Maraknya kasus kenakalan remaja menjadi fokus banyak pihak. Mahasiswa sebagai agen perubahan yang memiliki peran menjadi salah satu pihak yang turut memberi perhatian dan kepedulian.
Mereka lantas mengkaji dan mencari solusi atas fenomena isu sosial ini. Berdasarkan data dari Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat adanya peningkatan kasus kriminalitas di berbagai wilayah Yogyakarta.
Data total ada 58 kasus laporan tindak kejahatan yang mayoritas pelakunya berasal dari kalangan remaja. Disinyalir salah satu penyebab terjadinya kenakalan remaja ini adalah lunturnya nilai-nilai kebudayaan dan tata krama. Nilai-nilai yang mulai tergeser akibat pesatnya perkembangan teknologi.
Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-PM) Universitas Gadjah Mada yang mendapat dukungan dari Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia memperkenalkan pentingnya tata krama atau unggah-ungguh. Tim PKM-PM UGM inipun mengkaji lunturnya tata krama dan unggah-ungguh serta pelestarian budaya kepada anak-anak khususnya di Dusun Tamanan, Desa Tamanmartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman.
Tim PKM-PM UGM menamakan kajian mereka Sinergi Nyawiji. Tim PKM-PM Sinergi Nyawiji ini terdiri dari lima mahasiswa yakni Afila Nisa, Dini Aurellya (Fakultas Teknik), Dorothea Eudora (Fakultas Geografi), Canesha Louise (Fakultas MIPA), dan Fella Sulfa (Fakultas Ekonomika dan Bisnis).
Dalam melakukan kajian Tim PKM-PM Sinergi Nyawiji mengajak anak-anak di Sanggar Memetri Wiji untuk mengenal keberagaman budaya di Indonesia, pelestarian budaya lokal, serta pentingnya unggah-ungguh atau tata krama dalam kehidupan sehari-hari.
Afila Nisa selaku ketua menyatakan tujuan dari program pembelajaran yang dilakukan Tim PKM-PM Sinergi Nyawiji UGM adalah untuk mengenalkan budaya dan tata krama kepada anak-anak. Pengenalan tersebut dilakukan dengan menggunakan bahasa Jawa sebagai bentuk pelestarian kebudayaan Jawa.
Sementara dalam kajiannya, Tim PKM-PM Sinergi Nyawiji UGM menggunakan metode pembelajaran yang menyenangkan, interaktif, dan fleksibel berdasarkan pada kurikulum yang telah disusun. Dengan metode seperti itu tentunya membuat anak-anak Memetri Wiji lebih antusias dan bersemangat.
“Ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang hanya berfokus pada tembang-tembang Jawa saja,” ujar Afila Nisa, di kampus UGM, Senin (22/7).
Dorothea Eudora menambahkan materi yang disampaikan berupa pengenalan budaya di Indonesia. Diantaranya macam-macam rumah adat, pakaian adat, alat musik tradisional, tarian adat, dan aksara jawa.
“Untuk unggah-ungguh kita menyampaikan dengan menggunakan alat peraga seperti kartu dan ular tangga, dan siswa kita ajak praktik langsung untuk menulis aksara jawa,” terang Dorothea.
Sedangkan untuk monitoring kepada siswa, kata Canesha Louise dilakukan dengan cara pemberian buku saku dan flipbook untuk memantau aktivitas siswa. Setelah mendapatkan materi mengenai unggah-ungguh, katanya para siswa diharapkan melakukan aktivitas tata krama yang telah tercantum pada buku saku.
“Seperti salim kepada orang tua, mengucapkan salam, membungkuk ketika berjalan di depan orang tua, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Sebagai implementasi pembelajaran mengenal budaya secara mendalam, dalam keterangan Fella Sulfa para siswa diajak untuk berkeliling Candi Prambanan. Mereka diperkenalkan mengenal asal-usul candi, macam-macam jenis candi dan relief yang ada.
“Setelah kunjungan ke Candi Prambanan, siswa diminta untuk menceritakan kembali pengalaman berkesan mereka selama pembelajaran,” papar Fella.
Nur selaku pengelola dan pengajar di Sanggar Memetri Wiji merasa senang dengan pembaharuan kurikulum yang dibawa oleh tim PKM-PM Sinergi Nyawiji UGM. Para siswa, disebutnya terlihat antusias menyambut program yang ditawarkan.
“Harapan kami program dapat memberikan pengetahuan kepada anak-anak tentang potensi yang ada di Dusun Tamanan, Kalasan,” ungkapnya.
Harapan yang sama disampaikan Dukuh Tamanan, Hasto. Ia sangat berharap agar Sanggar Memetri Wiji terus aktif berkegiatan sekaligus mendukung program kreativitas mahasiswa dari Tim PKM-PM Sinergi Nyawiji UGM.
“Kita semua berharap Memetri Wiji dapat menjadi aset Dusun Tamanan yang berharga serta Sanggar Memetri Wiji diharapkan akan terus beroperasi dengan para pengampu remaja,” ujar Hasto.
Dini Aurellya sangat berharap banyak kelanjutan dari Tim PKM-PM Sinergi Nyawiji UGM. Melalui program ini, ia berharap mampu melahirkan pelopor-pelopor kemandirian dalam melestarikan kebudayaan yang berpegang pada konsep kebaruan, agar program ini mampu menjadi wadah yang inspiratif dan edukatif bagi siapa pun yang ingin belajar dan menghargai keberagaman budaya Indonesia.
Penulis: Agung Nugroho