
Universitas Gadjah Mada (UGM) kembali menunjukkan komitmennya dalam memperkuat ekosistem inovasi nasional melalui penyelenggaraan Review Mission PRIMESTeP 2025 yang digelar di Gedung Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) UGM, pada Senin (30/6). Kegiatan ini diinisiasi oleh Direktorat Pengembangan Usaha (DitPUI) UGM dan dihadiri perwakilan dari Asian Development Bank (ADB), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek), serta mitra universitas pelaksana proyek PRIMESTeP di Indonesia.
Seperti diketahui, PRIME STeP atau Promoting Research and Innovation through Modern and Efficient Science and Techno Park adalah inisiatif yang dirancang untuk meningkatkan kemampuan riset dan inovasi di bidang teknologi pendidikan di Indonesia. Program ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi antara perguruan tinggi, industri, dan pemerintah guna menciptakan solusi inovatif yang dapat menjawab tantangan dalam sektor pendidikan. Berada dalam naungan Kemendiktisaintek, proyek ini menyediakan sistem pemantauan dan evaluasi untuk dana hibah dalam misi pengembangan Science Techno Park (STP).
Wakil Rektor UGM Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama, Dr. Danang Sri Hadmoko, menegaskan pentingnya kolaborasi ini dalam mendorong transformasi pendidikan tinggi. Ia menekankan bahwa PRIMESTeP merupakan katalisator penting untuk mempercepat dampak riset yang bermakna bagi masyarakat. “Kehadiran para peserta hari ini merupakan sebuah bukti nyata komitmen bersama antara Pemerintah Indonesia dan mitra internasional, terutama ADB, untuk memperkuat inovasi di seluruh institusi akademik,” ujarnya.
Perwakilan Kemendiktisaintek, Dr. Benny Bandanadjaja, S.T., M.T., dalam sambutannya mengakui bahwa pelaksanaan Subproject Delivery Partner (SDP) tahun ini menghadapi sejumlah tantangan, terutama dalam hal penganggaran dan penyesuaian kebijakan efisiensi nasional. Namun ia memastikan bahwa kendala tersebut telah ditangani dan anggaran kini siap dimanfaatkan untuk pelaksanaan program. Ia berharap sisa waktu dalam tahun berjalan dapat dimaksimalkan untuk menjalankan program-program utama. “Kami berharap SDP UGM bisa menjadi contoh praktik baik bagi pelaksanaan SDP di universitas-universitas lain di masa mendatang,” jelas Benny.
Principal Social Sector Specialist ADB, Fook Yen Chong, mengapresiasi kemajuan yang telah dicapai oleh UGM, khususnya dalam menyediakan ruang dan dukungan nyata bagi startup dan inovator muda. Ia juga mencatat beberapa tantangan yang dihadapi, seperti rekrutmen konsultan dan penyesuaian indikator kinerja proyek, namun optimis semua itu dapat segera dituntaskan. ADB, lanjutnya, tetap berkomitmen mendukung akselerasi hilirisasi riset di perguruan tinggi. “Kami berharap semua aktivitas kunci PRIMESTeP bisa berjalan optimal seperti yang dirancang di awal proyek,” ucap Fook Yen Chong.
Ia menyoroti pentingnya keluwesan dalam implementasi desain program agar tetap relevan dan berdampak nyata di lapangan. Fook juga mengajak seluruh mitra untuk tidak hanya fokus pada pelaksanaan administratif, tetapi juga mendengarkan kebutuhan dan aspirasi para peneliti dan pelaku startup. Hal ini sejalan dengan visi ADB untuk mendukung ekosistem inovasi yang tangguh dan responsif terhadap tantangan global. “Kami menantikan hasil dan pencapaian dari para peneliti dan startup yang terlibat,” ungkapnya.
Direktur Direktorat Pengembangan Usaha UGM, Dr. Hargo Utomo, menjelaskan bahwa UGM tengah membangun ekosistem inovasi secara menyeluruh, dari laboratorium hingga industri. Melalui Science Techno Park (STP) UGM, berbagai pusat unggulan dan unit prototipe seperti fabrication lab dikembangkan untuk mempercepat proses hilirisasi. “Kita bekerja bersama fakultas dan departemen agar inovasi bisa tumbuh dari berbagai unit, lalu dibimbing menuju industri melalui DitPUI dan IP Management Office,” jelasnya.
Dalam paparannya, Hargo juga turut menampilkan lima inovasi unggulan dari para peneliti UGM, antara lain Detektor Aroma Ultra-sensitif Berbasis AI untuk meningkatkan produktivitas industri, Prototipe Portable Multispektral sebagai alat diagnosis Spinal Muscular Atrophy berbasis kecerdasan buatan, Gel Pencerah Kulit Berbasis Kaliks Pirogalolarena, Penguatan Restorasi Gigi dengan Serat Sutra Lokal, serta Produksi Beras ‘Presokazi’ dengan Pupuk Super Cerdas. Selain itu, kegiatan juga dilengkapi dengan Mini Expo untuk memberikan ruang bagi para inventor untuk memaparkan produk inovasinya. Sejumlah sepuluh startup hasil inkubasi UGM STP juga turut mempresentasikan produk mereka, diantaranya Attempe (healthy non-GMO tempe), pemanis alami dari singkong atau Glucosweet, serta Banoo dan SonusHub (B2B e-commerce panel surya).
Lebih lanjut Hargo menjelaskan bahwa pendekatan UGM dalam mengembangkan STP menggabungkan strategi push and pull untuk mempercepat komersialisasi inovasi. Dalam skema ini, kebutuhan industri dijadikan pendorong untuk mempercepat hasil riset menuju pasar, tanpa mengorbankan kualitas akademik. Menurut Hargo, waktu menuju pasar (time-to-market) menjadi indikator penting keberhasilan inovasi, dan hal ini menuntut perubahan budaya kerja di kampus. “Perjalanan tiga tahun ini menjadi tantangan besar, dan kami percaya bahwa inovasi harus dijalankan seperti kombinasi antara sprint dan maraton,” tuturnya.
Usai sesi presentasi, para peserta diajak mengunjungi Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) dan Gedung Wolbachia di kawasan STP UGM untuk melihat langsung implementasi nyata inovasi di sektor kesehatan dan agroindustri. Hargo menyebut kunjungan ini sebagai bentuk konkret dari dampak program PRIMESTeP dalam menjembatani hasil riset menuju komersialisasi. Di penghujung acara, UGM menyampaikan apresiasi kepada ADB serta Tim PMU Kemendikti Saintek atas dukungan dan kolaborasi yang telah terjalin. Diharapkan, sinergi ini terus berlanjut dan melahirkan berbagai terobosan inovatif yang relevan dan bermanfaat luas bagi masyarakat, sejalan dengan arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2025–2029.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Dok. DitPUI