
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gadjah Mada kembali membuka ruang diskusi publik mengenai penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Pada Selasa (22/7), FISIPOL UGM menghadirkan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta untuk membahas tantangan serta dinamika pemilu yang semakin kompleks. Diskusi ini menyoroti berbagai isu strategis seperti sistem kampanye, pendanaan politik, hingga pengaruh teknologi digital dalam proses pemilu. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya kampus untuk terus memfasilitasi dialog lintas sektor demi memperkuat demokrasi elektoral Indonesia.
Wakil Dekan Bidang Kerja Sama, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat FISIPOL UGM, Dr. Fina Itriyati, menekankan pentingnya kontribusi akademik dalam proses reformasi sistem pemilu. Ia menyatakan bahwa kolaborasi antara perguruan tinggi dan penyelenggara pemilu sangat krusial dalam membangun kebijakan yang berbasis pada data dan analisis mendalam. Fina menambahkan bahwa kampus perlu menjadi ruang aman untuk mengkritisi dan merumuskan solusi dari berbagai persoalan demokrasi kontemporer. “Kolaborasi seperti ini sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan pemilu tidak hanya responsif terhadap kebutuhan praktis, tetapi juga memiliki fondasi akademik yang kuat,” ungkapnya.
Pemilu 2024 dianggap telah menunjukkan sejumlah kemajuan dibandingkan dengan pelaksanaan sebelumnya, namun juga menghadirkan tantangan baru yang perlu diantisipasi. Peran media digital yang semakin dominan menimbulkan konsekuensi terhadap kualitas informasi dan integritas pemilu. Hoaks, misinformasi, teknologi kecerdasan buatan, serta ujaran kebencian menjadi ancaman serius terhadap prinsip keterbukaan dan keadilan dalam pemilu. Oleh karena itu, penguatan regulasi dan peningkatan literasi politik masyarakat menjadi agenda mendesak ke depan.
Ketua Bawaslu DIY, Drs. Mohammad Najib, M.Si., menyambut baik kemitraan dengan FISIPOL UGM sebagai langkah strategis untuk memperbaiki sistem pengawasan pemilu. Ia menilai bahwa perguruan tinggi memiliki kapasitas penting dalam menyediakan perspektif kritis dan alternatif dalam desain kebijakan pemilu. Najib juga menekankan pentingnya membangun kanal partisipasi yang lebih terbuka antara lembaga pemilu dan komunitas akademik. “Kami berharap masukan dari akademisi UGM bisa memperkaya proses formulasi kebijakan kami ke depan, khususnya dalam meningkatkan kualitas demokrasi di tingkat lokal maupun nasional,” ujarnya.
Diskusi berlangsung secara intens dan substantif, membedah pelaksanaan pemilu 2024 dari berbagai sisi, serta merumuskan peluang kemitraan ke depan. Beberapa isu utama yang diangkat antara lain penataan daerah pemilihan (dapil), transparansi pendanaan kampanye, serta tantangan regulasi yang dinamis di tengah perubahan politik. Forum ini juga menjadi ruang refleksi untuk memperkuat peran akademisi sebagai pengawal prinsip keadilan dan integritas dalam proses pemilu. Dengan diskusi terbuka seperti ini, FISIPOL UGM menunjukkan komitmennya dalam mendorong reformasi kelembagaan yang berkelanjutan.
Pertemuan antara FISIPOL UGM, Bawaslu, dan KPU DIY menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam membangun demokrasi yang sehat dan inklusif. Kolaborasi ini diharapkan tidak berhenti pada dialog, tetapi diwujudkan dalam bentuk penelitian bersama, program pelatihan, serta penyusunan kebijakan publik yang partisipatif. Sebagai institusi pendidikan, UGM terus berkomitmen menjembatani kepentingan ilmiah dan praksis untuk menciptakan tata kelola pemilu yang transparan dan berkeadilan. Inisiatif ini menjadi langkah awal dalam membangun ekosistem demokrasi berbasis pengetahuan yang berakar pada nilai-nilai kebangsaan.
Penulis: Tasya
Editor: Triya Andriyani