Universitas Gadjah Mada (UGM) menerima kunjungan Menteri Transmigrasi Republik Indonesia, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, di Gedung Pusat UGM, Selasa (14/1) lalu. Pertemuan ini menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi dalam upaya membangun kawasan transmigrasi yang berbasis sumber daya manusia berkualitas dan teknologi.
Rektor UGM, Prof. Ova Emilia, menekankan pentingnya peran UGM dalam mendukung program transmigrasi dengan pendekatan yang komprehensif. Menurutnya, pembangunan tidak akan berhasil jika tidak dimulai dari mengatasi berbagai akar persoalan yang ada di masyarakat. “Kami sangat siap berkolaborasi untuk mengembangkan kawasan transmigrasi, terutama di sektor-sektor seperti pertanian, peternakan, dan perikanan,” ujar Prof. Ova.
Sebagai upaya mendukung program pengembangan kawasan transmigrasi ini, UGM menawarkan berbagai inisiatif inovasi kebijakan strategis di bidang transmigrasi. Salah satunya adalah melalui keterlibatan mahasiswa dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik di kawasan transmigrasi. Bahkan UGM juga membuka peluang pendidikan jarak jauh di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). “Kami ingin memastikan bahwa tempat bukan halangan untuk belajar, sehingga masyarakat di kawasan terpencil pun bisa mendapatkan akses pendidikan berkualitas,” tambah Prof. Ova.
Selain itu, UGM melalui Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) di Kulon Progo siap mengembangkan teknologi untuk mendukung sektor pertanian, peternakan, dan perikanan. UGM juga menyatakan kesiapan untuk berkolaborasi dengan Universitas Cenderawasih di Papua guna memberdayakan masyarakat lokal melalui riset dan teknologi. “Kami melihat peluang besar untuk mengembangkan kawasan transmigrasi dengan memanfaatkan riset dan teknologi inovatif,” ungkap Prof. Ova.
Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, menggarisbawahi tantangan dalam program transmigrasi, terutama terkait dengan ketidaksesuaian antara keahlian penduduk transmigran dan kebutuhan di wilayah baru. “Transmigrasi bukan hanya soal memindahkan penduduk, tetapi bagaimana menciptakan sinergi antara pendatang dan penduduk lokal. Fokus kita harus pada peningkatan kualitas SDM dan manajemen kawasan, sehingga transmigrasi menjadi lebih produktif dan berkelanjutan,” jelasnya.
Menteri menegaskan pentingnya kerja sama lintas sektor, termasuk dengan mitra non-APBN. “Kita tidak bisa hanya bergantung pada anggaran negara. Perlu ada kolaborasi dengan mitra swasta dan lembaga internasional untuk mempercepat industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi di kawasan transmigrasi,” ujarnya.
Dalam diskusi, kedua pihak sepakat membahas paradigma baru transmigrasi yang tidak hanya berorientasi pada pemindahan penduduk, tetapi juga menciptakan inklusivitas dan diplomasi budaya. “Kita harus membangun kawasan transmigrasi yang tidak hanya produktif, tetapi juga menjadi pusat pertukaran budaya antara pendatang dan penduduk lokal. Dengan cara ini, kita menciptakan kolaborasi yang menggerakkan daerah, bukan kompetisi,” tambah Menteri Iftitah.
Pertemuan ini diakhiri dengan komitmen UGM untuk terus merancang program pendampingan riset dan pengembangan kawasan transmigrasi secara holistik. “Kami percaya bahwa kolaborasi ini akan membawa manfaat besar, tidak hanya bagi masyarakat di kawasan transmigrasi, tetapi juga bagi pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan,” tutup Prof. Ova.
Pertemuan ini menjadi langkah strategis dalam membangun kawasan transmigrasi yang mandiri, inklusif, dan berkelanjutan, sekaligus mempertegas peran perguruan tinggi dalam mendukung pembangunan nasional.
Penulis : Rahma Khairunnisa
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto