Pernahkah kita menyaksikan atau mendengar pasien yang sudah beberapa kali melakukan pengobatan, namun tidak kunjung sembuh? atau pasien yang harus rutin minum obat selama bertahun-tahun, namun tidak menunjukkan adanya perubahan padahal sudah berganti dokter. Kasus tersebut bukan soal jenis penyakit yang diderita tidak bisa disembuhkan, melainkan tubuh si pasien mengalami resistensi terhadap obat tertentu. Untuk mengetahui hal itu perlu dilakukan pemeriksaan genomik atau molekuler untuk meningkatkan kapasitas diagnosis, dan menetapkan risiko penyakit.
Hal itu disampaikan oleh Dekan Fakultas FK-KMK UGM, Prof. dr. Yodi Mahendradhata, MSc., PhD., kepada wartawan dalam rangka sosialisasi kegiatan Annual Scientific Meeting (ASM) yang bertajuk “Precision Healthcare: Past, Present, Future, Jumat (1/3) di ruang Joglo Alumni FKKMK UGM.
Yodi menegaskan FKKMK UGM mendorong kebijakan kedokteran presisi mendapat dukungan luas dari tenaga kesehatan, industri dan masyarakat teredukasi dengan baik soal kedokteran presisi yang sudah diluncurkan pemerintah pada 2022 lalu melalui Indonesian Precision Medicine Initiative melalui Biomedical and Genome Science Initiative (BGSi).
Menurut Yodi, Indonesia dengan keberagaman budaya dan geografisnya, menghadapi tantangan unik dalam mengadopsi dan menerapkan kedokteran presisi. Selain soal aksesibilitas, upaya meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam mendorong kedokteran presisi perlu dilakukan. “Bukan berarti kita tertinggal. Sebagai negara berkembang, Indonesia telah menunjukkan komitmennya dalam mengikuti tren global dalam kedokteran presisi,” katanya.
Pandemi COVID-19 menjadi momen penting yang menggarisbawahi pentingnya teknologi genomik dan molekuler. Melalui pandemi ini, kita belajar tentang pentingnya determinan sosial dalam kesehatan, serta peran kritis surveilans genomik dalam mengidentifikasi dan menangani penyakit.
Menurutnya, kedokteran presisi tidak hanya merupakan tren sementara, melainkan suatu keharusan. Sebab tren pelayanan kesehatan sekarang ini tidak hanya pada pendekatan yang mengandalkan bukti (evidence-based medicine) namun juga didasarkan pada bukti genomik. “Hal ini bukan sekadar tentang meningkatkan status kesehatan, tetapi juga memberikan pelayanan yang lebih unggul dan terjangkau kepada masyarakat secara keseluruhan,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan soal kesiapan puskesmas dalam pengembangan kedokteran presisi atau pengobatan genomik ini, dokter spesialis penyakit dalam dari FKKMK UGM, dr. Yanri Wijayanti Subronto, Ph.D., Sp.PD-KPTI., menuturkan bahwa pengembangan pengobatan genomik sebenarnya sudah rutin dilaksanakan oleh tenaga kesehatan I tingkat puskesmas melalui penggunaan alat tes cepat molekuler untuk deteksi penyakit TBC, namun belum pada jenis penyakit lain. “Sudah ada tes cepat molekuler di banyak puskesmas. Program ini juga bisa digunakan menghitung jumlah virus pada pasien yang terinfeksi HIV. Sebetulnya, pengobatan genomik ini bukan barang baru, namun momentum agar pemeriksaan molekuler nantinya bisa diakses masyarakat dan gratis,” katanya.
Sementara peneliti pengobatan genomik sekaligus sebagai ketua Annual Scientific Meeting dalam rangka Dies FKKMK UGM ke 78, Prof. dr. Gunadi, Ph.D., Sp.BA., Subsp.D.A.(K)., mengatakan pengembangan kedokteran presisi harus didukung bidang bioinformatika, biobank, dan registry, yang saat ini telah berkembang pesat di Indonesia. Sebab, setiap langkah dalam pengembangan kedokteran presisi ini diupayakan untuk mendukung upaya pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat secara menyeluruh.
Dalam kesempatan itu, Gunadi juga menerangkan bahwa FKKMK UGM akan menyelenggarakan Annual Scientific Meeting (ASM) tahun 2024 yang bertajuk “Precision Healthcare: Past, Present, Future.” Kegiatan pertemuan ilmiah ini, menurut Gunadi bertujuan untuk mengajak semua pelaku dalam industri kesehatan untuk secara aktif terlibat dalam mengembangkan kedokteran presisi di tanah air.
Kegiatan ASM 2024 akan diadakan pada hari Sabtu, 2 Maret 2024, dengan format hybrid yang memadukan antara tatap muka langsung di Auditorium FK-KMK UGM. Acara ini diinisiasi oleh Keluarga Alumni Gadjah Mada Kedokteran dalam rangka perayaan Dies Natalis ke-78 FK-KMK UGM, HUT ke-12 RSA UGM, HUT ke 42 RSUP Dr. Sardjito, dan HUT ke-96 RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro.
Penulis : Gusti Grehenson