
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) berencana memasukkan kurikulum blue economy dan perkembangan kecerdasan buatan dalam materi pendidikan dan pembelajaran. Pasalnya isu-isu soal hukum kelautan dan pembangunan berkelanjutan sektor kelautan perlu dimasukkan ke dalam pendidikan hukum, selain di bidang teknologi kecerdasan buatan.
Hal itu mengemuka dalam Lokakarya yang bertajuk Integrating Blue Curriculum for Law Education, di Fakultas Hukum UGM. Lokakarya yang dilaksanakan dalam rangka Dies Natalis ke-79 FH UGM menghadirkan Ocean Literacy and Blue School Initiative UNESCO dari Lisbon University, Raquel Lorenz Costa, Ph.D., dan M.Sc Direktur Direktorat Kajian dan Inovasi Akademik (DKIA) UGM, Dr. Hatma Suryatmojo, S.Hut.,
Dalam paparannya, Costa menjelaskan bahwa blue curriculum atau kurikulum biru merupakan seperangkat alat pembelajaran yang dikembangkan oleh UNESCO, khususnya melalui Intergovernmental Oceanographic Commission (IOC) UNESCO yang bekerja sama dengan sektor pendidikan. Inisiatif ini bertujuan untuk memasukkan isu-isu kelautan dalam kurikulum pendidikan, terutama pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Meskipun awalnya lebih difokuskan untuk pendidikan wajib, pendekatan blue curriculum dinilai dapat diadaptasi ke tingkat perguruan tinggi, termasuk dalam pendidikan hukum. “Sebenarnya pengembangan kurikulum biru ini peluang sekaligus tantangan bagi Fakultas Hukum UGM untuk berkolaborasi dengan UNESCO dalam mengintegrasikan isu-isu kelautan ke dalam kurikulum hukum dan menjadikannya proyek percontohan bagi dunia,” Costa dalam keterangan yang dikirim kepada wartawan, Minggu (16/2).
Costa menyoroti pentingnya literasi kelautan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama Indonesia. Dengan lebih dari 17.000 pulau dan ekosistem terumbu karang terbesar kedua di dunia, negara ini memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga keberlanjutan lautnya. “Laut bukan sekadar keindahan alam, tetapi juga penopang kehidupan. Hilangnya ekosistem laut akan berdampak langsung pada rantai makanan, industri perikanan, dan kehidupan masyarakat pesisir,” tambahnya.
Costa turut memaparkan beberapa hambatan yang sering ditemui di berbagai negara, yakni kurangnya pelatihan bagi pengajar, kurikulum yang sudah terlalu padat, dan rendahnya kesadaran akan pentingnya isu kelautan. Oleh karena itu, diperlukan strategi bertahap yang mencakup pemetaan prioritas nasional, pengembangan theory of change, serta uji coba dan evaluasi kurikulum sebelum implementasi skala penuh. Costa juga turut memberikan berbagai dokumen esensial yang dapat dipelajari. “Saya sangat mendukung pengintegrasian ini dan berharap praktik baik dapat dihasilkan oleh fakultas ini dengan mempelajari dokumen-dokumen yang sudah saya beri,” harapnya.
Sebagai bagian dari Dekade Kelautan PBB, integrasi Blue Curriculum dalam pendidikan hukum diharapkan dapat meningkatkan kesadaran dan kontribusi akademisi serta mahasiswa dalam mendukung keberlanjutan laut secara global.
Sementara Hatma Suryoatmojo, menyampaikan pengembangan Kanal Pengetahuan dan Massive Open Online Course (MOOC) yang sudah dikembangkan oleh UGM. Sistem kredensial makro dianggap sebagai solusi atas keterbatasan ruang dalam kurikulum dan meningkatnya kebutuhan akan kompetensi spesifik bagi mahasiswa maupun masyarakat umum. Kredensial mikro memungkinkan peserta memperoleh keahlian tertentu secara fleksibel tanpa harus mengikuti program studi formal. “Meskipun kurikulum dapat diubah, tingkat fleksibilitasnya terbatas. Banyak kompetensi spesifik yang dianggap penting, sulit dimasukkan karena keterbatasan jumlah SKS. Kredensial mikro ini merupakan salah satu alternatif,” terang Hatma.
Dalam implementasinya, kredensial mikro di UGM harus memenuhi prinsip self-paced learning dengan materi yang dapat diakses secara mandiri, video pembelajaran berdurasi maksimal 10 menit, serta sistem evaluasi yang memungkinkan peserta menilai pemahaman mereka. Mata kuliah reguler juga dapat dikemas ulang menjadi modul kredensial mikro agar lebih adaptif terhadap kebutuhan pengguna. Dengan pengembangan kredensial mikro ini, UGM tidak hanya memperluas akses pendidikan, tetapi juga meningkatkan daya saingnya di tingkat global dalam bidang diseminasi pengetahuan dan inovasi pembelajaran daring. “Saya sangat mendukung jika Fakultas Hukum akan lebih meningkatkan penggunaan MOOC ini karena tentunya dapat menunjang berbagai subpelajaran baru atau materi tambahan, seperti blue economy yang kemarin telah dibahas di rangkaian seminar,” ucapnya.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson