Jelang Pemilu 2024, bakal calon presiden semakin gencar melakukan kampanye di masyarakat. Momen ini tidak terlepas dari peran media digital sebagai salah satu kanal yang digunakan masyarakat untuk menilai calon politik dan partainya. Setiap bakal calon presiden nampaknya memiliki pembangunan narasi yang berbeda melalui media digital. Untuk itu, Center for Digital Society (CfDS), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM melakukan kajian media sosial X dan Instagram dari tiga bakal calon presiden selama 10 tahun terakhir yang dirilis pada Rabu (18/10).
“Melatarbelakangi penelitian ini, sebenarnya CfDS melihat adanya dinamika politik yang berubah selama 10 tahun terakhir. Tokoh-tokoh yang ada di dalamnya juga menarik, karena kadang berada di kubu berbeda atau merapat dengan kubu yang lain. Itu merupakan dinamika yang sangat berbeda mulai tahun 2014-2023. Kenapa di media sosial? Karena di Indonesia berdasarkan laporan terakhir, 167 juta orang merupakan pengguna media sosial yang aktif,” ungkap Iradat Wirid, selaku Deputi Sekretaris Eksekutif CfDS UGM. Riset ini juga dihadirkan setelah digelarnya acara adu gagasan 3 bacapres beberapa waktu lalu di UGM yang menuai berbagai reaksi dari masyarakat.
Berdasarkan hasil telaah dalam media sosial X, akun dua bacapres, yakni Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo menunjukkan aktivitas yang masif. Total tweets akun @AniesBaswedan sejak tahun 2014, hingga saat ini mencapai 4.700 tweets dengan rerata 1,1 per hari. Sedangkan akun @GanjarPranowo bahkan mencapai 86.301 tweets dan rerata 24,1 tweets per hari. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding dua bacapres lainnya. Berbeda dengan Anies dan Ganjar, akun @PrabowoSubianto cenderung mengalami penurunan aktivitas dengan total 2.543 tweets dan rerata 0,7 per hari. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan prioritas media yang dipakai oleh tiga bacapres.
“Pak Prabowo ketika menjadi menteri pertahanan dan juga menuju menjelang menjadi bacapres ini sudah tidak menggunakan X untuk membangun narasi. Narasi-narasi yang dibangun juga cenderung menghubungkan dengan partai, hampir tidak secara personal. Sedangkan untuk Pak Ganjar, ini banyak memposting keluhan-keluhan warga, khususnya di daerah Jateng dengan bahasa-bahasa yang ringan. Kalau untuk Pak Anies, yang menarik beliau menggunakan X ini untuk membuat gagasan yang panjang. Diawali dengan cerita, latar belakang, kemudian poin apa yang ingin disampaikan,” tutur Iradat.
Selain itu, baik dalam media sosial X maupun Instagram, ketiga bacapres sama-sama mengunggah postingan dengan tokoh-tokoh atau unsur agama Islam. Fakta ini diketahui menjadi salah satu strategi untuk menyasar beberapa target pasar, khususnya komunitas keagamaan. Ganjar banyak memperlihatkan kedekatannya dengan keluarga, komunitas ibu-ibu, dan tokoh agama. Untuk akun Anies, sangat mengedepankan citra intelektual, keterlibatan dengan masyarakat profesi tertentu, serta konten kepartaian. Sedangkan Prabowo, konsisten memperlihatkan pertemuan dengan tokoh nasional-internasional, dan penggunaan bahasa lokal tertentu.
“Setiap hari, mereka memastikan sesuatu untuk diposting dan menjaga citra mereka. Namun, visi misi mereka masih belum terlihat jelas dalam akun ketiga bacapres. Jadi tidak ada interaksi terkait itu. Rekomendasi tentunya, pentingnya mengedukasi pemilih dengan pendekatan berbasis gagasan/isu daripada pembangunan citra semata. Riset ini juga masih dalam cakupan status bacapres, nanti pasti akan ada perbedaan ketika resmi menjadi capres. Nanti kita lihat lagi dinamikanya,” tambah Iradat.
Penulis: Tasya