Hidrogen merupakan unsur yang paling banyak di bumi. Ketersediaan hidrogen yang melimpah ini ternyata menyimpan potensi energi sebagai sumber tenaga. Beberapa negara maju sudah mulai melakukan riset dan mengadaptasi penggunaan hidrogen sebagai sumber daya energi terbarukan. Indonesia juga sudah mulai melakukan persiapan untuk transisi menuju energi terbarukan. Soal potensi hidrogen di tanah air ini tengah menjadi bahan riset dan kajian dari Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan University Groningen.
Rektor Universitas GM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., mengatakan energi hidrogen adalah energi yang potensial sebagai energi dengan kepadatan tinggi, tetapi menghasilkan karbon yang rendah. Meskipun demikian, ia mengakui bahwa implementasi hidrogen, utamanya di Indonesia masih memiliki sejumlah kendala, misalnya biaya hidrogen yang masih mahal dan permasalahan logistik. Sehingga diperlukan banyak kolaborasi riset terkait pengembangan bidang teknologi ini. “Kami di UGM berkomitmen untuk secara aktif melakukan riset teknologi hidrogen,” kata Rektor saat membuka kegiatan kursus musim panas ini mengusung tema “Hydrogen’s Role in Energy Transition: Perspective and Challenges”. Kali ini, PSE UGM bersinergi dengan University of Groningen untuk mengadakan kursus yang dirancang untuk memberikan wawasan mendalam dan inovatif tentang energi hidrogen.
Tim Ahli PSE UGM Prof. Dr. Eng. Deendarlianto, S.T., M.Eng., menuturkan bahwa PSE UGM tengh mengembangakan hydrogen valley atau ekosistem yang bermanfaat dengan energi hidrogen di sekitar kampus UGM. Penerapan ekosistem merupakan sebuah kolaborasi jangka panjang yang meliputi meliputi pengembangan, produksi, dan penyimpanan energi hidrogen. “Pengembangan teknologi ini juga harus diikuti dengan pendekatan multidisiplin sehingga dapat membantu pemerintah dalam pengimplementasian hidrogen di Indonesia,” ujarnya.
Perwakilan University of Groningen, Prof. Bayu Jayawardhana menerangkan penggunaan teknologi hidrogen dalam satu dekade akhir ini yang mulai marak diterapkan di beberapa negara, salah satunya Belanda. Melalui kerja sama antara UGM dan University of Groningen akan sangat membantu penerapan energi hidrogen. “Pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki di Groningen dapat membantu penerapan dengan kasus yang unik di Indonesia,” ujarnya.
Sementara Atase Pendidikan Belanda di Kedutaan Belanda di Jakarta, Yvonne Klerks, M.Sc. juga turut menyebut pentingya penggunaan tenaga hidrogen di Belanda. Ia menyebut Belanda sebagai pengguna terbesar hidrogen setelah Jerman. Dedikasi Belanda ini juga turut ditandai dengan persetujuan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Belanda pada G20 2020 lalu untuk memerangi krisis iklim.
Dalam kesempatan itu, Yvonne sebagai perwakilan Pemerintah Belanda dalam kegiatan ini mengapresiasi kerja sama pendidikan antara perguruan tinggi di Indonesia dan Belanda dalam bidang riset ini. “Semoga kegiatan ini dapat mendukung kolaborasi riset dan pendidikan antara Belanda dan Indonesia,” ucapnya.
Kepala PSE UGM Prof. Ir. Sarjiya, S.T., M.T., Ph.D., IPU., mengatakan hidrogen sebagai sumber energi yang potensial. melalui kerja sama dengan Universitas Groningen bisa memberikan kesempatan adanya transfer pengetahuan antara UGM dan Groningen soal pemanfaatan energi hidrogen. “Melalui kursus ini akan dibagi menjadi dua sorotan, yaitu mengkaji hidrogen dari aspek kebijakan dan aspek teknologi,” ujarnya.
Kegiatan summer course akan dilaksanakan pada 19—23 Agustus 2024 ini dirancang untuk memberikan wawasan mendalam dan inovatif tentang energi hidrogen. Pada hari pertama dan kedua, peserta akan diajak untuk mendalami potensi hidrogen sebagai energi bersih dan strategi kebijakan untuk ekosistem hidrogen yang berkelanjutan. Hari ketiga sampai hari terakhir, nantinya peserta akan berfokus pada inovasi penelitian dan teknologi terbaru dalam produksi dan aplikasi hidrogen, serta membahas tantangan dan solusi yang dihadapi. “Selama lima hari ini, peserta akan mendapatkan kesempatan untuk belajar dari para ahli internasional dan nasional, serta membangun jaringan dengan akademisi dan praktisi di bidang energi hidrogen,” kata Prof. Sarjiyo.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson