
Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada kembali menunjukkan komitmennya dalam mengembangkan pendidikan berkelanjutan berbasis kearifan lokal melalui kegiatan pengabdian masyarakat yang digelar di Kecamatan Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan pengabdian bertajuk Pengembangan Pendidikan Berkelanjutan melalui Seni Pertunjukan Tradisional Macapat ini menjadi langkah konkret fakultas dalam menjembatani nilai-nilai lokal dengan tantangan zaman, sekaligus memperkuat peran seni sebagai medium pendidikan dan pembentukan karakter masyarakat.
Kegiatan pengabdian ini dilaksanakan oleh tiga dosen Fakultas Filsafat yaitu Prof. Dr. Lasiyo, M.A., M.M., Drs. Budisutrisna, M.Hum, serta Dela Khoirul Ainia, S.Fil., M.Phil. Kegiatan ini lahir dari keprihatinan atas makin pudarnya minat generasi muda terhadap budaya lokal, khususnya seni pertunjukan tradisional seperti macapat. Padahal, di balik setiap bait tembang macapat terkandung filosofi hidup yang dalam, nilai-nilai moral, serta pandangan dunia yang kaya akan kearifan.
“Cara pandang masyarakat, terutama generasi muda yang mengenyam pendidikan tetapi kurang dilandasi dengan kebanggaan sebagai suatu masyarakat yang memiliki budaya sendiri, sering menganggap budaya luar lebih tinggi dari pada budayanya sendiri. Kondisi semacam ini, pada akhirnya akan berdampak pada semakin melemahnya dukungan masyarakat penerus terhadap keberlangsungan seni pertunjukan tradisional,” terang Lasiyo, Sabtu (5/7).
Melalui kegiatan ini, Fakultas Filsafat UGM berupaya memulihkan hubungan generasi muda dengan akar budayanya, sekaligus memperkenalkan pentingnya pendidikan berkelanjutan dalam konteks lokal. Selama empat bulan pelaksanaan program, dimulai pada bulan Mei lalu, tim pengabdian dari Fakultas Filsafat melakukan serangkaian kegiatan yang mencakup observasi lapangan, diskusi kelompok terfokus (FGD), sosialisasi pendidikan berkelanjutan, pementasan seni, hingga penyusunan modul pembelajaran.
Mitra utama dalam kegiatan ini adalah kelompok macapat “Puspitasari” yang telah eksis sejak tahun 2009 dan menjadi penjaga semangat budaya di Pandak. Paguyuban ini secara konsisten menggelar pelatihan rutin dan pementasan di berbagai panggung budaya, termasuk radio komunitas dan acara hajatan warga. Bahkan, Puspitasari pernah mencatat rekor MURI untuk pentas macapat terlama selama tiga hari non-stop.
Namun, semangat itu menghadapi tantangan besar: regenerasi yang tersendat dan minimnya ketertarikan generasi muda terhadap seni macapat. Menyadari hal itu, Fakultas Filsafat UGM tidak hanya hadir untuk melakukan pendampingan, tetapi juga membangun fondasi strategis yang dapat menopang pelestarian budaya secara berkelanjutan.
“Salah satu bentuk nyatanya adalah penyusunan modul pendidikan berkelanjutan melalui seni pertunjukan tradisional macapat, yang dirancang untuk dapat digunakan dalam berbagai konteks pembelajaran, baik formal maupun non-formal,” tutur Lasiyo.
Lasiyo menuturkan, luaran yang dihasilkan dari kegiatan ini mencakup naskah modul pelatihan, publikasi ilmiah, serta terbentuknya kerja sama formal antara Fakultas Filsafat UGM dan Paguyuban Puspitasari. Kerja sama ini menjadi fondasi penting untuk mengembangkan program-program pendidikan budaya yang lebih luas dan berkelanjutan di masa depan.
Penulis : Gloria/Humas Fakultas Filsafat
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Dok. Fakultas Filsafat