
Transportasi lokal di Indonesia menghadapi tantangan, terutama di komunitas pedesaan dan pinggiran kota. Layanan bus dan minivan yang menjadi andalan tranportasi umum, dan telah berjalan dalam beberapa dekade sebagai sumber kehidupan di daerah-daerah kini mengalami jumlah penurunan yang cukup tajam. Penurunan inipun telah mengakibatkan hilangnya layanan ini di beberapa wilayah pelosok pedesaan.
Terjadinya fenomena menghilangnya transportasi desa ini, menurut Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM,Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D., disebabkam adanya pergeseran sosial yang kuat. Terjadi percepatan kepemilikan sepeda motor yang begitu pesat, dan proliferasi layanan ride-hailing. Transisi inipun dikatalisis oleh kebijakan pemerintah yang meringankan kredit pembelian sepeda motor ditambah pemasaran agresif yang menjangkau desa-desa terpencil.
“Tentu saja hal ini menyebabkan lonjakan kepemilikan kendaraan pribadi. Peningkatan ini secara langsung berkontribusi pada berkurangnya jaringan transportasi umum formal yang pernah menjadi tulang punggung mobilitas masyarakat”, ujarnya dalam webinar internasional bertema Local Public Transport in Indonesia from a Japanese Perspective yang dikirim ke wartawan Jumat (15/8).
Dimensi kemanusiaan dari krisis ini, menurut Ikaputra, sangat memprihatinkan. Penurunan layanan transportasi umum telah berdampak sangat parah pada kelompok non-pengemudi, termasuk warga lanjut usia, orang muda, dan penduduk berpenghasilan rendah. Bagi mereka hilangnya transportasi umum, bukan saja hanya menyangkut soal ketidaknyamanan namun menghalangi sekaligus mengurangi mobilitas mereka. “Lagi-lagi ini membatasi akses orang tua, orang muda, dan penduduk berpenghasilan rendah pada pendidikan, perawatan kesehatan, dan peluang ekonomi, dan secara sosial mengisolasi mereka”, ungkapnya.
Webinar internasional dengan tema Local Public Transport in Indonesia from a Japanese Perspective diselenggarakan Pusat Studi Transportasi dan Logistik UGM. Webinar menghadirkan dua pembicara yaitu Dr. Ir. Dewanti, M.S dari Universitas Gadjah Mada dan Sotaro Yukawa, P.hD, Associate professor, Osaka University of Commerce.
Membahas Rural Transport Transformation in Indonesia, How Transport Services Shape Rural Development, Case Study: Klaten Rural Area, Dewanti menjelaskan kebijakan transportasi pedesaan sebagian besar telah dibentuk oleh paradigma modernisasi yang mencerminkan bias perkotaan, membingkai penyediaan jalan sebagai prasyarat mendasar untuk mobilitas dan pembangunan pedesaan. Kebijakan transportasi pedesaan saat ini, disebutnya, cenderung tetap terfragmentasi dan bersifat sektoral, dengan penekanan utama pada penyediaan infrastruktur transportasi.
Dewanti menuturkan sekitar 75 persen orang miskin di dunia tinggal di daerah pedesaan, dan mereka menghadapi keterbatasan yang signifikan terhadap fasilitas umum dan layanan penting. Kurangnya layanan transportasi pedesaan yang memadai berdampak buruk pada mobilitas dan aksesibilitas di daerah pedesaan. “Di beberapa negara berkembang, perempuan secara tidak proporsional menanggung beban transportasi. Telah terjadi pergeseran penting dalam prioritas pembangunan pedesaan, menjauhnya pembangunan dari fokus pertanian ke sektor non-pertanian,” papar Dewanti.
Sotaro dalam paparannya soal Rethinking Local Public Transport in Indonesia from a Japanese Perspective: Lessons from Klaten Regency, Central Java and Japan menyatakan alasan ketertarikan pada transportasi umum pedesaan di Indonesia. Disebutnya, masalah transportasi umum di daerah pedesaan di Jepang menjadi masalah serius dan telah menjadi pemahaman umum di kalangan peneliti. Banyak peneliti di Jepang berasumsi kepemilikan mobil masih terbatas di negara-negara berkembang sehingga transportasi umum tetap berkembang dengan baik.
Namun, setelah tinggal dan melihat langsung di Malaysia, Sotaro sebagi peneliti menyaksikan terjadinya penurunan jaringan transportasi umum. Pun yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2026, meskipun kepemilikan mobil belum begitu tinggi. Hal inilah yang kemudian mendorong Sotaro untuk mengeksplorasi penyebab dan prospek masa depan transportasi umum pedesaan di beberapa negara.
Dari penelitian yang ia lakukan di Kota Klaten, yaitu di Cawas, Wedi, dan Manisrenggo yang menyasar pasar, kantor pemerintah, sekolah, dan desa, Sotaro menandaskan perlunya transportasi umum bagi lansia dan pelajar. Menurutnya diperlukan modal sosial yang kuat di daerah pedesaan guna menghadapi tantangan dalam menyediakan transportasi umum lokal. “Sesungguhnya apa yang terjadi, terjadi juga di Jepang. Meskipun di Jepang sering dianggap memiliki sistem transportasi umum yang sangat maju, namun kenyamanan ini terbatas pada daerah metropolitan utama seperti Tokyo dan Osaka. Di daerah pedesaan, ada juga masalah-masalah mendesak seperti penurunan penumpang bus, masalah mengemudi yang sudah lansia karena penuaan penduduk, dan terbatasnya dukungan pemerintah untuk transportasi umum,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : starnewsid.com