
Universitas Gadjah Mada dan Universiti Malaysia Sabah (UMS) sepakat menjalin kerja sama dalam bidang akademis dan penelitian di bidang pengelolaan hutan tropis. Penandatanganan naskah kerjasama keduanya telah dilangsungkan di Universitas Gadjah Mada pada hari Selasa (6/5). Naskah kerjasama ditandatangani Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha dan Kerja Sama, Dr. Danang Sri Hadmoko, S.Si., M.Sc., dan Profesor Datuk Dr. Kasim Hj. Mansor, Naib selaku Conselor Universiti Malaysia Sabah.
Secara khusus kerja sama keduanya akan fokus pada bidang konservasi keanekaragaman hayati tropis, pengelolaan sumber daya berkelanjutan, dan pemulihan ekosistem. Selain program pertukaran dosen dan mahasiswa, jalinan kerjasama akan dibangun melalui kegiatan publikasi akademis, penelitian, dan supervisi bersama, penyelenggaraan seminar, konferensi, simposium, kuliah, dan wacana intelektual dan lain-lain.
Datuk Kasim Hj. Mansor menyatakan dari total luas wilayah Sabah yang sekitar 7,4 juta hektar, 63 persen atau 4,6 juta hektar terdiri dari kawasan hutan. Sebanyak 3,8 juta hektar, atau 52 persen dari luas wilayah negara bagian, telah ditetapkan secara hukum sebagai kawasan hutan lindung, taman, dan kawasan konservasi satwa liar. “Tentunya kami sangat senang dengan kerjasama ini. Terlebih kerja sama ini akan melibatkan banyak ahli dari UGM khususnya mereka yang memiliki kepakaran di bidang konservasi keanekaragaman hayati tropis, pengelolaan sumber daya berkelanjutan, dan pemulihan ekosistem,” terangnya.
Datuk Kasim menyatakan Universitas Malaysia Sabah sangat bangga dengan keberadaan Fakultas Kehutanan Tropis yang dimilikinya. Fakultas ini, sebutnya, saat ini menduduki peringkat kedua fakultas kehutanan paling terkemuka di Malaysia setelah Universiti Putra Malaysia. Menurut QS World University Rankings by subject, Pertanian & Kehutanan UMS berada di peringkat #251.
Dengan luasan hutan Sabah saat ini, UMS merasa perlu menjalin kerjasama dengan pendekatan kolaboratif multisektor. Terletak di negara bagian Sabah yang indah dan memiliki keanekaragaman hayati, UMS terus berupaya mempertahankan budaya penelitiannya yang kuat. “Dedikasi kami untuk keberlanjutan dan komunitas yang dinamis dan multikultural. Sejak awal berdiri, UMS terus berkomitmen pada misinya untuk menjadi institusi dengan keunggulan pada pendidikan dan penelitian, yang tidak hanya memelihara pikiran tetapi juga memiliki dampak nyata pada masyarakat,” ucapnya.
Datuk Kasim menyebutkan sebelumnya, pihaknya sudah melaksanakan kerja sama secara khusus dengan Fakultas Kehutanan UGM melalui program mengirimkan perwakilan untuk mengikuti Forestry Summer Course yang diselenggarakan Fakultas Kehutanan UGM setiap tahunnya. Sementara selama tiga tahun terakhir, Fakultas Kehutanan UGM secara rutin mengundang pembicara dan dosen dari Fakultas Kehutanan UMS. Bahkan secara bersamaan, UMS mengirimkan mahasiswa sarjana dan pascasarjana. “Kunjungan akademik perdana telah dilakukan Fakultas Kehutanan UGM ke Fakultas Kehutanan Tropis UMS pada tanggal 6-7 Maret 2024 lalu”, imbuhnya.
Danang Sri Hadmoko mengatakan ada banyak kesamaan antara UGM dan UMS dalam bidang riset bidang kehutanan apalagi sama-sama berada di negara dengan kawasan hutan tropis. Ia menyebutkan Fakultas Kehutanan UGM telah banyak melakkan riset dan pengabdian dalam pengelolaan hutan. Bahkab Fakultas Kehutanan UGM dipercaya melakukan pengelolaan lebih dari 10.000 hektar hutan di Jawa Tengah sebagai hutan pendidikan. Di tahun 1960, UGM juga berhasil mengubah lahan kosong di daerah Gunung Kidul menjadi Hutan Wanagama sebagai daerah penghijauan yang saat ini tertata rapi. “Kita pun belum lama ini mendapat hibah dari negara untuk mengelola 600 hektar hutan di kawsan Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan. Sekarang ini, di lokasi tersebut kami sedang membangun waduk, dan beberapa kamar untuk para peneliti, dan beberapa asrama untuk para mahasiswa. Jadi, ketika semua konstruksi selesai, kami berkeinginan mengundang Anda untuk menjadi bagian dari komunitas kami, melihat ekosistem kami, untuk menjadi bagian dari penelitian kami”, katanya.
Danang menambahkan dalam menangani isu-isu mendesak seperti perubahan iklim sesungguhnya melalui para pemimpin negara telah dikembangkan banyak metode. Tidak hanya penggunaan teknologi, namun juga pengelolaan hutan tropis. Penelitian-penelitian pun dilakukan saat ini tidak hanya pada karbon, tetapi menyoroti terjadinya krisis keanekaragaman hayati. “Saya kira perlu kita pikirkan bersama. Masalah ini sangat mendesak karena perubahan iklim, dan pendekatan solusi berbasis alam, pendekatan berbasis ekosistem perlu dikembangkan dan diterapkan di berbagai tempat di Indonesia. Karenanya kami menyambut baik kolaborasi dengan Universiti Malaysia Sabah,” pungkasnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Firsto