Berdasarkan data dari Asia for Animals Coalition pada 2021, Indonesia menjadi negara dengan peringkat pertama yang membuat konten eksploitasi hewan di media sosial. Kasus eksploitasi hewan di media sosial tersebut diperparah dengan adanya pemahaman di tengah masyarakat Indonesia bahwa eksploitasi hanya sebatas kekerasan.
Berangkat dari laporan tersebut Tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) Universitas Gadjah Mada melakukan penelitian mengenai eksploitasi hewan di media sosial dengan melihat sejarah eksploitasi hewan berdasarkan konsep Critical Animal Studies. Tim yang diketuai oleh Muhammad Fernanda Dhiyaul Hak (FIB), beranggotakan Fatiya Hasna Alifan (FIB), Nurul Hilda (FKH), dan Laras Tristanti (FIB) dibimbing Dr. Fahmi Prihantoro, M.A., juga menyusun strategi dalam meningkatkan kesadaran akan kesejahteraan hewan di Indonesia.
Fernanda menjelaskan pemahaman masyarakat soal eksploitasi hewan hingga saat ini hanya sebatas kekerasan yang didasari oleh pengalaman masa lalu. Hal ini diperkuat dengan teori psikologi lingkungan yang menyatakan bahwa persepsi masyarakat saat ini dibangun berdasarkan faktor pribadi dan memori atau pengalaman masa lalu. “Seiring berkembangnya zaman, bentuk-bentuk eksploitasi hewan pun juga berkembang, dengan didukung konsep five freedoms dalam animal welfare”, ujarnya, di Kampus UGM, Selasa (30/7).
Menurut Fernanda Pengalaman eksploitasi hewan di masa lalu tersebut dapat dikaji melalui konsep Critical Animal Studies (CAS). Pada intinya, CAS mempertanyakan segala bentuk privilege, antroposentrik, dan penindasan manusia terhadap hewan. Oleh karena itu, CAS memiliki komitmen kuat untuk mengakhiri eksploitasi terhadap hewan.
Ia pun menyatakan jika Tim PKM-RSH juga melakukan penyusunan strategi guna mengakhiri eksploitasi hewan di media sosial. Penelitian ini melibatkan 100 responden yang merupakan Warga Negara Indonesia. Penelitian ini juga melibatkan narasumber yang berasal dari kalangan aktivis kesejahteraan hewan, dokter hewan, sejarawan, dan arkeolog guna memperkuat data serta penting sebagai tanda bahwa ada pembicaraan dari dua arah.
Berdasarkan hasil penelitian, Fernanda menyampaikan bahwa kasus eksploitasi hewan di media sosial memiliki bentuk-bentuk yang berbeda setiap platformnya. Bentuk-bentuk ini berkembang mengikuti perkembangan zaman, dan terbukti, bahwa eksploitasi hewan tidak sebatas kekerasan.
Menurutnya dibutuhkan strategi baru yang dapat mencegah terjadinya kasus eksploitasi hewan di media sosial. Salah satu cara yang efektif adalah edukasi ke masyarakat supaya berhenti like, comment, subscribe, dan share karena hal itu dapat mempengaruhi engagement. “Apabila engagement terhadap konten bisa ditekan, maka secara efektif akan mengurangi peredaran konten di medsos,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Editor : Gusti Grehenson