berkolaborasi dengan Pusat Riset Biologi Molekular Eijkman, BRIN, dengan bertindak selaku co-promotor Dr. Dodi Safari, kepala laboratorium Molecular Bacteriology. Riset yang dilakukan mengusung topik Viral-Bacterial Coinfection of Streptococcus pneumoniae and Influenza A Virus in the Upper Respiratory Tract.
Terkait proyek penelitian tersebut, Tiara menjelaskan berdasarkan penelitian sebelumnya lebih dari 95 persen morbiditas dan mortalitas akibat pandemi influenza yang telah terjadi di dunia disebabkan oleh koinfeksi dengan bakteri. Streptococcus pneumoniae merupakan patogen bakteri yang paling banyak diisolasi dalam pandemi influenza tersebut, dan WHO melaporkan bahwa bakteri ini menyebabkan hingga satu juta kematian anak per tahun, sehingga merupakan isu khusus dalam sistem kesehatan global.
Karenanya untuk meneliti lebih lanjut mengenai koinfeksi bakteri dan virus ini, Tiara menggunakan potongan jaringan paru-paru tikus sebagai pengganti hewan uji tikus. Menurutnya metode ini merupakan alternatif yang sangat bagus untuk memenuhi kebutuhan terhadap model hewan uji di laboratorium dan klinik.
“Manfaatnya sangat besar dalam memenuhi prinsip 3R (Replacement, Reduction and Refinement) untuk mengurangi jumlah hewan yang digunakan dalam eksperimen secara in vivo,” jelasnya.
Konsep 3R ini penting dalam rangka mengimplementasikan poin no.12 dalam Sustainable Development Goals (SDGs): “to ensure sustainable consumption and production patterns”, karena konsep ini mengedepankan konservasi energi dan sumber daya. Irisan jaringan paru-paru ini dapat mempertahankan kompleksitas seluler dan arsitektur paru-paru, sehingga menyediakan platform yang hampir menyerupai kondisi aslinya untuk meneliti bakteri maupun virus patogen pada saluran pernapasan makhluk hidup.
“Oleh karenanya, sangat membantu dalam mengurangi penggunaan hewan uji dalam dunia riset maupun klinis,” paparnya.
Sumber: Fakultas Biologi
Editor : Agung Nugroho