
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada menjadi tuan rumah bagi tiga agenda penting yang bertujuan untuk memperkuat pengembangan praktik psikologi berbasis bukti di Indonesia. Ketiga agenda yang digelar meliputi Lokakarya Regional, pelatihan Comprehensive Systematic Review, serta Rapat Kerja Badan Pengurus AP2TPI. Seluruh rangkaian dirancang untuk memperkuat kerangka praktik psikologi yang terstandar, ilmiah, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia (AP2TPI) dengan dukungan dari Joanna Briggs Institute (JBI) ini, telah berlangsung selama empat hari pada 28 hingga 31 Juli 2025 silam.
Agenda pembuka adalah Lokakarya Regional bertajuk “Praktik Psikologi Berbasis Bukti” yang digelar pada Senin (28/7) di ruang A-203 Fakultas Psikologi UGM. Lokakarya ini dihadiri oleh perwakilan dari berbagai asosiasi dan ikatan profesi, termasuk Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). Kegiatan lokakarya ini menjadi titik awal untuk menyamakan pandangan dan menyusun rencana aksi dalam pengembangan layanan psikologi berbasis bukti. Diskusi juga diarahkan untuk mengidentifikasi kebutuhan lokal serta strategi adaptasi pendekatan Evidence-Based Practice (EBP) dalam konteks Indonesia.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Bagus Takwin, M.Hum., Psikolog, yang hadir sebagai perwakilan HIMPSI dari Universitas Indonesia, menyampaikan bahwa pertemuan ini merupakan ruang refleksi bersama. Menurutnya, praktik psikologi perlu berpijak pada bukti ilmiah yang relevan dengan realitas sosial masyarakat Indonesia. “Saatnya kita bertanya, apa buktinya, dan untuk siapa bukti ini dibuat?” ujarnya
Pada sesi pengantar, tiga akademisi dari University of Adelaide, Bianca Pilla, Prof. Deborah Turnbull, dan Dr. Chevaun Haseldine, mengenalkan kerangka kerja Evidence-Based Practice (EBP) yang telah diterapkan secara luas di Australia. Mereka menjelaskan bahwa EBP menggabungkan tiga komponen utama, yaitu bukti ilmiah, keahlian klinis, serta nilai dan kebutuhan individu yang dilayani. Pendekatan ini dinilai mampu meningkatkan kualitas intervensi serta memperkuat kepercayaan publik terhadap layanan psikologi. Ketiganya juga menekankan pentingnya pelatihan berkelanjutan bagi para profesional untuk menjaga relevansi praktik mereka.
Sesi berikutnya diisi oleh Prof. Turnbull, Dr. Sonia Hines, dan Bianca Pilla yang menyampaikan berbagai studi kasus penerapan EBP dalam bidang psikologi, keperawatan, dan kesehatan. Mereka memaparkan bagaimana EBP diterapkan untuk pengambilan keputusan yang lebih akurat, etis, dan berdampak jangka panjang. Studi kasus tersebut membuka wawasan peserta mengenai fleksibilitas EBP dalam berbagai konteks pelayanan. Para peserta juga diajak untuk menganalisis bagaimana pendekatan serupa dapat diadaptasi di Indonesia dengan mempertimbangkan realitas lapangan.
Lebih lanjut, Dr. Natasha van Antwerpen memaparkan struktur sistem profesi psikologi di Australia. Ia menjelaskan peran lembaga seperti Australian Psychological Society (APS), Australian Psychology Accreditation Council (APAC), dan Australian Health Practitioner Regulation Agency (AHPRA) dalam menjamin mutu layanan dan kompetensi profesi. Pemaparan ini memberikan perspektif internasional mengenai sistem regulasi yang mendukung praktik berbasis bukti. Diskusi pun berkembang pada pentingnya membangun mekanisme serupa yang sesuai dengan konteks kebijakan dan struktur profesi di Indonesia.
Tantangan dan peluang penerapan psikologi berbasis bukti di Indonesia menjadi tema utama sesi berikutnya. Diskusi ini menghadirkan sejumlah tokoh penting, di antaranya Dekan Fakultas Psikologi UGM sekaligus Ketua Umum AP2TPI, Rahmat Hidayat, S.Psi., M.Sc., Ph.D., Ketua Umum HIMPSI, Dr. Andik Matulessy, M.Si., Psikolog, advokat reformasi kebijakan kesehatan mental Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid, serta Direktur Biro Psikologi Bina Insan Mandiri, Iffah Rosyiana, S.Psi., M.Psi., Psikolog. Para pembicara menggarisbawahi pentingnya kolaborasi multisektor dan kesadaran lintas profesi dalam pengembangan EBP. Mereka juga mendorong integrasi pendekatan berbasis bukti dalam pendidikan dan pelatihan psikolog di Indonesia.
Lokakarya ditutup dengan diskusi kelompok yang membahas strategi implementasi EBP dalam konteks layanan psikologi Indonesia. Setiap kelompok menyusun rencana aksi berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal, tantangan utama, serta kekuatan dan peluang yang dimiliki institusi masing-masing. Selain itu, peserta juga menggali potensi pendanaan, dukungan kebijakan, serta skema kolaborasi lintas lembaga. Kegiatan ini menjadi langkah awal yang penting dalam membangun komitmen kolektif menuju praktik psikologi yang lebih ilmiah, efektif, dan berdampak luas.
Reportase : Relung Fajar Sukmawati/Humas Fakultas Psikologi
Penulis : Triya Andriyani
Foto : Fadia hayu Godwina