
Tepat di Hari Kebangkitan Nasional, Selasa (20/5), Universitas Gadjah Mada (UGM) meluncurkan simbol baru ‘Formasi 3 Jari’ yang disertai dengan tagline ‘Merakyat, Mandiri, dan Berkelanjutan’. Peluncuran ini berlangsung meriah di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM dan menjadi momen penting dalam arah baru institusi menuju UGM 2025 and beyond. Acara yang dihadiri oleh pimpinan universitas, para dekan, kepala kantor, serta perwakilan sivitas ini berjalan penuh semangat, mengingatkan seluruh peserta akan pentingnya peran perguruan tinggi dalam membangun masa depan bangsa.
Rangkaian acara dibuka dengan narasi yang menegaskan bahwa UGM hadir bukan sekadar sebagai institusi pendidikan tinggi, tetapi sebagai penggerak perubahan. Simbol tiga jari yang diperkenalkan merepresentasikan tiga nilai utama yang kini diusung UGM, yakni merakyat, mandiri, dan berkelanjutan. Para peserta diajak untuk tidak hanya menyaksikan peluncuran ini sebagai seremoni, tetapi juga sebagai ajakan untuk memperkuat identitas dan semangat kontribusi. Tiga jari ini diharapkan menjadi simbol komunikasi yang mudah dikenali dan dapat digunakan dalam berbagai kegiatan kampus. Dengan simbol ini, UGM ingin menyampaikan pesan kuat kepada publik bahwa universitas hadir, mendengar, dan bertindak bersama rakyat.
Dalam pengantar sesi refleksi kebangkitan nasional, Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes., menyampaikan bahwa peluncuran ini merupakan puncak dari proses yang telah dimulai sejak 10 Desember 2024. Saat itu, UGM mulai merefleksikan ulang tagline sebelumnya ‘Mengakar Kuat, Menjulang Tinggi’. Menurutnya, refleksi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat, pemimpin daerah, mahasiswa, dan mitra UGM di dalam dan luar negeri. Ia juga menyebut bahwa tantangan zaman yang semakin kompleks menuntut UGM untuk lebih adaptif dan relevan dalam menjawab persoalan masyarakat. “Kita mempertanyakan, apakah ‘mengakar kuat’ dan ‘menjulang tinggi’ sudah cukup?” tutur dr. Andreasta, menegaskan urgensi pembaruan nilai.
Melalui serangkaian diskusi kelompok terfokus (FGD) dan wawancara mendalam, muncul kesadaran bahwa UGM perlu memberikan dampak nyata yang lebih luas. Dr. Andreasta menambahkan bahwa ketiga nilai tersebut bukan hanya narasi normatif, melainkan hasil konkret dari proses konsultatif dan reflektif yang panjang. Tujuan akhirnya adalah menjadikan UGM lebih relevan dan berdaya saing dalam konteks lokal, nasional, hingga global. Ia juga menyampaikan apresiasi kepada para pimpinan unit dan sivitas yang telah aktif menyumbangkan pandangan dalam penyusunan nilai-nilai baru ini. Harapannya, nilai-nilai tersebut akan menjadi landasan dalam seluruh kebijakan dan program UGM ke depan. “Masyarakat ingin melihat apa yang dikerjakan UGM sesuai dengan harapan mereka. Dari situ muncul tiga kata tambahan, yaitu merakyat, mandiri, dan berkelanjutan,” jelasnya.
Sementara itu, Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K), Ph.D., menyampaikan bahwa momentum Hari Kebangkitan Nasional sangat tepat untuk memperkenalkan arah baru UGM. Rektor turut mengapresiasi seluruh pihak yang telah ikut serta dalam proses penyusunan visi baru ini, termasuk tim akademik dan mitra strategis. Ia menekankan bahwa kebangkitan UGM bukan hanya simbolik, tetapi juga menjadi energi baru untuk bergerak bersama mewujudkan visi besar universitas. Peluncuran ini diharapkan menjadi tonggak awal dari langkah-langkah konkret yang akan segera dijalankan di seluruh lini institusi. “Saya sangat bangga karena UGM selalu menjadi pelopor dalam perubahan dan transformasi sosial,” ujarnya.
“Untuk apa menjulang tinggi kalau tidak berbuah lebat?” tanya Rektor. Ia menegaskan pentingnya memberi dampak nyata dalam segala aktivitas universitas. Menurutnya, buah lebat adalah simbol dari dampak, kontribusi nyata bagi masyarakat yang dapat dirasakan luas dan berkelanjutan. Rektor menekankan bahwa kualitas perguruan tinggi diukur bukan hanya dari reputasi akademik, tetapi juga dari kontribusinya pada pemecahan persoalan nyata. Dalam konteks tersebut, nilai merakyat, mandiri, dan berkelanjutan menjadi fondasi penting. UGM, kata Rektor, harus mampu menjembatani pengetahuan dan tindakan nyata agar mampu menjadi lokomotif perubahan sosial. Setiap langkah universitas harus berorientasi pada solusi dan kebermanfaatan publik.
Lebih lanjut, Rektor menjelaskan makna masing-masing nilai. Merakyat, kata beliau, bukan berarti segalanya harus gratis, melainkan hadirnya UGM sebagai ruang terbuka untuk semua kalangan dengan kepekaan sosial tinggi. Kampus harus peka terhadap keragaman dan mampu memberdayakan masyarakat melalui pendidikan, riset, dan pengabdian. Lingkungan belajar yang inklusif, adil, dan empatik menjadi prasyarat untuk mewujudkan nilai ini. UGM ingin memastikan bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, mendapat kesempatan yang adil untuk berkembang. Inilah makna keilmuan yang membumi dan berpihak pada keadilan sosial. “Merakyat itu adalah melihat sesuatu secara kompleks dalam peran-peran yang kita miliki,” ujarnya.
Kemandirian dipahami sebagai peran aktif UGM dalam mendorong pembangunan, termasuk melalui inovasi dan teknologi yang menguatkan ketahanan bangsa. Rektor mencontohkan program Afirmasi dan Aksesibilitas Kemandirian Mahasiswa (AAKM) yang memandirikan ribuan mahasiswa setiap tahun. Ia menyebut program-program UGM sebagai wujud nyata universitas dalam memfasilitasi percepatan pembangunan yang berorientasi sains dan teknologi. Kemandirian juga berarti UGM tidak bergantung secara pasif, melainkan proaktif menciptakan peluang-peluang kemajuan. Dalam bidang pangan, energi, dan kesehatan, UGM telah menunjukkan kontribusi nyata melalui riset-riset aplikatif.
Adapun keberlanjutan dimaknai sebagai komitmen jangka panjang terhadap masa depan. Rektor menyoroti pentingnya keberlanjutan dalam merespons tantangan global, seperti perubahan iklim dan ketimpangan sosial. Dalam hal ini, UGM terus memperkuat portofolio riset dan kebijakan yang berdampak jangka panjang, termasuk pada aspek sosial dan lingkungan. Keberlanjutan menjadi nilai strategis yang akan membimbing arah kebijakan universitas dalam beberapa dekade mendatang. Rektor menyebut bahwa pembangunan yang berkelanjutan adalah tanggung jawab moral perguruan tinggi dalam menjaga warisan bumi bagi generasi mendatang. Dengan kata lain, keberlanjutan bukan pilihan, tetapi keharusan.
Peluncuran formasi 3 jari dan tagline baru ini menandai semangat baru bagi seluruh sivitas akademika UGM. UGM berkomitmen untuk tidak hanya menjadi menara gading, tetapi menjadi ruang bersama yang relevan, berdampak, dan berpihak pada masa depan Indonesia yang lebih baik. Acara ditutup dengan penekanan tombol peluncuran oleh Rektor dan pertunjukan tarian “Niskala Dwipantara” dari Sastra Oebah yang mengiringi simbolisasi kebangkitan. Momen kebersamaan tersebut ditandai dengan foto bersama para pimpinan dan peserta yang hadir. Para peserta tampak antusias mengikuti rangkaian acara hingga akhir, menandai semangat kebersamaan yang kuat. Peluncuran ini bukan akhir, melainkan awal dari babak baru transformasi UGM. Merakyat, Mandiri, dan Berkelanjutan bukan hanya slogan, tetapi komitmen nyata dalam karya, inovasi, dan pelayanan. UGM 2025 and beyond bukanlah mimpi, tapi arah yang terus diperjuangkan bersama. Semangat kebangkitan ini akan terus dihidupkan melalui kolaborasi, refleksi, dan aksi nyata dari seluruh elemen UGM. Karena pada akhirnya, masa depan Indonesia sangat mungkin dimulai dari kampus ini.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Donnie