Sektor ketahanan pangan menjadi salah satu agenda utama dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Dalam menjawab tantangan tersebut, UGM melakukan hilirisasi inovasi varietas padi Gadjah Mada Gogo Rancah 7 (Gamagora) menjadi produk Beras Premium Presokazi. Prof. Dr. Ir. Taryono, M.Sc. selaku peneliti menjelaskan inovasi beras Presokazi ditujukan untuk mengatasi permasalahan kekurangan gizi, khususnya zat besi (Fe) dan seng (Zn) pada anak dan ibu hamil yang menyebabkan tumbuh kembang anak terhambat dan mengakibatkan gejala kekerdilan (stunting). Beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia menjadi salah satu opsi yang menjanjikan, karena terjangkau dan aksesibilitasnya tinggi. Beras Presokazi dihasilkan dari budidaya varietas padi Gamagora 7 menggunakan pupuk Super Smart Fertilizer (SSF) yang juga merupakan hasil inovasi PIAT UGM. “Gagasan dan penelitian biofortifikasi yaitu meningkatkan kandungan gizi pangan melalui budidaya sudah digagas lama, hanya untuk beras Presokazi baru dimulai tahun 2023,” terang Taryono, Jumat (27/12).
Riset pengembangan beras Presokazi dilakukan oleh tim peneliti pangan Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UGM bekerja sama dengan pihak swasta setelah melihat nilai strategis dari beras ini. Varietas padi Gamagora 7 mulanya ditujukan untuk mengatasi masalah perubahan iklim yang mempengaruhi hasil panen petani. Dibanding jenis padi lainnya, Gamagora 7 lebih tahan terhadap kondisi lingkungan dan perubahan iklim. Padi Gamagora 7 akan tetap tumbuh di lahan kering maupun tadah hujan. Ketahanan terhadap hama seperti wereng juga terbukti. Selain itu, Gamagora 7 memiliki masa panen yang lebih singkat, yakni sekitar 104 hari dan potensi hasil mencapai 9,8 ton per hektar. Hal ini dapat menarik petani untuk membudidayakan padi Gamagora 7 bergizi tinggi.
Menurut Taryono, terlepas dari tujuan awal inovasinya, Gamagora 7 secara kebetulan menghasilkan beras bermutu tinggi yang pulen dan kaya protein. “Penggunaan bahan pembenah tanah pupuk super cerdas yang berasal dari limbah pertanian mampu meningkatkan kandungan zat besi dan seng,” ucapnya. Implementasi riset dilakukan langsung di lahan masyarakat kabupaten Klaten, Jawa Tengah dan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Barulah dicetuskan ide untuk membuat produk beras premium Presokazi.
Diakui Taryono, proses hilirisasi riset hingga mampu menjadi produk komersial tidaklah mudah. Dibutuhkan biaya produksi tambahan yang tinggi dalam proses pembenahan tanah, menanam, hingga panen. Pengembangan racikan bahan pembenah pupuk SSF juga memakan biaya yang tidak sedikit. Ditambah lagi tantangan dari minat para petani untuk menanam padi Gamagora 7 yang masih terbilang baru dan belum familiar di masyarakat.
Sejauh ini, hilirisasi riset Gamagora 7 sudah berkolaborasi dengan dua industri, yakni PT. Tunas Widji Inti Nayottama (TWINN) dan PT Agri Sparta. Taryono berharap, beras Presokazi dengan berbagai kelebihan dan keunggulannya untuk menyelesaikan masalah agrokompleks ini mampu menarik perhatian industri dalam proses komersialisasi. “Beberapa perusahaan tertarik untuk menggunakan teknologi pengembangan beras Presokazi tersebut, bahkan terdapat juga perusahaan swasta yang tertarik memasarkan langsung beras tersebut,” pungkasnya.
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson