Universitas Gadjah Mada kembali melantik 699 insinyur baru. Sebanyak 699 insinyur baru berasal dari tiga fakultas yaitu Fakultas Teknik (592), Fakultas Kehutanan (70) dan Fakultas Peternakan (37).
Pelantikan insinyur baru berlangsung di Gedung Grha Sabha Pramana Bulaksumur, Selasa (16/7) dihadiri Prof. Ir. Selo, S.T., M.T., M.Sc., Ph.D., IPU, ASEAN Eng., Dekan Fakultas Teknik, Prof. Ir. Budi Guntoro,S.Pt., M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng., Dekan Fakultas Peternakan dan Sigit Sunarta, S.Hut., M.P., M.Sc., Ph.D., Dekan Fakultas Kehutanan.
Hadir pula sejumlah pejabat diantaranya Direktur Sumber Daya Manusia PT. Pertamina (Persero), Ir. M. Erry Sugiharto, S.T., M.H., IPU, Sekretaris Jenderal PII Pusat Ir. Bambang Goeritno, M.Sc., M.P.A., IPU., APEC Engineer, dan Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem (BPPE) Ditjen KSDAE Kementerian LHK, Dr. Ir. Ammy Nurwati, M.M.
Dekan Fakultas Peternakan UGM, Prof. Ir. Budi Guntoro, S.Pt., M.Sc., Ph.D., IPU., ASEAN Eng mewakili sambutan para dekan menyatakan saat ini lulusan Program Studi Pendidikan Profesi Insinyur atau PSPPI dari perguruan tinggi penyelenggara insinyur masih sangat jauh dari jumlah ideal yang menjadi ketentuan guna menghadapi kompetisi global. Terlebih dalam mobilisasi tenaga profesional menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi Asean) yang akan berakhir di tahun 2025.
Karena itu, katanya, bila tidak ada upaya keras dalam mengisi kekosongan profesi insinyur bisa diperkirakan ketika MEA berakhir di 2025 nanti maka jumlah insinyur di Indonesia tidak akan cukup memenuhi target. Sementara kebutuhan minimal tidak kurang dari 1 juta insinyur.
Dengan jumlah yang masih sedikit ini bisa dipastikan Republik Indonesia akan mengalami masalah besar dalam berkompetensi di tingkat global. Untuk menghadapi hal tersebut tidak ada jalan lain adalah meningkatkan kesadaran visi globalisasi pada kalangan profesional, praktisi, kalangan pendidikan dan asosiasi insinyur Indonesia untuk secara bersama menyadari akan pentingnya mematuhi UU No 11 tahun 2014.
“Dengan begitu maka jumlah insinyur Indonesia dapat bertambah, dan dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga bisa bersaing di tingkat global,” katanya.
Sementara itu Erry Sugiharto salah satu lulusan yang mewakili penerima sertifikat insinyur profesional menyatakan salah satu aspek penting dari perjalanan profesi insinyur adalah pengakuan terhadap keahlian. Memiliki sertifikasi resmi sebagai insinyur menjadi saksi atas integritas dalam memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan.
“Ini bukan sekedar formalitas melainkan jaminan bahwa kita siap menjalankan tanggung jawab besar yang datang dari profesi keinsinyuran ini,” katanya.
Dari berbagai data yang dihimpun, kata Erry, jika dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam dan Korea Selatan maka jumlah ketersediaan Insinyur di Indonesia masih tergolong sedikit yaitu 2.670 dibanding 1 juta penduduk. Sedangkan di Vietnam ada sebanyak 9.000 dan Korea Selatan 25.000 dibanding 1 juta penduduk.
Fakta lainnya, melihat fenomena Pemerintah Indonesia yang begitu agresif dalam menyusun roadmap menuju Indonesia maju dengan berbagai proyek strategis di berbagai perimeter wilayah Indonesia tentu menjadikan peran Insinyur sangat dibutuhkan agar dapat mewadahi dan mendeliver hal tersebut.
Belum lagi di era revolusi industri society 5.0 yang menuntut pemanfaatan teknologi terkini seperti artificial intelligent, robotic, dan machine learning tentunya perlu dibarengi dengan skill set dan learning agility yang tinggi dari para Insinyur terhadap teknologi untuk bisa beradaptasi dengan cepat dan berinovasi tanpa batas.
“Di sinilah menjadi kesempatan kita membangun kredibilitas dan bersinergi secara inklusif dalam menopang kemajuan industri,” ungkapnya.
Hal senada disampaikan Ammy Nurwati. Ia menyampaikan menuju Indonesia Emas di tahun 2045, peran Insinyur semakin banyak dibutuhkan di berbagai bidang, diantaranya bidang konstruksi-teknik industri yang dituntut tidak hanya memahami sisi teknikal tetapi juga sisi manajemen dari suatu industri.
Begitu juga di bidang kehutanan maupun lingkup agro maka di era profesionalisme saat ini profesi keinsinyuran kehutanan diharapkan memberikan peran dalam mempertahankan bahkan meningkatkan produktivitas serta kelestarian fungsi ekosistem hutan dengan mendasarkan pada kode etik insinyur, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai.
“Selain itu dituntut memiliki karakter unggul, beretika, berintegritas dan bertanggungjawab terhadap segala keputusan dan pekerjaan yang dilakukannya,” papar Ammy wakil para Insinyur yang dilantik.
Bambang Goeritno selaku Sekretaris Jenderal PII Pusat mengingatkan bahwa profesionalisme merupakan wujud tingkah laku, kepakaran dan kualitas seseorang yang profesional. Semua tindakan seorang profesional dipagari oleh etika profesi.
“Dengan demikian insinyur profesional adalah mereka yang secara utuh dan lengkap menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki pengalaman dan memegang teguh etika profesi,” imbuhnya.
Penulis: Agung Nugroho
Foto: Donnie