
Perubahan lanskap kerja public relation (PR) atau pranata humas kini tidak hanya berhadapan dengan media konvensional tetapi juga harus bersaing dengan kecanggihan artificial intelligence (AI). Oleh karena itu, pranata humas untuk tidak perlu takut terhadap teknologi, melainkan menjadikannya alat bantu dalam memperkuat fungsi komunikasi yang lebih humanis dan berdampak. “AI lebih cepat dan akurat dalam menulis press release, yang tidak bisa dilakukan AI itu memahami emosi, empati, dan membangun kepercayaan,” ujar Praktisi Kehumasan Pratiwi Damayanti, S.I.P., dalam workshop kehumasan yang bertajuk ‘Peningkatan Citra Jenama dengan Berorientasi pada Pemangku Kepentingan’. Kegiatan ini dilaksanakan di kawasan Wisdom Park UGM, Selasa (18/6).
Dama, demikian ia akrab disapa memaparkan pentingnya penguatan identitas jenama institusi melalui pendekatan yang fokus pada pelanggan, baik itu mahasiswa, mitra kerja, media, maupun masyarakat umum. Dalam konteks UGM, hal ini berarti membangun relasi yang hangat namun tetap profesional dengan seluruh pemangku kepentingan kampus. Menurutnya, komunikasi yang efektif bukan hanya soal menyampaikan informasi, tetapi juga soal membangun koneksi emosional yang kuat. Ia mengajak para peserta untuk menanamkan nilai pelayanan sebagai pondasi utama dalam setiap interaksi publik. “Kalau mau bertahan sebagai humas, jadilah humas yang manusiawi, yang bisa membuat orang merasa didengarkan dan dipahami,” tuturnya.
Ia menyebutkan ada lima tahapan dalam pendekatan customer focus turut dipaparkan secara rinci, yakni membangun kesan pertama yang baik, menunjukkan empati, menawarkan solusi, mengeksekusi bantuan secara konkret, dan menjaga hubungan jangka panjang Ia menambahkan bahwa kemampuan mendengarkan dengan empati sering kali lebih dihargai ketimbang jawaban cepat tanpa sentuhan personal. Kelima tahapan ini, menurutnya, harus menjadi kebiasaan yang ditanamkan dalam budaya kerja humas. Tanpa pendekatan yang konsisten, kepercayaan publik akan sulit diraih dan dipertahankan. “Kalau energi kita di awal sudah baik, itu sudah setengah kemenangan,” kata Dama sambil mencontohkan pentingnya first impression dalam membangun komunikasi yang efektif.
Dama juga mengingatkan bahwa kehumasan tidak cukup hanya mengandalkan keahlian komunikasi lisan dan tulisan. Humas perlu menguasai data, statistik, dan indikator kinerja agar dapat berbicara dalam bahasa yang dipahami oleh pimpinan. Ia menyarankan agar staf humas mulai membangun kebiasaan menyusun Key Performance Indicator (KPI) yang terukur. Dengan pendekatan berbasis data, peran humas akan semakin diakui dalam pengambilan keputusan strategis. “Tampilkan datanya. Tunjukkan bahwa satu staf humas harus menghadapi ratusan email dan pertanyaan publik setiap hari. Baru itu bisa jadi dasar kebijakan,” tegasnya sembari mengajak peserta membayangkan nilai kerja humas yang sering kali tidak tampak secara kasat mata.
Di penghujung sesi, Dama menitipkan pesan penting kepada seluruh staf humas UGM agar mampu merumuskan ulang strategi komunikasi yang tidak terjebak pada isu-isu permukaan. Ia juga mendorong agar setiap kampanye dan narasi komunikasi institusi senantiasa mengarah pada nilai kebermanfaatan dan pemberdayaan. Ia menegaskan bahwa citra jenama institusi bukan sekadar logo atau slogan, tetapi cerminan nilai-nilai yang dijalankan secara konsisten. Karena itu, humas perlu terus mengasah kepekaan sosial agar mampu menyampaikan pesan institusi secara tepat dan bermakna. “Tolong semua kekuatan UGM diarahkan untuk menyuarakan harapan dan masa depan anak muda Indonesia. Kita sedang menghadapi resesi global, yang dibutuhkan publik adalah gagasan dan kerja nyata,” tandasnya.
Workshop kehumasan kali ini tidak hanya memperkuat aspek teknis dalam kerja kehumasan, tetapi juga meneguhkan kembali misi strategis humas sebagai penghubung kepercayaan antara institusi dan publik. Di tengah tantangan digitalisasi dan transformasi sosial, humas dituntut untuk terus relevan, adaptif, dan berani tampil sebagai garda depan komunikasi yang inspiratif. Dengan tetap berfokus pada pelanggan dan menjunjung tinggi nilai empati, humas UGM diyakini mampu menjaga citra jenama kampus yang mengakar kuat, menjulang tinggi.
General Manager Gama Residence UGM, Wiwit Wijayanti, S.I.P., M.Sc., hadir membuka kegiatan sekaligus menyampaikan tentang pentingnya peran humas sebagai wajah institusi di tengah perkembangan teknologi dan ekspektasi publik yang semakin tinggi. Ia juga menambahkan bahwa perkembangan teknologi dan perubahan karakteristik audiens menuntut humas untuk selalu berinovasi dan beradaptasi. Kegiatan seperti ini, menurutnya, menjadi ruang penting untuk saling belajar dan memperkuat kompetensi antarunit.
Wiwit menekankan bahwa staf humas harus tanggap terhadap perubahan dan mampu mengembangkan pendekatan komunikasi yang sesuai dengan kebutuhan zaman. “Saya sendiri sebagai mantan staf humas sangat merasakan betapa dinamisnya dunia kehumasan. Setiap masa punya tantangan yang berbeda,” ujar Wiwit.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Donnie