
Universitas Gadjah Mada kembali melangsungkan upacara wisuda Program Sarjana dan Diploma Periode IV Tahun Akademik 2024/2025. Dalam wisuda di hari kedua Rabu (27/8) di Grha Sabha Pramana, Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D mewisuda 1.245 lulusan dari keseluruhan sebanyak 3.664 lulusan pada wisuda periode ini. Sebanyak 1. 245 lulusan Program sarjana tersebut berasal dari 6 fakultas yaitu Fakultas Filsafat, Fakultas Teknik, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Memimpin upacara wisuda di hari kedua, Rektor kembali mengingatkan bahwa Universitas Gadjah Mada tetap berkomitmen mempersiapkan lulusan dengan karakter unggul, inovatif, dan adaptif. Dengan komitmen tersebut para lulusan diharapkan memiliki bekal pengetahuan serta keterampilan komprehensif sehingga mampu memperluas peluang kerja bahkan menciptakan lapangan kerja, meningkatkan mindset dan karakter entrepreneur, memperluas jejaring kolaborasi dengan industri, termasuk mengembangkan industri kreatif untuk mendorong kemandirian bangsa.
“Melalui program pengabdian KKN-PPM, penguatan UMKM, maupun paradigma pendidikan inklusif, mahasiswa UGM terus berproses mengasah kapasitas kompetensi dan mengembangkan pemikiran kritis dalam melihat dinamika realitas sosial secara lebih dekat,” ujarnya.
Ajar Edi, selaku SVP, Head of Regulatory and Government Affairs, PT Indosat, sekaligus Ketua Bidang Kerjasama dan Hubungan antar Lembaga PP KAGAMA mengajak para lulusan UGM untuk tidak ragu bergabung dan bekerja di perusahaan-perusahaan global. Meski lulus dari Fakultas Filsafat UGM, ia menyebut di semua perusahaan global menyediakan beberapa role yang diperuntukan bagi lulusan lintas keilmuan.
Memiliki sejumlah pengalaman di beberapa perusahaan global seperti di Chevron, Microsoft dan Indosat, Ajar Edi menyebut beberapa perusahaan global saat ini sesungguhnya sebangun dengan nilai-nilai ke-UGMan. Karena itu, iapun kemudian tak segan menyampaikan 3 kunci untuk bisa berkarir di perusahaan-perusahaan global. Pertama, perusahaan global meyakini inkluisifitas sebagai nadi utama karena mereka beroperasi secara global. “Karyawannya datang dari beragam negara, agama, budaya. Di UGM? Sama saja kan, semua punya teman dari penjuru Indonesia, bahkan dari beberapa negara. Mereka membawa budaya, bahasa, pilihan yang berbeda. Yang penting, bagaimana dengan beragam perbedaan, bisa membawa kemajuan bisa saling berkolaborasi”, paparnya.
Kedua, kata Ajar Edi adalah semangat kerakyatan atau dalam istilah lainya sebagai empati. UGM telah mengajarkan kepada para lulusan untuk empati atau berguna bagi orang lain. Bahwa kesuksesan diukur bagaimana bisa membuat sukses organisasi bagi masyarakat, membantu sukses orang lain, dan baru kemudian sukses buat diri sendiri. “Bagi perusahaan global, empati adalah urat nadi dari semangat kolaborasi. Ketiga, adalah semangat rendah hati. Lulusan UGM, pasti dikenal humble, rendah hati. Namun, dalam konteks berkarir di dunia industri, harus dipastikan rendah hati tidak harus menjadi rendah diri. Perusahaan di manapun butuh inovasi untuk terus hidup, dan energinya adalah kompetitif, daya juang. Kalau mbak-mbak wisudawan yang suka nonton Drama Korea, pasti akrab dengan kata ini, fighting,” ucapnya.
Ajar Edi optimis dengan terus merawat tiga DNA UGM ini maka para lulusan UGM sudah pasti akan menjadi orang baik dan bisa bertempur di dunia industri manapun. Menurutnya akan lebih sempurna jika para wisudawan mengerjakan kunci keempat yaitu banyak teman, atau dalam bahasa Jawa srawung atau kekancan. “Yang ini tentunya bisa dimulai dengan aktif di Kagama. Banyak teman di Kagama akan menjadi pintu beragam kesempatan baru. Bisa di Kagama Pusat, Kagama Fakultas, Kagama Jurusan, bahkan kagama komunitas,” imbuhnya.
Yunanto Budi Prasetyo mewakili para lulusan menyatakan bahwa mencari ilmu bukan hanya soal teori di kelas melainkan juga kisah perjalanan, interaksi dengan sesama, serta pengalaman nyata yang membentuk cara pandang terhadap dunia. Ia meyakini setiap ilmu dan pencapaian tidak pernah datang dengan mudah, bahkan ia hadir bersama peluh, air mata, dan keraguan.
Menurut Yunanto justru dari proses yang demikian setiap individu dibentuk oleh tantangan agar bisa menjadi pribadi yang tangguh dan siap menghadapi masa depan. “Dalam perjalanan ini saya teringat pesan seorang ahli geologi, James Hutton, the present is the key to the past, artinya apa yang ada saat ini merupakan kunci dari semua proses yang terjadi di masa lalu, sama dengan perjalanan yang telah kita lalui, dan menjadi bagian dari proses untuk menata masa depan,” ungkap lulusan Fakultas Teknik UGM ini.
Dalam wisuda hari kedua untuk lulusan Program Sarjana tercatat rerata masa studi periode ini adalah 4 tahun 2 bulan. Masa studi tercepat diraih oleh 5 lulusan yang berhasil menyelesaikan pendidikan dalam waktu 3 tahun 8 bulan 5 hari, dan satu di antaranya Demetria Dahayu Kayla Didrika, dari Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik. Usia rata-rata lulusan Program Sarjana adalah 22 tahun 6 bulan 15 hari, dengan lulusan termuda diraih Duiddo Imaani Mohammad dari Program Studi Hukum, Fakultas Hukum, yang berhasil menyelesaikan studi sarjananya pada usia 20 tahun 5 bulan 11 hari.
Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) rata-rata untuk lulusan Program Sarjana Periode ini adalah 3,59. Wisudawan yang berpredikat Pujian sebanyak 2.224 lulusan (70,60%), berpredikat Sangat Memuaskan sebanyak 863 lulusan (27,40%) dan berpredikat Memuaskan sebanyak 41 lulusan (1,30%), serta yang lulus tanpa predikat 22 lulusan (0,70%). Sementara itu, IPK tertinggi periode ini diraih Stephani Gabriella Wijayawati dari Program Studi Hukum, Fakultas Hukum dengan IPK 4,00 sekaligus mendapat predikat dengan Pujian.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Donnie