Universitas Gadjah Mada mengukuhkan 3 orang Guru Besar sekaligus dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Gadjah Mada, Selasa (14/1) di ruang balai Senat Gedung Pusat UGM. Ketiga orang Guru Besar yang dikukuhkan yaitu Prof. drg. Sri Kuswandari, MS., Sp.KGA., Ph.D., Prof. drg. Heni Susilowati, M.Kes., Ph.D., dan Prof. Dr. drg. Dewi Agustina, MDSc. (FKG).
Dewi Agustina yang dikukuhkan di bidang Penyakit Mulut Geriatri pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada menyampaikan pidato yang berjudul Peningkatan Kesehatan Mulut sebagai upaya mendapatkan kualitas hidup yang optimal pada lanjut usia. Menurut Dewi Agustina, menyampaikan ada kecenderungan pertambahan populasi penduduk dunia meningkat pesat, termasuk di Indonesia. Hal itu menyebabkan jumlah lansia yang semakin meningkat sehingga menjadi tantangan tersendiri di bidang kesehatan, termasuk soal kesehatan mulut. “Selama ini kesehatan mulut masih belum menjadi prioritas. Akibatnya kesehatan dan fungsi mulut yang semakin memburuk seiring dengan bertambahnya usia. Hal tersebut dipengaruhi juga oleh konsep ageism (diskriminasi umur) yang banyak dianut lansia,” katanya,” katanya.
Konsep ageism mencerminkan sikap lansia yang menerima kondisi mulutnya yang memburuk dan menganggapnya sebagai sesuatu yang alami dan wajar, serta merupakan bagian dari proses penuaan yang tidak perlu dianggap sebagai gangguan. Hal ini menyebabkan lansia menjadi kurang terdorong untuk memperbaiki kondisi mulutnya. “Memburuknya kondisi mulut pada lansia tidak semata-mata karena proses menua, tetapi sebagai efek dari akumulasi penyakit mulut yang selama ini diabaikan,” paparnya.
Dikatakan Agustina, mengatakan bahwasebenarnya banyak penyakit sistemik atau perawatan penyakit sistemik yang bermanifestasi atau berdampak di rongga mulut. Bahkan sebaliknya, keberadaan penyakit mulut juga dapat mempengaruhi pengelolaan penyakit sistemik, bahkan meningkatkan risiko terjadinya penyakit sistemik. “Hubungan ini semakin jelas dalam konteks perawatan lansia yang sebagian besar memiliki kondisi kompromis medik,” ujarnya.
Sementara Heni Susilowati yang dikukuhkan dalam bidang Mikrobiologi dan Imunologi Oral pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, menyampaikan pidato pengukuhan yang berjudul Peran Pseudomonas Aeruginosa dalam Infeksi Rongga Mulut. Dalam pemaparannya, Heni menegaskan pentingnya perawatan komprehensif kesehatan mulut bagi semua anak, dengan melakukan occlusal guidance, yaitu menuntun erupsi dan perkembangan gigi-geligi sejak periode gigi susu, bercampur dan permanen, sehingga dicapainya gigi-geligi permanen yang stabil, dapat berfungsi normal, dan secara estetik bisa diterima.
Hasil perawatan ortodonti pada anak tidak akan stabil, apabila oral bad habit tidak dihentikan. Oleh karena itu, kalangan dokter gigi sendiri perlu memperkenalkan konsep perawatan gigi komprehensif kepada anak. Kerjasama antara dokter gigi, penyedia pelayanan kesehatan ibu dan anak, rumah sakit bersalin, bidan sangat diperlukan.
Untuk mencegah terjadinya maloklusi atau susunan gigi dan rahang yang tidak normal harus dilakukan sejak dini, bahkan sejak bayi dilahirkan. Stimulasi fisiologis sangat penting untuk mendukung pertumbuhan kompleks kraniofasial yang normal. “Mengenali oral bad habit anak dan menghentikannya sejak dini akan mencegah berkembangnya maloklusi pada anak,” jelasnya.
Sedangkan Sri Kuswandari, yang dikukuhkan di bidang Ilmu Kedokteran Gigi Anak menyampaikan pidato berjudul Peningkatan Kesehatan Mulut sebagai Upaya Mendapatkan Kualitas Hidup yang Optimal pada Lanjut Usia. Menurut Sri Kuswandari, penyakit kering mulut sebagai dampak dari dari jumlah air ludah yang sedikit, sering terjadi pada lansia dan merupakan efek samping dari penyakit sistemik yang tidak terkontrol seperti Diabetes mellitus dan efek dari pemakaian pengobatan rutin, semisal obat antihipertensi. “Kering mulut menyebabkan lansia lebih rentan terhadap penyakit infeksi mulut seperti penyakit gusi, karies karena kebersihan rongga mulut yang kurang baik,” katanya.
Penyakit gusi dan karies, kata Sri Kuswandari, bisa menyebabkan lansia mengalami rasa nyeri pada gigi dan mulut, gangguan makan bahkan menjadi kurang percaya diri, yang akhirnya akan menurunkan kualitas hidup lansia. “Dalam konteks kesehatan, penilaian kualitas hidup lebih didasarkan pada kesehatan umum, sementara kesehatan mulut sering terabaikan,” katanya.
Ia memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Posyandu-posyandu lansia di Yogyakarta menunjukkan sekitar 70% lansia memiliki kualitas hidup terkait kesehatan mulut yang sangat rendah. Rendahnya kualitas kesehatan mulut merupakan dampak dari kondisi perawatan mulut yang kurang baik sehingga mulut tidak dapat memenuhi fungsinya.
Ia membagi tips bagi lansia untuk meningkatkan kesehatan mulutnya agar mendapatkan kualitas hidup yang optimal dengan cara meningkatkan kebersihan mulut, mengendalikan penyakit sistemik yang telah terdiagnosis, segera melakukan pemeriksaan lanjut apabila ada gejala dan tanda yang tidak normal menghentikan kebiasaan merokok, bernafas melalui mulut, dan mengendalikan gangguan psikologis seperti stres, cemas, dan depresi. “Yang tidak kalah penting memenuhi kebutuhan cairan tubuh minimal 1,5 liter per hari, melakukan pemeriksaan gigi dan mulut secara rutin 6 bulan sekali dan jangan pernah mengabaikan kesehatan mulut,” pungkasnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania dan Tiefany Ruwaida Nasukha
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie