Membangun rumah sebaiknya perlu memperhatikan sejumlah aspek penting didalamnya, tidak terkecuali dalam ketahanan bangunan dalam menghadapi bencana alam seperti gempa bumi. Pasalnya letak Indonesia yang berada di pertemuan tiga lempeng tektonik menjadikan risiko terjadinya gempa bumi semakin tinggi dan bisa datang kapan saja.
Kepala Balai Bahan dan Struktur Bangunan Gedung (BBSBG), Kementerian PUPR RI, Ferri Eka Putra, S.T., M.D.M., menyebutkan ada sejumlah kriteria yang perlu diperhatikan dalam membangun rumah yang tahan bencana. “Hal ini dimulai dengan memperhatikan bahan-bahan dan struktur yang akan digunakan saat membangun rumah,” jelas Ferri dalam talkshow bertajuk “Rumah Sederhana untuk Mendukung Infrastruktur Tangguh Bencana” yang digelar pada Kamis (10/10) di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM.
Ferri menuturkan salah satu kerusakan yang umum terjadi adalah kolom rumah yang ambruk dan dinding yang retak bahkan roboh. Hal ini biasanya disebabkan oleh proses konstruksi yang tidak sesuai dengan standar keamanan. “Umumnya bangunan yang roboh ini disebabkan oleh dinding yang tidak ada penopangnya,” tambahnya.
Meski begitu, bangunan yang baik tidak selalu bangunan yang kokoh, tetapi bisa juga bangunan yang diizinkan untuk meredam kerusakan dan memberikan waktu bagi penghuninya untuk evakuasi. Untuk itu, ia menganjurkan masyarakat yang ingin membangun rumah untuk mengecek kesesuaiannya dengan acuan pembangunan rumah sederhana yang aman yang dimuat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 Tahun 2021. “Untuk membangun, apalagi jika dalam dana yang tidak cukup fleksibel, pastikan dan utamakan fungsi dan strukturnya terlebih dahulu,” tutupnya.
Nanda Ika Dewi Kumalasari, S.Ant., M.A., dari Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (BP2P) Jawa III mengatakan pihaknya bertugas melaksanakan pembangunan rumah susun, rumah khusus, rumah swadaya, prasarana, sarana, dan utilitas umum, serta koordinasi penyediaan lahan dan pengembangan hunian. Dalam hal ini, BP2P memiliki layanan Klinik Rumah Swadaya (KRS). Menurutnya, KRS ini adalah sebagai sumber pengetahuan untuk layanan teknik dan layanan informasi bagian perumahan terkait rumah sederhana yang tahan bencana.
Ia menyebutkan masyarakat dapat memanfaatkan layanan KRS ini untuk mengkonsultasikan rencana pembangunan rumah yang dapat disesuaikan dengan kondisi di sekitar tempat pembangunan dan juga dana yang dimiliki klien. “Kita nantinya menyediakan desain rumah dan pekerja bangunan yang sudah tersertifikasi. Untuk konsultasi sendiri, masyarakat tidak perlu khawatir sebab BP2P menyediakan layanan KRS secara gratis,” terangnya.
Ia menyebutkan tahun ini, BP2P sudah hampir melayani 1.500 layanan dan kedepannya berusaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan sehingga dapat membantu masyarakat dalam mewujudkan hunian yang aman dan selamat.
Pakar gempa bumi dan struktur bangunan dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan UGM Prof. Ir. Bambang Suhendro, M.Sc., Ph.D., IPU., mengatakan proses terjadinya gempa bumi disebabkan oleh pergeseran lempeng-lempeng tektonik secara mendadak terjadi dengan kekuatan yang beragam. Adanya pergeseran atau patahan pada lempeng ini menyebabkan energi yang tersimpan kemudian lepas dan mengakibatkan munculnya getaran.
Menghadapi ancaman gempa bumi terhadap ketahanan bangunan rumah, masyarakat Indonesia sejak dahulu memiliki model arsitektur rumah dengan kearifan lokal yang aman dari bencana alam seperti gempa. “Jika kita lihat, nenek moyang kita memiliki kearifan atau pengetahuan yang dapat dilihat dari gaya rumah-rumah adat di Indonesia, misalnya rumah adat Jawa dan Sumatera Barat,” paparnya.
Menurut Bambang Suhendro, jenis-jenis bangunan ini sesuai dengan kondisi alam yang dihadapi oleh nenek moyang bangsa Indonesia saat itu. Misalnya, beberapa rumah adat seperti di Sulawesi dan Sumatera yang berongga pada bagian bawahnya didesain sedemikian rupa sebagai perlindungan saat ombak atau banjir menerpa.
Selain itu, fungsi kolong pada rumah adat itu dapat digunakan sebagai penyimpan hasil bumi atau mengikat hewan ternak yang dimiliki. “Untuk itu, kita perlu belajar dari kearifan lokal yang tersimpan di rumah adat untuk dikembangkan menjadi rumah yang siap dan tangguh menghadapi bencana alam,” pungkasnya.
Sekedar informasi, kegiatan talkshow soal rumah sederhana tahan gempa ini merupakan salah satu rangkaian dari Peringatan Hari Habitat Dunia dan Hari Kota Dunia 2024 yang digelar BBSBG bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada. Memperingati hari habitat dunia ini bertujuan untuk mengingatkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan hak dasar berupa tempat tinggal yang layak dan berkelanjutan di masa depan.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie