Banjir dan tanah longsor melanda Provinsi Aceh pada pertengahan November 2025. Bencana Hidrometeorologi yang terjadi telah berdampak di 18 kabupaten/kota di Aceh, tersebar di 226 kecamatan dan 3.310 desa. Ratusan korban dinyatakan meninggal dan hilang, dan puluhan ribu orang lainnya harus diungsikan akibat dari bencana tersebut. Informasi website Badan Penanggulangan Bencana Aceh menyebut selama periode 18 November s.d 2 Desember 2025 sebanyak 156 jiwa meninggal dunia di Provinsi Aceh dan 181 jiwa masih hilang. Korban tersebar di Bener Meriah, Aceh Tengah, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Tenggara, Aceh Utara, Aceh Timur, Lhokseumawe, Gayo Lues, Subulussalam, dan Nagan Raya, dan data ini diperkirakan akan terus bertambah seiring pencarian korban yang terus dilakukan.
Di sejumlah wilayah terdampak sangat memilukan, dan beberapa memperlihatkan kondisi kritis akibat bantuan logistik dan pelayanan kesehatan terhambat karena terputusnya akses transportasi dan jaringan komunikasi. Dinas Kesehatan Provinsi Aceh pun telah mengoperasikan Health Emergency Operation Center (HEOC) untuk mengatur pelayanan kesehatan di daerah terdampak. Dengan peran tersebut, Dinas Kesehatan sebagai Ketua Klaster Kesehatan/HEOC menjalin hubungan terintegrasi dengan klaster lain untuk satu sistem komando Penanganan Darurat Bencana Aceh.
“Sayang operasi HEOC inipun belum maksimal dapat dilakukan karena masalah akses pelayanan kesehatan, sistem komunikasi dan jaringan serta keterbatasan Bahan Bakar Minyak. Informasi lain didapatkan sejumlah Rumah Sakit, Puskesmas banyak terdampak, bahkan beberapa RS dan Puskesmas tidak dapat beroperasi, dan kondisi ini tentu saja semakin diperberat karena banyak tenaga kesehatan terdampak,” ucap Wahyu Kartiko Tomo, Selasa (9/12) melaporkan dari Aceh.
R. Wahyu Kartiko Tomo, Sp.B, Subsp. Onk (K) merupakan Ketua TCK-EMT AHS UGM. Tim ini merupakan Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK dan Pokja Bencana FK – KMK UGM yang bekerja sama dengan AHS UGM, dan kapasitas lokal Universitas Teuku Umar. Di Aceh, tim ini bertindak untuk memberi bantuan layanan baik medical maupun management support, dan melalui tim ini mereka juga berbagi informasi selama penanganan bencana hidrometeorologi Aceh. Tim berangkat pada hari Rabu (3/12) menggunakan kapal kargo berangkat sekitar pukul 20.00 WIB. Tim pertama yang berangkat tiba di RS sekitar pukul 10.00 WIB. Mereka berkoordinasi dengan Direktur RS, Kepala Seksi Pelayanan Medik, Kepala IGD, Kepala Rawat Inap dan Petugas IGD dari RS dr Muchtar Hasbie yang merupakan RS Tipe D Pratama dengan jumlah bed 28 bed.
Tenaga Medis yang diterjunkan Dokter umum sebanyak 6 orang, perawat 53 dan bidan 30, dokter gigi 1, perawat gigi 2, kesling 2, kesmas 1, radiografer 1, fisioterapi 1, analis 2, RM 3, teknis elektromedik 1, apoteker 2, asisten apoteker 2, nutrisionis 1. “Jumlah total kurang lebih 116 personil, dan dari semua personil RS tidak lebih dari 30 persen yang bisa bekerja dan membantu RS untuk operasional,” ujar Wahyu Kartiko.
Wahyu kartiko menuturkan Rumah Sakit yang sudah beroperasi saat ini baru sebagian saja dengan layanan terbatas. Pelayanan oleh dokter umum diatur dalam shift jaga, dan RS buka dari jam 08.00 sd jam 16.00. Pelayanan dilakukan oleh dua dokter umum yang dibagi satu dokter umum ke poliklinik dan satu dokter umum di IGD. Untuk perawat IGD dan poliklinik maka ditetapkan keharusan ada perawat jaga agar bisa memberi sesuai jam pelayanan 08.00 sd 16.00. “Di Aceh Utara jam kerja Rumah Sakit lima hari kerja. Sebelum bencana pasien perhari rerata, mereka memberi layanan 40 sd 70 pasien perhari. Sehabis bencana, baru membuka layanan per 1 Desember 2025, dan kasus paling banyak menangani penyakit kulit, ISPA dan gangguan pencernaan,” terangnya.
Lebih lanjut, Wahyu Kartiko mengatakan selama penugasan Tim AHS UGM tinggal di RS. Tim AHS UGM dalam bertugas dibagi 2 yaitu melakukan pelayanan kesehatan di RS dan melakukan pelayanan kesehatan mobile. Satu tim yang tergabung untuk pelayanan kesehatan mobile dilakukan oleh para dokter spesialis dalam, dokter spesialis anak dan dokter spesialis tulang. Mereka melakukan pelayanan ke daerah Kecamatan Langkahan, Kabupaten Aceh Utara yang berjarak sekitar 40 km dari RS Muchtar Hasbie. “Disana tim ini mendapat pendampingan langsung dari ibu Gubernur Aceh,” jelasnya.
Tim yang bertugas di Kecamatan Langkahan, kata Wahyu, melakukan pemeriksaan kesehatan kepada masyarakat terdampak. Selain susah sinyal, kondisi masyarakat di kecamatan ini sangat memprihatinkan, dan mereka memerlukan pelayanan kesehatan rutin. Selama tim melakukan pelayanan, terang Wahyu, terdapat 1 pasien, bayi usia 2 bulan menderita pneumonia ringan dan harus dirujuk ke RS. Tim pun lantas berkoordinasi dengan tim yang ada di RS untuk menyediakan bangsal untuk 1 orang bayi, 2 orang ibu dan 1 anak umur 6 tahun.
“Beberapa tindakan lanjutan yang dilakukan di RS Muchtar antara lain melaksanakan perawatan bedah dan trauma, 86 rawat jalan, Selain itu kita pun melakukan pengawasan terhadap beberapa penyakit menular seperti ISPA, skin infection, diare dan pengawan penyakit tidak menular Dyspepsia, Cephalgia, arthralgia dan 6 kasus trauma,” ungkapnya.
Penulis : Agung Nugroho
