
Universitas Gadjah Mada dan Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (Sekjen MPR RI) sepakat melakukan kerja sama penguatan kajian Ketatanegaraan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) yang berlangsung pada Jumat (4/7) di Ruang Sidang Pimpinan, Gedung Pusat UGM. Kerja sama ini menjadi langkah awal sinergi dalam bidang Tridarma Perguruan Tinggi, termasuk pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. “Kami mengucapkan terima kasih atas kepercayaan dari Sekretariat Jenderal MPR RI karena kami melihat universitas perlu diberdayakan sebagai ruang tumbuhnya pemikiran-pemikiran Indonesia,” ujar Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D.
Nota Kesepahaman Bersama ini akan berlaku selama lima tahun dan akan ditindaklanjuti melalui berbagai program konkret, khususnya bersama Fakultas Hukum UGM. Ruang lingkup kerja sama mencakup pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, penyusunan kajian akademik, penulisan jurnal, serta penyelenggaraan seminar dan diskusi tentang ketatanegaraan. “Kami memiliki 18 fakultas dan dua sekolah pascasarjana, sehingga UGM dapat menyumbangkan pemikiran lintas bidang untuk mendukung kerja-kerja kebijakan nasional, termasuk isu terkini seperti regulasi kecerdasan buatan dan etika penggunaannya,” jelas Ova.
Sebagai implementasi dari nota kesepahaman ini, UGM dan Sekretariat Jenderal MPR RI sepakat untuk segera menindaklanjuti dengan penyusunan perjanjian kerja sama (PKS) di tingkat fakultas maupun universitas. UGM juga mendorong pelibatan mahasiswa dalam berbagai program kerja sama, termasuk magang, riset, dan pelatihan kepemimpinan kebangsaan. “Kami kini fokus agar lulusan tidak hanya siap bekerja, tetapi juga mampu menciptakan lapangan kerja, sehingga program magang menjadi salah satu komponen penting dalam mendukung pengembangan kapasitas mahasiswa,” tutur Ova.
Sekretaris Jenderal MPR RI, Siti Fauziah, S.E., M.M., menyambut baik kerja sama ini dan menilai pentingnya peran akademisi dalam mendukung tugas-tugas konstitusional MPR RI. Ia menegaskan bahwa meskipun posisi MPR telah berubah dalam struktur ketatanegaraan, kebutuhan akan masukan akademis tetap sangat dibutuhkan. “Kami sangat bangga bisa membuat MoU hari ini dan berharap kerja sama antara MPR dan UGM dapat berjalan lebih intensif di berbagai bidang yang telah dirumuskan,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa kerja sama dengan UGM bukanlah hal baru, namun melalui nota kesepahaman ini ruang kolaborasi akan diperluas tidak hanya dengan Fakultas Hukum, tetapi juga fakultas-fakultas lainnya di UGM. Siti berharap kolaborasi ini dapat segera ditindaklanjuti secara konkret untuk memberikan manfaat tidak hanya bagi MPR, tetapi juga bagi DPR dan DPD yang membutuhkan masukan-masukan berbasis akademik. “Masukan dari universitas dan masyarakat sangat penting bagi perkembangan ketatanegaraan kita, karena bukan hanya berguna bagi MPR, tetapi juga bagi seluruh anggota parlemen,” pungkasnya.
Sebagai universitas nasional yang menjunjung tinggi nilai kerakyatan, kemandirian, dan keberlanjutan, UGM menegaskan komitmennya untuk terus menghadirkan solusi berbasis ilmu pengetahuan yang berpihak pada kepentingan rakyat dan kemajuan bangsa. Melalui kerja sama ini, UGM mempertegas perannya dalam membangun tata kelola negara yang demokratis, inklusif, dan berkelanjutan, serta berkontribusi dalam mewujudkan cita-cita Indonesia yang adil, makmur, dan berkeadaban.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Firsto