
Universitas Gadjah Mada mengukuhkan dua orang Guru Besar sekaligus, Selasa (3/6) di Balai Senat Gedung Pusat UGM. Kedua Guru Besar tersebut berasal dari Departemen Teknik Nuklir dan Fisika, Fakultas Teknik, yakni Prof. Dr. Ir. Faridah, ST., M.Sc., IPU, dan Prof. Ir. Nazrul Effendy, S.T., M.T., Ph.D., IPM.
Dalam upacara pengukuhannya, Faridah menyampaikan pidato yang berjudul “Instrumentasi Bangunan Cerdas untuk Efisiensi Energi Menuju Bangunan Zero Energy: Peran Teknik Fisika bagi Masa Depan Lingkungan Terbangun”. Menurutnya, perubahan iklim global mengancam keberlanjutan hidup manusia dengan pemanasan bumi akibat emisi gas rumah kaca yang sebagian besar berasal dari sektor energi. Indonesia menargetkan penurunan emisi hingga 41% pada tahun 2030. Pembangunan rendah karbon menjadi langkah kunci menuju net zero emission pada tahun 2060 dan sektor bangunan menjadi bagian strategis dari upaya ini. “Sektor bangunan di Indonesia menyumbang sebanyak 36,7% emisi energi nasional dan 90% darinya bersumber dari konsumsi listrik berbasis fosil. Hal ini yang menjadi latar belakang digencarkannya pembangunan zero emission building,” katanya.
Bangunan Zero Energy (ZEB) adalah bangunan dengan konsumsi energi sangat rendah, yang dirancang untuk memenuhi seluruh kebutuhannya melalui pemanfaatan sumber energi terbarukan, terutama yang dihasilkan di lokasi bangunan itu sendiri. Secara umum, bangunan dikatakan sebagai ZEB apabila, selama periode satu tahun, energi yang dihasilkan bangunan dari sumber terbarukan dalam jumlah yang setara atau lebih besar dari energi yang dikonsumsinya.“Konsep ini tidak hanya berorientasi pada efisiensi, melainkan juga pada kemandirian energi dan keberlanjutan lingkungan,” ujarnya.
Dalam menghadapi perubahan iklim dan keterbatasan sumber daya, pendekatan pembangunan berkelanjutan menjadi semakin penting. Konsep bangunan pintar dan bangunan cerdas hadir sebagai pendekatan yang mengintegrasikan dan memaksimalkan aspek kinerja bangunan dengan mempertimbangkan seluruh siklus hidup bangunan. “Bangunan cerdas bersifat responsif, fleksibel, dan adaptif terhadap perubahan kebutuhan penghuni, dengan kemampuan untuk mendukung produktivitas dan keberlanjutan lingkungan,” ujar Faridah.
Berasal dari departemen yang sama dengan Faridah, Prof. Ir. Nazrul Effendy, S.T., M.T., Ph.D., IPM, menyampaikan pidato berjudul “Peran Sistem Kecerdasan Artifisial untuk Mendukung Perkembangan Industri 4.0 dan Smart Healthcare”.
Nazrul memaparkan mengenai kecerdasan artifisial di industri 4.0 yang sekarang dikembangkan menjadi industri 5.0. Kecerdasan artifisial tidak hanya digunakan untuk industri seperti pabrik dan teknologi jaringan, tetapi dapat juga digunakan untuk industri kesehatan. AI dapat diterapkan pada beberapa hal, antara lain untuk mendukung diagnosis penyakit, diagnosis menggunakan citra medis, penemuan obat-obatan, kedokteran personal, robot medis, pencatatan data kesehatan elektronik, uji klinis, dan prediksi kapan suatu wabah penyakit akan terjadi.
Ia juga memaparkan beberapa teknologi di bidang kesehatan yang telah menggunakan AI, seperti diagnosis kanker kulit dan wearable devices untuk memantau kondisi pasien. AI juga telah dikembangkan untuk mendiagnosis tumor otak dari citra MRI, diagnosis glaukoma mata, dan diagnosis penyakit kanker paru-paru. “Sistem kecerdasan artifisial sangat prospektif untuk terus dikembangkan dan diterapkan pada beberapa bidang yang relevan dan bermanfaat bagi bangsa Indonesia,” pungkasnya.
Penulis : Tiefany
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto