
Universitas Gadjah Mada kembali menegaskan komitmennya dalam tata kelola sumber daya manusia yang profesional dan bertanggung jawab. Kali ini, apresiasi datang dari BPJS Kesehatan yang menganugerahkan penghargaan kepada UGM sebagai Badan Usaha Patuh dan Kooperatif pada 5 Agustus silam. Penghargaan tersebut menjadi bukti konkret bahwa UGM tidak hanya fokus pada pengembangan akademik, tetapi juga berkomitmen penuh terhadap perlindungan jaminan sosial bagi seluruh pegawainya. Di balik capaian ini, terdapat kerja sistematis dan kolaboratif dari berbagai unit di UGM, salah satunya adalah Direktorat Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi garda depan dalam pengelolaan kepesertaan BPJS Kesehatan.
Tugas teknis harian mulai dari pendataan hingga menyelesaikan permasalahan lapangan juga telah dikelola dengan sistem yang efisien dan terkoordinasi dengan baik. Proses ini tidak hanya mengandalkan sistem digital, namun mengedepankan komunikasi aktif antarunit. Penunjukan person in charge (PIC) untuk setiap lini menjadi kunci dalam memastikan kelancaran pengelolaan data pegawai. “PIC BPJS Kesehatan adalah Pak Tri Gunawan, beliau yang melakukan proses mulai dari pendataan, proses reguler bulanan, hingga penyelesaian masalah jika ada kendala atau permasalahan teknis di lapangan,” jelas Eko Yulianto, S.E., M.Acc., Kepala Sub Direktorat SDM UGM, Kamis (7/8).
Eko menjelaskan, apresiasi yang diberikan oleh BPJS Kesehatan kepada UGM bukan datang begitu saja, melainkan hasil dari upaya konsisten dan kesadaran kolektif dalam membangun ekosistem administrasi yang tertib. Setiap prosedur yang dikelola secara baik dan terjadwal, mulai dari pembayaran iuran hingga pelaporan berkala. Selain itu, sinergi antara unit kerja dan pengelola BPJS Kesehatan di Direktorat SDM menjadi pilar penting dalam menciptakan budaya patuh terhadap regulasi nasional. “Kami selalu melakukan koordinasi rutin dengan pengelola kepegawaian di unit dan membayar iuran secara tertib kepada BPJS,” ungkapnya.
Aspek kepatuhan juga terlihat dari kerapihan administrasi dan ketepatan waktu dalam memenuhi permintaan data oleh BPJS. Setiap tahun, UGM mengikuti proses audit dan pemeriksaan oleh BPJS dan semua kebutuhan informasi disiapkan dengan baik. Ketelitian dan konsistensi dalam pelaporan ini menjadi salah satu alasan mengapa UGM dinilai sebagai institusi yang kooperatif. “Setiap data yang diperlukan oleh BPJS selalu kami penuhi dengan baik,” tambah Tri Gunawan, salah satu Pengelola Kepegawaian di Direktorat SDM.
Dalam sistem kerja yang diterapkan, setiap unit kerja di UGM memiliki PIC yang bertanggung jawab dalam pengelolaan data pegawai terkait BPJS Kesehatan. Selanjutnya, Direktorat SDM bertindak sebagai simpul koordinasi untuk menghimpun dan mengelola data secara menyeluruh sebelum diteruskan ke BPJS Kesehatan. Hal ini memungkinkan proses administrasi berlangsung secara lebih efisien dan minim kesalahan. “Dari data di unit, kami lakukan proses administrasi dan penyampaian ke BPJS secara kolektif,” terang Eko.
Namun demikian, pengelolaan yang ideal tetap menghadapi tantangan di lapangan, khususnya dalam menjaga akurasi dan pembaruan data yang dinamis. Setiap perubahan status kepegawaian atau penghasilan memerlukan penyesuaian yang cepat agar tidak menimbulkan kendala saat pegawai mengakses layanan BPJS Kesehatan. Proses ini membutuhkan kerja sama lintas unit yang terus-menerus dijaga dan ditingkatkan. “Tantangannya adalah koordinasi antarunit serta pembaruan data ketika ada perubahan gaji yang berdampak pada besaran iuran, ” jelas .
Tidak jarang, pegawai mengalami kendala saat hendak menggunakan layanan BPJS karena status kepesertaan yang tidak aktif. Untuk itu, tim pengelola terus berupaya menciptakan sistem pengawasan dan tanggap darurat yang memungkinkan penanganan cepat atas setiap kasus. Kecepatan respons menjadi indikator penting dalam menjaga kualitas layanan kepegawaian di UGM. “Misalnya ketika ada pegawai yang membutuhkan layanan kesehatan tapi status kepesertaannya bermasalah, ini harus segera kami tangani agar pelayanan tetap bisa diakses,” lanjutnya.
Sistem iuran kolektif yang diterapkan di UGM juga memberi keuntungan signifikan bagi pegawai, terutama dalam hal cakupan keluarga inti dan efisiensi biaya. Dengan basis perhitungan berdasarkan gaji dan tunjangan, UGM mampu menyediakan skema perlindungan yang lebih menyeluruh dibandingkan peserta mandiri. Pendekatan ini menjadi bentuk perlindungan nyata terhadap kesejahteraan sivitas. “Kalau mandiri itu dihitung per jiwa, sementara di UGM cukup sekali untuk keluarga inti,” ujar Tri.
Di sisi lain, tantangan administratif juga muncul dalam proses pembaruan data keluarga pegawai yang sering kali melibatkan instansi luar seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil). Keterlambatan atau ketidaksesuaian data sering menjadi hambatan yang harus segera ditangani agar layanan BPJS tidak terganggu. Hal ini membutuhkan pendekatan proaktif dari tim pengelola dalam melakukan pembaruan dan verifikasi data. “Misalnya ada pegawai yang baru menikah tapi belum tercatat di Dukcapil, itu harus kami bantu selesaikan dulu agar datanya bisa diinput ke sistem BPJS,” tambah Tri.
Untuk menjaga komunikasi yang efektif, Sub Direktorat SDM membentuk grup koordinasi antarunit melalui platform digital seperti WhatsApp. Grup ini menjadi kanal utama dalam menyampaikan informasi terbaru, menyelesaikan masalah teknis, dan merespons kasus darurat. Selain itu, komunikasi langsung via telepon atau pertemuan daring juga dilakukan jika situasi membutuhkan penanganan segera. “WA Group menjadi sarana utama kami menyampaikan update, dan untuk kasus tertentu kami hubungi PIC atau pegawai secara langsung,” jelas Eko.
Beberapa kasus membutuhkan penanganan cepat karena berkaitan langsung dengan akses layanan kesehatan, terutama ketika terjadi di luar jam kerja. UGM telah menyiapkan mekanisme layanan darurat yang memungkinkan pegawai tetap mendapatkan dukungan kapanpun dibutuhkan. Hal ini mencerminkan keseriusan UGM dalam menjamin hak kesehatan sivitasnya. “Misalnya saat ada perubahan data anak,” ungkapnya.
Penghargaan yang diterima UGM menjadi titik tolak untuk terus menyempurnakan layanan dan meningkatkan kepuasan pegawai. Capaian ini tidak hanya menjadi pengakuan atas kinerja masa lalu tetapi juga sebagai pemicu komitmen untuk pelayanan yang lebih baik ke depan. Pelayanan yang inklusif dan responsif menjadi target pengembangan selanjutnya. “Pelayanan harus terus ditingkatkan karena ini menyangkut hak seluruh pegawai, bahkan di luar jam kerja sekalipun kami tetap harus siap,” ujar Eko.
Sebagai institusi pendidikan, UGM diharapkan dapat memainkan peran strategis dalam mendorong kepatuhan terhadap jaminan sosial kesehatan secara lebih luas. Baik melalui contoh praktik administratif yang baik maupun kontribusi pemikiran dari kalangan akademik. “Dengan capaian ini sebagai institusi pendidikan, UGM bisa menjadi role model dalam pelaksanaan jaminan kesehatan sosial khususnya dalam pelaksanaan BPJS,” tambah Eko.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Tri yang menekankan pentingnya memberi teladan kepada institusi lain sekaligus memperkuat kolaborasi dengan BPJS. UGM tidak hanya ingin menjadi penerima manfaat, tetapi mitra aktif dalam penyebaran informasi dan edukasi tentang jaminan sosial. Peran ini dinilai penting agar seluruh pegawai di sektor pendidikan memperoleh perlindungan yang layak. “Kami ingin memberikan contoh baik dan berharap BPJS juga terus memberikan informasi terbaru yang bisa kami sosialisasikan ke seluruh pegawai,” ujarnya.
Sebagai satu-satunya perguruan tinggi negeri di DI Yogyakarta yang menerima penghargaan dari BPJS, UGM meneguhkan posisinya sebagai pionir dalam pengelolaan kepegawaian yang berbasis hak sosial. Capaian ini menunjukkan bahwa institusi pendidikan pun mampu menyamai bahkan melampaui perusahaan-perusahaan besar dalam hal kepatuhan administrasi. “Di dunia pendidikan, kita satu-satunya yang diapresiasi BPJS Kesehatan di DIY, dan ini jadi motivasi untuk terus meningkatkan pelayanan BPJS Kesehatan,” jelas Eko.
Menutup wawancara, Eko menyampaikan harapan agar penghargaan ini tidak hanya menjadi simbol, tetapi menjadi pengingat akan pentingnya peningkatan layanan. UGM berharap BPJS Kesehatan juga terus memperbaiki sistem, dan membuka akses informasi seluas mungkin bagi para pesertanya. Kolaborasi antara institusi dan penyedia jaminan sosial harus dijaga agar benar-benar berdampak pada kesejahteraan pegawai. “Harapannya pelayanan BPJS Kesehatan makin sederhana, responsif, dan sistem yang mudah diakses oleh semua pegawai, khususnya di UGM,” pungkasnya.
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Dok.Tri Gunawan