Sebanyak lebih dari 1.500 akademisi, mahasiswa, seniman, dan praktisi dari 43 negara akan mengikuti konferensi internasional Association for Asian Studies (AAS)-in-Asia di kampus Universitas Gadjah Mada pada 9-11 Juli 2204 mendatang. Peserta dari keempat puluh tiga negara tersebut diantaranya berasal dari Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, Kanada, Jerman, Belanda, Inggris, Korea Selatan, dan Australia.
“Konferensi AAS yang dilaksanakan di UGM ini termasuk yang terbesar di dunia untuk ukuran jumlah pendaftar, presenter hingga peserta. Padahal pelaksanaan di negara lain pesertanya sekitar 500-700 peserta,” kata Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran UGM, Prof. Dr. Wening Udasmoro kepada wartawan, Kamis (13/6), di ruang mini studio Gedung Pusat UGM.
Wening menyebutkan, ada sekitar 1.700 peserta yang sudah mendaftar dari berbagai negara namun hanya sekitar 1.500 orang yang ditetapkan sebagai presenter dan peserta. “UGM sebagai tuan rumah dan lokasinya yang berada di Yogyakarta menjadi daya tarik sendiri bagi peserta untuk datang. Jumlah peserta terbanyak berasal dari Amerika dan Tiongkok,” ujarnya.
Konferensi AAS ke-10 ini mengusung tema “Global Asias: Latent Histories, Manifest Impacts” ini. Tema ini dipilih karena Asia telah lama menjadi persimpangan global dari beragam peradaban, politik, perdagangan, migrasi, agama, seni, dan budaya material.
Ketua Panitia Pengarah, Prof. Dr. Pujo Semedi Hargo Yuwono, M.A. mengatakan konferensi ini bertujuan untuk mengeksplorasi kemajemukan, kompleksitas, dan dinamika Asia dalam hubungannya dengan belahan dunia yang lain, dari masa lampau hingga masa kini. “Tema yang diusung untuk meninjau perkembangan Asia dalam beberapa abad terakhir dan dimana Asia dulunya menjadi target kekuasaan. Semenjak adanya dekolonisasi, Kawasan Asia mulai bangkit tidak hanya memberi pengaruh secara politik, ekonomi dan budaya namun mulai menunjukkan kekuatan yang cukup di tingkat global,” ujarnya.
Konferensi ini menurut Pujo menjadi salah satu momentum dalam pertukaran pengetahuan akademik dan pemikiran dalam rangka melakukan dekolonisasi pengetahuan yang selama ini banyak didominasi oleh bangsa barat. “Seperti nasib politik Asia di masa lalu, produksi pengetahuan didominasi bangsa lain. Konferensi ini menjadi kesempatan bagi kita membangun relasi pengetahuan yang setara,” katanya.
Soal kesiapan penyelenggaraan konferensi, Prof. Dr. Mirwan Ushada, selaku anggota panitia pelaksana menuturkan bahwa persiapan pelaksanaan konferensi bertaraf internasional sudah dilakukan sejak setahun yang lalu. Konferensi yang sebelumnya dilaksanakan di Korea Selatan dan di Amerika Serikat menjadi rujukan bagi panitia. “Persiapan sudah dilakukan sejak tahun lalu. Beberapa delegasi dari UGM kita kirim untuk mengikuti konferensi. Kita menginginkan pelaksanaan yang di UGM ini memiliki ciri khas tersendiri,” ujarnya.
Seperti diketahui Kegiatan AAS-in-Asia Conference 2024 akan dibagi menjadi 2 sesi, yakni pra-konferensi dan konferensi utama. Pada sesi pra-konferensi pada tanggal 8 Juli 2024 akan diselenggarakan dua kegiatan lokakarya. Pertama, lokakarya tentang rekonsiliasi antara Timor Leste dan Indonesia. Lokakarya ini berfokus pada upaya untuk memperdalam pemahaman sejarah, mempromosikan kesadaran hak asasi manusia, dan meningkatkan pemahaman tentang hubungan masa lalu antara kedua negara. Kedua, lokakarya dengan tema “Migration and Interconnectivity in the Global South”. Tujuan lokakarya ini adalah untuk mendorong dialog tentang migrasi di Global Selatan. Dialog ini akan dilakukan antara para akademisi, peneliti, dan praktisi muda dari Asia dengan menggunakan berbagai sudut pandang seperti geografis, politik, dan ekonomi. Selain itu, lokakarya ini juga bertujuan untuk membahas migrasi dari berbagai dimensi, termasuk penciptaan pengetahuan, dinamika, metode, etika, dan studi kasus.
Sementara, sesi konferensi utama akan dibuka oleh Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D. pada tanggal 9 Juli 2024 di Auditorium Grha Sabha Pramana pada pukul 08:00 WIB. Setelah upacara pembukaan, acara akan dilanjutkan dengan sesi panel dari bidang kajian yang jamak, seperti East and Inner Asia, Southeast Asia, Inter-area/border crossing, south asia dan Northeast Asia hingga sore hari pukul 17:00 WIB. Hari pertama konferensi akan ditutup dengan seremoni pembukaan kedua dengan sambutan dari Hyaeweol Choi selaku President of the Association for Asian Studies dan makan malam.
Pada hari kedua konferensi, Rabu, 10 Juli 2024, terdapat diskusi panel yang membahas tentang kaligrafi dari perspektif Islam, Tiongkok, dan Korea. Para pembicara, yang merupakan seniman kaligrafi ternama dari berbagai negara tersebut, akan memaparkan keindahan, makna, dan teknik dari masing-masing tradisi kaligrafi. Para pembicara akan berdiskusi tentang keunikan dan persamaan dari seni kaligrafi Islam, Tiongkok, dan Korea. Peserta dapat menyaksikan langsung demonstrasi teknik kaligrafi dari para ahli. Beberapa tema turunan yang akan dibahas adalah tentang Estetika Kaligrafi Islam, Tiongkok, dan Korea; Perbandingan Jalur Pengetahuan Kaligrafi; dan Pelestarian Kaligrafi di Era Modern.
Kegiatan lain adalah panel yang menghadirkan para perwakilan jaringan penelitian Jepang regional dari seluruh dunia untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka dalam rangka mendukung dan mendorong peneliti junior. Diskusi akan berfokus pada bagaimana jaringan tersebut dapat secara kolektif memaksimalkan peluang untuk pengembangan karier lintas wilayah dan disiplin ilmu.
Pada penghujung hari kedua, akan diadakan kuliah utama berjudul “Revisiting Freedom vs Harmony Debate: From Asia Values to Decolonization” pada Rabu, 10 Juli 2024 pukul 17:30 hingga 18:30 WIB di Grha Sabha Pramana (GSP) lantai 2. Pembicara utamanya adalah Dr. Zainal Abidin Bagir, Direktur Konsorsium Nasional Studi Antaragama (Konstra) Yogyakarta. Kuliah ini akan membahas tentang perdebatan kebebasan versus harmoni yang sudah ada selama beberapa dekade dan masih menjadi isu kontroversial, khususnya terkait dengan kebebasan berekspresi, berkumpul, berpikir, berhati nurani, dan beragama. Kuliah ini berargumen bahwa perdebatan ini mengarah pada kemungkinan konvergensi “Timur dan Barat” dengan istilah baru, tanpa harus meredakan ketegangan antara kebebasan dan harmoni.
Pada hari terakhir, Kamis, 11 Juli 2024, terdapat pula beberapa special event lainnya. Mulai dari film screening hingga pidato Tang Prize Foundation. Dalam AAS-in-Asia Conference 2024 ini Profesor Dame Jessica Rawson, Pemenang Tang Prize in Synology 2022, akan memberikan kuliah umum yang bertajuk “Tang Prize Lecture: China’s Great Tombs and Treasures They Have Revealed”. Kuliah ini akan diadakan pada pukul 10:30 WIB hingga siang hari di Gedung Soegondo, Lantai 7, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.
Kuliah ini akan membahas tentang tradisi makam kuno Tiongkok dan peninggalan berharga yang ditemukan di dalamnya. Profesor Rawson, pakar seni dan arkeologi Tiongkok yang terkenal di dunia, akan menjelaskan bagaimana benda-benda ini membantu kita memahami masyarakat Tiongkok kuno dan transmisi budaya. Kuliah ini terkait dengan buku terbarunya, “Life and Afterlife in Ancient China” yang membahas tentang kepercayaan masyarakat Tiongkok kuno tentang hidup dan mati.
Selain kuliah umum, akan ada dua kegiatan film screening, yakni film Pada Suatu Hari Nanti (2021) sebuah film pendek dokumenter karya Tonny Trimarsanto yang masuk nominasi sebagai Best Short Documentary Film dalam Melbourne Short Film Festival 2022 dan film “Annah La Javanaise” (2020) sebuah film pendek dokumenter animasi karya Prof. Fatimah Tobing Rony yang mengangkat isu tentang perdagangan anak sebagai tema. Acara film screening akan dihelat pada pukul 13:30–15:30 WIB di Auditorium Djarum, Lantai 6 Gedung Pertamina. Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada. Tiga nama dari industri dan kajian film Indonesia, yaitu Tonny Trimarsanto, Nia Dinata, dan Dr. Budi Irawanto, akan hadir sebagai pembahas dalam sesi film screening di AAS-in-Asia Conference 2024.
Penyelenggaraan AAS-in-Asia Conference 2024 di Yogyakarta diharapkan menjadi wadah yang ideal untuk pertukaran intelektual dan budaya tentang “Global Asias”. UGM dan AAS menyambut baik semua pendekatan dari berbagai disiplin ilmu dan tema terkait sejarah, sastra, agama, sinema, hukum, politik, ketenagakerjaan, ekonomi, gender, arkeologi, linguistik, sosiologi, antropologi, kajian media, gerakan sosial, kesehatan masyarakat, dan lingkungan. Kegiatan ini mendukung pencapaian SDGs dalam kemitraan untuk mencapai tujuan, perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat dan kesetaraan gender.
Penulis: Gusti Grehenson
Foto : Donnie