
Universitas Gadjah Mada (UGM) terus mendorong transformasi digital di lingkungan akademik. Melalui Biro Transformasi Digital, UGM terus melakukan sosialisasi dan pengembangan inovasi lewat peran aktif seluruh sivitas akademika dalam mendukung percepatan transformasi digital, bukan hanya dari sisi teknis, tetapi juga dari sisi pengguna, seperti dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
Hal itu mengemuka dalam workshop “Digital Transformation: Share, Brainstorm, Innovate” secara bauran di FK-KMK UGM, Kamis (20/3). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Biro Transformasi Digital (BTD) UGM, menghadirkan 3 orang pemateri yang merupakan dosen di lingkungan UGM yang pernah studi lanjut di universitas luar negeri dan telah kembali pulang untuk memberikan praktik baik soal pemanfaatan teknologi digital.
Dosen Prodi Ilmu Komputer FMIPA UGM, Dr. techn. Guntur Budi Herwanto, S.Kom., M.Cs., membagikan pengalamannya selama menempuh pendidikan di University of Vienna, Austria, khususnya dalam sistem administrasi akademik. Ia menyoroti sistem pemilihan mata kuliah yang lebih fleksibel karena mahasiswa diberi waktu cukup panjang, yakni dua hingga enam minggu untuk melakukan pengisian Kartu Rencana Studi (KRS). “Dengan sistem ini, mahasiswa dapat memilih mata kuliah tanpa terburu-buru, sementara server universitas tetap stabil tanpa mengalami galat,” katanya.
Guntur menambahkan, sistem administrasi berbasi digital ini juga dapat mengantisipasi kelebihan kapasitas kelas dan memastikan mahasiswa dapat mengikuti mata kuliah yang sesuai dengan prioritas mereka melalui point allocation system. “Setiap mahasiswa diberi 100 poin per semester untuk memprioritaskan mata kuliah yang mereka inginkan. Mahasiswa yang memberikan poinnya akan lebih dulu mendapatkan kursi di kelas tersebut,” terangnya.
Selanjutnya Dosen FK-KMK dr. Melysa Fitriana, Sp.T.H.T., Ph.D., memaparkan pengalamannya saat mengenyam kuliah di Taipei Medical University, Taiwan. Menurutnya, sistem administrasi digital yang sangat efisien dalam bentuk semacam mesin anjungan mandiri digunakan untuk mencetak dokumen akademik seperti transkrip nilai dan KHS. Adanya mesin tersebut, mahasiswa bisa mencetak dokumen akademik kapan saja tanpa perlu antre di kantor akademik atau mencari-cari tanda tangan pihak terkait. “Kertas yang digunakan sudah memiliki fitur keamanan khusus, seperti tanda tangan digital, logo, tanggal dan waktu cetak, serta warna kertas yang berbeda sehingga tidak bisa dipalsukan atau digandakan sendiri,” ujarnya.
Selain itu, sistem perpustakaan di sana juga memungkinkan mahasiswa mengembalikan buku secara mandiri melalui mesin anjungan yang tersedia 24 jam.
Sementara itu, Dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) UGM, Ir. Andri Prima Nugroho, S.T.P., M.Sc., Ph.D., mengulas implementasi transformasi digital di Kyushu University, Jepang, serta potensi adopsinya di UGM. Ia menilai bahwa UGM sudah memiliki beberapa layanan digital yang mumpuni, seperti SSO, UGM Hotspot, dan SIMPAN UGM, tetapi masih ada ruang-ruang yang perlu pengembangan lebih lanjut. Salah satu hal tersebut adalah layanan digital alumni. “Di Kyushu University, alumni tetap memiliki akses ke layanan digital melalui email institusional seumur hidup. Ini bisa menjadi cara untuk menjaga keterikatan dengan almamater,” ungkapnya.
Kepala Biro Transformasi Digital UGM, Dr. Mardhani Riasetiawan, M.T., menegaskan bahwa forum pengembangan transformasi digital ini menjadi langkah strategis dalam upaya mewujudkan sistem informasi yang lebih terintegrasi. “Transformasi digital ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga perubahan budaya kerja dan mindset. Oleh karena itu, kolaborasi antar fakultas dan unit kerja sangat diperlukan agar implementasi digitalisasi dapat berjalan optimal,” pungkasnya.
Penulis : Bolivia Rahmawati
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik