
Peneliti Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada yang tergabung dalam Pusat Unggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Perguruan Tinggi (PUIPT) Microalgae Biorefinery mengembangkan inovasi pemanfaatan mikroalga sebagai solusi penyerapan karbon pada industri. PSE UGM menghasilkan inovasi berupa Algaetree dan Algaerium suatu sistem kultivasi mikroalga dalam photobioreactor yang dimodifikasi untuk mengoptimalkan penyerapan karbondioksida, baik dari lingkungan maupun udara sekitar. Dr. Nugroho Dewayanto mengungkapkan salah satu tantangan yang dihadapi oleh dunia industri saat ini adalah kewajiban untuk melakukan usaha-usaha pengurangan emisi karbon yang dihasilkan oleh kegiatan bisnis mereka. Berbagai metode telah dikembangkan dalam melakukan program Carbon Capture serta Utilization and Storage (CCUS) di dunia industri. “Untuk mengembangkan Algaetree dan Algaerium ini, kami berkolaborasi dengan PT Enthalphy Environergy Consulting yang bergerak di bidang konsultasi ESS (Environmental, Social and Governance) dan PT Algatech Nusantara yang bergerak di bidang pengembangan produk dan bisnis mikroalga,” ungkap Arief saat wawancara, Rabu (19/2).
Kolaborasi yang terjalin antara UGM dan kedua perusahaan tersebut menghasilkan inovasi berupa Microforest yang merupakan pengembangan lanjutan dari Algaetree. Microfest menjadikan Algaetree sebagai produk yang lebih bernilai jual melalui desain yang futuristik dengan penambahan fitur-fitur seperti layar indikator karbon dioksida yang terserap serta oksigen yang dihasilkan oleh mikroalga Microforest adalah pengembangan lanjutan dari Algaetree, dengan kapasitas media kultivasi 100 liter, alat ini mempunyai kemampuan penyerapan karbon hingga 37,6 kilogram per tahun, atau setara dengan kemampuan penyerapan karbon oleh 4 pohon berusia dewasa.
Dr. Eko Agus Suyono, salah satu peneliti, berujar Microforest didesain tidak hanya fungsional, tetapi juga estetis, sehingga dapat ditempatkan di dalam ruangan atau lobi gedung. Keunggulannya terletak pada kemampuannya menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen di lokasi yang tidak memungkinkan tanaman tumbuh serta tidak membutuhkan lahan luas. Hal ini menjadikan Microfest solusi ideal untuk mendukung sustainability. “Saat ini, teknologi Microforest telah mendapat respons positif dari berbagai industri yang tengah berupaya menerapkan dekarbonisasi untuk memperkuat komitmen ESG (Environmental, Social, Governance) mereka,” ujarnya.
Salah satu perusahaan yang tertarik untuk menggunakan Microfest adalah PT Pertamina EP Cepu Regional 4 yang mengelola kegiatan eksplorasi Pertamina di wilayah Indonesia Timur. Selain Microfest, PT Pertamina juga tertarik untuk menggunakan Oxyflow, pengembangan lanjutan dari Algaerium. Melalui kesepakatan kerjasama dengan PUIPT Microalgae Biorefinery, PT Pertamina akan memasang instalasi Microforest dan Oxyflow sebanyak 5 unit di kantor pusat mereka yang berlokasi di Patra Jasa Office Tower, Jakarta. Melalui kerja sama ini, PT Pertamina EP Cepu Regional 4 berharap dapat menjadi pelopor di Pertamina dalam usaha-usaha dekarbonisasi menggunakan pendekatan alam, sebagai pelengkap teknologi CCUS yang selama ini sudah mulai mereka terapkan.
Prof. Ir. Arief Budiman, peneliti di PSE UGM, bertutur kerja sama dengan PT Pertamina EP Cepu Regional 4 ini akan berlangsung selama dua tahun dengan dukungan operasional dari PT Algatech Nusantara. Ia berharap dirinya dan dua rekan peneliti lainnya dapat terus mengembangkan inovasi berbasis mikroalgae agar semakin banyak industri yang dapat memanfaatkannya sebagai bagian dari strategi keberlanjutan dalam mendukung komitmen Indonesia bebas karbon di tahun 2060 mendatang.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Dokumentasi PSE UGM