Kawasan Transmigrasi Bena di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menyimpan potensi besar dalam sektor pertanian, hortikultura, dan perkebunan lahan kering. Meski begitu guna memaksimalkan potensi tersebut, kawasan ini memerlukan inovasi, penguatan rantai nilai, serta pendekatan pembangunan yang lebih terukur dan berbasis data. Melalui Program Tim Ekspedisi Patriot (TEP), Kementerian Transmigrasi menggandeng Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk melakukan kajian di lapangan serta merumuskan berbagai rekomendasi pembangunan berbasis riset.
Dengan melibatkan para akademisi lintas disiplin dalam program tersebut diharapkan mampu meningkatkan potensi yang dimiliki daerah sehingga berdampak untuk kesejahteraan masyarakat Kawasan Transmigrasi Bena di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Sebagai bagian dari rangkaian kajian Output 2, Tim Ekspedisi Patriot UGM bersama Pemerintah Kabupaten TTS belum lama ini menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertema Menakar Ulang Arah Pembangunan Kawasan Transmigrasi Bena: Refleksi dan Gagasan Penguatan Berbasis Kemandirian dan Kolaborasi.
Sekretaris Daerah Kabupaten TTS, Drs. Seperius E. Sipa, M.Si saat membuka FGD menyampaikan pentingnya perpaduan antara data dan realitas di lapangan. Lapangan. Bahwa pengembangan kawasan Bena memerlukan perpaduan antara data ilmiah dan konteks lokal empat kecamatan yang menjadi lokus transmigrasi yaitu Kecamatan Kolbano, Kecamatan Kualin, Kecamatan Kuanfatu, dan Kecamatan Amanuban Selatan. “Produktivitas pertanian yang belum optimal tentu menjadi tantangan utama di daerah ini. Belum lagi persoalan harga komoditas yang fluktuatif, serta minimnya sarana pascapanen yang membutuhkan kebijakan yang lebih terintegrasi dan kolaboratif,” ujar Seperius Sepa.
Jakob E.P. Benu, S. T, M. T, Plt. Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten TTS, menekankan pentingnya mengangkat kembali praktik pertanian lokal sembari menghadirkan teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas. Ia menjelaskan wilayah dengan dataran kering seperti Kecamatan Kualin dan Kecamatan Kolbano bisa menjadi calon pengembangan sentra hortikultura, sekaligus penyangga ekonomi kawasan. Bahkan Pemerintah Kabupaten TTS belum lama ini melakukan kerja sama dengan salah satu Non-Governmental Organization (NGO), ICRAF Southeast Asia dalam rangka melakukan pemetaan komoditas potensial baru yang memiliki kesesuaian dengan karakteristik lahan dan topografi Kawasan transmigrasi Bena, seperti kopi robusta di Kecamatan Amanuban Selatan dan kopi arabica di Kecamatan Kuanfatu. “Dengan adanya FGD kita semua berharap muncul feedback terhadap rencana pengembangan subsektor pertanian dan perkebunan, mengingat pentingnya kawasan ini dalam sumbangsihnya terhadap kebutuhan pangan dan perekonomian Kabupaten TTS,” paparnya.
Ir. Deni Prasetio Nugroho, S.T., M.T selaku Ketua Tim Ekspedisi Patriot Bena Output 2 dalam kesempatan ini menyampaikan berbagai kajian terkait komoditas unggulan dan sejumlah tantangan infrastruktur. Menurutnya komoditas unggulan seperti jagung, kemiri, kelapa, asam, hingga hortikultura bawang dan cabai yang ada di kawasan transmigrasi Bena, Kabupaten Timor Tengah Selatan memiliki prospek tinggi. Terlebih bila ditopang oleh penguatan kelembagaan, sistem pemasaran, dan infrastruktur. “Yang kami temukan adalah potensi komoditas yang besar namun belum memiliki sistem rantai nilai yang solid. Diperlukan collection point, kemitraan pasar, dan penguatan BUMDes sebagai aggregator,” ucap Deni, Kamis (13/11).
Bagi Dani, Program Transmigrasi Patriot merupakan bagian dari strategi nasional untuk menghadirkan pembangunan kawasan transmigrasi yang inklusif, produktif, dan berkelanjutan. Melalui kolaborasi antara pemerintah daerah, akademisi, dan masyarakat, kajian ini diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan yang konkret, mulai dari penetapan komoditas unggulan, penguatan ekonomi lokal, hingga pengembangan infrastruktur pendukung. “Ini adalah langkah awal untuk merumuskan desain pengembangan kawasan yang berdaya saing dan berkeadilan,” imbuhnya.
Dari catatan lapangan terakhir, Deni memberikan apresiasi tinggi atas dirilisnya merek beras Nona Bena. Beras Nona Bena merupakan hasil swadaya masyarakat di Kecamatan Amanuban Selatan. “Semoga inisiasi ini bisa menjadi langkah awal bangkitnya kelembagaan swadaya masyarakat, serta menjadi rujukan bagi daerah maupun komoditas lainnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Dr. Ir. Dewanti, M. S, dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM, menyoroti persoalan aksesibilitas yang masih menghambat pergerakan barang dan masyarakat. Ia menjelaskan kondisi jalan belum memadai seperti adanya jembatan rusak, dan terbatasnya layanan transportasi desa yang membuat komoditas unggulan sulit menembus pasar regional seperti Soe dan Kupang. “Ada tiga kunci utama yang bisa dilakukan untuk mengembangkan komoditas yang ada demi terwujudnya kesejahteraan bagi masyarakat, yaitu Kerja Nyata, Kolaborasi, dan Hilirisasi. Saya kira pertumbuhan ekonomi kerakyatan tidak akan tumbuh tanpa usaha pengembangan, pengolahan, dan pemanfaatan teknologi. Melalui spirit solidaritas yang menjadi modal sosial masyarakat, semua tentunya akan terkoordinasi lebih terarah antarsektor dan antarwilayah,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
