Baru-baru ini, masyarakat digemparkan dengan penemuan gua bawah tanah yang ada di Desa Planjan, Saptosari, Kabupaten Gunungkidul, DIY pada 15 Oktober lalu. Gua yang berada di lokasi pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS), lalu ini berisi stalaktit dan stalakmit yang diperkirakan berusia ratusan tahun ini pun bikin heboh warga.
Guru Besar dari Fakultas Geografi UGM, Prof. Dr. Eko Haryono, M.Si. pihaknya penemuan gua bawah tanah di Gunungkidul hal yang wajar karena Gunungkidul adalah daerah dengan susunan karst. Dikarenakan gua ini tersibak akibat adanya aktivitas penggalian untuk pembuatan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS), menurutnya, proyek yang sedang berjalan harus menyesuaikan dengan sebaran gua tersebut sehingga pengkajian perihal ini menjadi penting. “Standar operasional prosedur mengharuskan untuk dilakukan penelitian terlebih dahulu mengenai jangkauan sebaran gua,” ujarnya, Senin (21/10).
Rencananya, pada bulan November mendatang, Eko dan tim ahli akan mulai melakukan eksekusi pemetaan gua. Pakar ilmu geomorfologi ini tengah berkoordinasi terlebih dahulu sebelum terjun ke lapangan. “Jika sudah diketahui sebaran gua, maka desain jalannya perlu untuk diubah atau digeser,” tegasnya.
Soal kehebohan warga untuk datang dan berusaha untuk berfoto di dalam badan gua. Bagi Eko, gua ini memiliki posibilitas menjadi objek wisata dengan syarat perlu diketahui terlebih dahulu daya dukung dan kapasitas gua untuk dimasuki pengunjung per harinya. “Nantinya hal ini akan kami teliti dari sisi geologi dan geofisika dengan mengukur temperatur dan CO2. Sirkulasi udara perlu dipastikan dulu keamanannya.”
Pengujian yang dilakukan Eko nantinya juga menghasilkan penilaian kondisi awal untuk menjamin keamanan manusia sekaligus lingkungan. Selain diolah menjadi rekomendasi pembangunan jalan, hasil kajian ini nantinya dimanfaatkan untuk pembuatan jalur gua bagi wisatawan demi meminimalisasi risiko kerusakan stalaktit dan stalakmit yang saat ini masih aktif dibuktikan dengan masih adanya kucuran air. “Pembentukan gua purba di Gunungkidul diperkirakan berusia ratusan ribu tahun, maka sebisa mungkin perlu dijaga,” paparnya
Sehubungan upaya penjagaan gua ini, Eko mencontohkan tindakan negara lain yang memberi kaca pada stalaktit dan stalakmit demi menjaga kehidupan di gua. Apalagi Gunungkidul adalah kawasan karst sehingga tersusun atas batuan kapur berpori. Pembentukan gua banyak terjadi di wilayah ini karena adanya aktivitas pelarutan. Saat ini, mulut gua telah ditutup dengan bebatuan hingga agar analisis dapat dilakukan semaksimal mungkin.
Penulis : Bolivia
Editor : Gusti Grehenson
Foto : sumeks.co