
Fakultas Farmasi UGM kembali menambah jajaran guru besar aktifnya melalui pengukuhan dua guru besar yang berlangsung di Balai Senat Gedung Pusat UGM, Selasa (21/10). Kedua guru besar yang dikukuhkan adalah Prof. Dr. rer. nat. apt. Nanang Fakhrudin, M.Si, dan Prof. Dr. apt. Nanang Munif Yasin, M.Pharm. Keduanya menyampaikan pidato pengukuhan yang menyoroti peran penting ilmu farmasi dalam peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, baik dari sisi pelayanan klinis maupun pengembangan obat bahan alam.
Nanang Fakhrudin dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Fitoterapi menyampaikan pidato berjudul “Potensi Daun Sukun (Artocarpus altilis (Park.)) Fosberg) sebagai Obat Bahan Alam Kardiovaskular Protektif”. Dalam orasi ilmiahnya, ia mengupas tuntas potensi tanaman lokal untuk mengatasi penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian di Indonesia.
Nanang Fakhrudin mengutip data kemenkes tahun 2022 yang melaporkan bahwa penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit katastropik yang paling banyak ditemukan, yakni sekitar 18 juta kasus disusul penyakit kanker dengan 3,2 juta kasus. Menurutnya, diperlukan terobosan baru dalam menanggulangi penyakit ini, sebab obat yang tersedia saat ini masih memiliki keterbatasan. “Meskipun obat untuk terapi penyakit kardiovaskular telah tersedia cukup banyak di pasaran, masih terdapat keterbatasan dalam efektivitas dan keamanannya.” ujarnya.
Ia kemudian menguraikan bahwa dasar ilmiah dari potensi daun sukun sebagai agen kardiovaskular protektif terletak pada kemampuannya untuk bekerja sebagai antioksidan, antihipertensi, antihiperlipidemia, antiinflamasi, dan antiplatelet (penggumpalan darah).
Sementara Nanang Munif Yasin, dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Farmakoterapi dan Intervensi Klinik menyoroti penyakit kardiovaskular sebagai beban kesehatan global yang semakin berat. Dalam pidatonya berjudul “Peran Farmakoterapi dan intervensi apoteker dalam meningkatkan luaran pasien dengan penyakit kronis”, ia memaparkan fakta yang tak kalah penting tentang kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.
Mengutip data dari WHO, hanya 50% pasien dengan penyakit kronis yang mematuhi pengobatan yang diresepkan, dengan tingkat nonadherensi mencapai 50% dalam beberapa kasus. “Tingkat kepatuhan adalah tantangan besar,” tegas Prof. Nanang Munif.
Nanang Munif kemudian memetakan strategi intervensi klinis yang modern dan komprehensif untuk menjembatani kesenjangan ini. Strategi tersebut tidak hanya berhenti pada manajemen terapi obat, tetapi juga meluas hingga edukasi pasien, konseling gaya hidup, pemanfaatan teknologi kesehatan digital, dan yang paling penting, kolaborasi solid antar tenaga kesehatan.
Penulis : Aldi Firmansyah
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Fristo