Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan bedah buku ‘Konservasi Tanah dan Air dalam Perspektif Hukum dan Kebijakan’ pada Senin (17/11) di Auditorium Sekolah Pascasarjana UGM. Kegiatan ini mempertemukan penulis buku, Prof. Dr. Ir. Zulkarnain, M.S., dan para pakar dari berbagai disiplin untuk mengulas tantangan serta relevansi konservasi tanah dan air dalam pembangunan. Forum tersebut diikuti peserta dari kalangan akademisi, mahasiswa, dan praktisi yang memiliki perhatian terhadap isu lingkungan. Melalui diskusi ini, UGM berupaya memperkuat pemahaman publik mengenai pentingnya tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan.
Prof. Zulkarnain membuka pemaparan dengan menjelaskan persoalan degradasi tanah dan air yang terus terjadi akibat tekanan pembangunan dan lemahnya implementasi regulasi. Beliau menekankan bahwa konservasi harus dipahami sebagai fondasi keberlanjutan, bukan sekadar aspek teknis pendukung pembangunan. Penjelasannya menyoroti pentingnya menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan stabilitas ekosistem. “Hukum telah mengatur agar tanah dan air tetap lestari, namun celah kebijakan masih sering memunculkan kerusakan,” tuturnya.

Pembahas pertama, Prof. Dr. Ir. Budi Mulyanto, MSc., menyoroti bagaimana ilmu tanah menyediakan dasar ilmiah dalam menentukan pemanfaatan ruang yang tepat. Ia menjelaskan bahwa karakteristik tanah perlu menjadi pertimbangan utama agar kebijakan konservasi lebih terarah. Perspektif tersebut menekankan perlunya pendekatan ilmiah yang terintegrasi dalam perumusan kebijakan publik. “Buku ini memberi pemahaman menyeluruh tentang keterkaitan sumber daya alam dan kehidupan yang perlu dijadikan paradigma pengelolaan,” ucap Guru Besar Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor tersebut.
Dr. Wahyu Yun Santoso, S.H., M.Hum., LL.M. kemudian mengulas persoalan konservasi dari sudut pandang hukum lingkungan dan keadilan ekologis. Ia memaparkan bahwa perlindungan terhadap lingkungan berkaitan langsung dengan hak masyarakat atas lingkungan hidup yang sehat. Penegakan hukum yang konsisten menjadi bagian penting untuk memastikan keberhasilan konservasi di lapangan. “Lingkungan adalah prasyarat pemenuhan hak asasi manusia yang harus dijamin melalui kerangka hukum yang kuat,” tegasnya.
Rosita Y. Suwardi Wibawa selaku aktivis lingkungan dari LSM Kinarya Anak Bangsa memaparkan praktik konservasi berbasis masyarakat melalui program Nandur Tuk Banyu di Gunungkidul. Ia menjelaskan bagaimana sistem penampungan air hujan dan penanaman pohon produktif membantu memperkuat cadangan air sekaligus ketahanan ekonomi warga. Pendekatan tersebut menunjukkan bahwa konservasi tidak hanya menyangkut aspek ekologis, tetapi juga sosial. “Konservasi yang berhasil membutuhkan keseimbangan antara pengetahuan ekologis dan kekuatan institusi sosial,” ujarnya.
Pembahas terakhir, Prof. Dr. rer. nat. Junun Sartohadi, M.Sc., Guru Besar di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UGM ini menekankan pentingnya memahami karakter wilayah dan ruang melalui pendekatan geospasial. Ia menjelaskan bahwa aktivitas pembangunan harus selaras dengan sifat alami ruang untuk meminimalkan risiko degradasi tanah dan air. Pemantauan berbasis ruang juga memudahkan identifikasi dampak serta penyusunan langkah penanganan. “Ruang yang jelas membuat pengaturan lingkungan lebih terarah dan memperkuat penerapan hukum hingga tingkat tapak,” ucapnya.

Diskusi kemudian mengarah pada pembahasan kesenjangan antara teori, hukum, dan kebijakan konservasi di Indonesia. Narasumber dan para pembahas menilai bahwa regulasi sektoral dan lemahnya koordinasi antarinstansi masih menjadi tantangan dalam upaya menjaga kualitas lingkungan. Para peserta mencermati bahwa pemahaman ilmiah perlu lebih diintegrasikan dalam kebijakan pembangunan. Diskusi ini menegaskan perlunya harmonisasi lintas sektor untuk memperkuat efektivitas konservasi tanah dan air.
Para peserta juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dan pemerintah daerah dalam memastikan keberlanjutan implementasi kebijakan konservasi. Mereka menggarisbawahi perlunya penguatan kapasitas lokal serta penyediaan data lingkungan yang lebih akurat untuk mendukung pengambilan keputusan. Kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dinilai mutlak dalam pengawasan dan pengelolaan sumber daya alam. Pada sesi tanya jawab, peserta menyampaikan pandangan bahwa keberhasilan konservasi sangat terkait dengan partisipasi publik dan konsistensi pengawasan.
Kegiatan ini menutup rangkaian diskusi dengan penegasan mengenai peran ilmu pengetahuan, hukum, dan masyarakat dalam mewujudkan tata kelola tanah dan air yang berkelanjutan. Forum ini memberikan pemahaman lintas disiplin yang memperkaya cara pandang peserta terhadap konservasi sebagai agenda strategis nasional. Para pembahas dan peserta sepakat bahwa keberlanjutan harus menjadi dasar dalam setiap kebijakan pembangunan. Diskusi ini memperkuat komitmen bersama untuk menjaga tanah dan air sebagai warisan penting bagi generasi mendatang.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie
