Universitas Gadjah Mada bersama dengan Universitas Teuku Umar (UTU) dan Institut Seni Budaya Aceh, melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) dalam bidang Tridharma Perguruan Tinggi, Jumat (12/07), di Gedung Pusat UGM. Penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama ini dilakukan oleh Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Alumni, Dr. Arie Sujito, S.Sos., M.Si. dengan Rektor Universitas Teuku Umar, Prof. Dr. Ishak, M.Si., dan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Institut Seni Budaya Aceh, Dr. Dra. Ratri Candrasari, M.Pd. Turut hadir dalam acara tersebut, Direktur Pengabdian Kepada Masyarakat UGM, Dr. dr. Rustamaji, M.Kes., serta Direktur Kemitraan dan Relasi Global UGM, Prof. Dr. apt. Puji Astusti, M.Sc. Ruang lingkup kerja sama ini adalah ketiga institusi sepakat untuk melakukan kerja sama dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
Rektor Universitas Teuku Umar, Prof. Dr. Ishak, M.Si., mengatakan kerja sama ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi kedua institusi terutama bagi pengembangan sumber daya manusia Indonesia, khususnya di wilayah ujung barat Indonesia. “Usia UTU sebagai Perguruan Tinggi Negeri memang baru 10 tahun, tapi kami memiliki komitmen untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing global, terutama di sektor agro dan marine sebagai core edukasi kami,” ungkap Ishak.
Ia menambahkan, dengan 6 Fakultas, 23 Program Studi S1, 4 Program Studi S2, dan mahasiswa sejumlah hampir sepuluh ribu, UTU berharap dapat dibina oleh UGM melalui kegiatan pertukaran mahasiswa dan dosen, kolaborasi riset dan publikasi ilmiah, serta Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kolaborasi. “Terus terang kami terharu ketika UGM menempatkan mahasiswa KKN di Aceh, mudah-mudahan setelah ini, UGM dan UTU bisa saling bersinergi untuk membuat program KKN bersama,” tutup Ishak.
Dr. Dra. Ratri Candrasari, M.Pd., Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh menyepakati atas apa yang disampaikan oleh Rektor UTU terkait KKN Kolaborasi. “ISBI terinspirasi dengan kegiatan KKN UGM, ada satu unit yang ditempatkan di Pulo Aceh, Aceh Besar, kebetulan lokasinya berdekatan dengan kami. Sebagai langkah awal, kami akan melanjutkan ke Perjanjian Kerja Sama yang akan lebih detail mengatur KKN Kolaborasi ini,” ujar Ratri.
Lebih lanjut, Ratri berkeinginan agar program kerja yang dilaksanakan pada KKN Kolaborasi antara ISBI Aceh dan UGM bisa diselaraskan dengan tema yang sesuai dengan ISBI, yaitu seni, budaya, dan pariwisata. “Jadi nanti kami berharap KKN UGM bisa ditempatkan di tiga lokasi yang terkait dengan tiga hal tersebut, kemudian karena durasi KKN kami lebih pendek dibandingkan KKN UGM, nantinya kami bisa melanjutkan program-program yang sudah dikerjakan oleh mahasiswa UGM,” jelasnya. Ratri melanjutkan, ia berharap kerja sama ini tidak hanya terbatas pada KKN Kolaborasi saja tetapi bisa berkembang ke seluruh kegiatan yang berhubungan dengan Tridharma Perguruan Tinggi, sebagai contoh ke Fakultas Ilmu Budaya yang memiliki root edukasi yang sama dengan ISBI Aceh.
Arie Sujito, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Alumni UGM menjelaskan KKN Kolaborasi mulai dilaksanakan pada tahun 2022 dengan bekerja bersama secara berkesinambungan dengan perguruan tinggi lainnya di seluruh wilayah Indonesia yang juga berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah dan mitra swasta. “Inisiasi secara massif lokasi KKN Kolaborasi di luar Pulau Jawa dikarenakan jangkauan UGM yang terbatas sehingga memerlukan pendamping dari perguruan tinggi setempat,” ungkap Arie.
Tahun ini, KKN-PPM UGM menerjunkan mahasiswa di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang ditempatkan di tiga lokasi, yaitu Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Pulau Banyak Barat, Kabupaten Aceh Singkil, dan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Dengan KKN Kolaborasi yang akan dijalankan nantinya dengan UTU dan ISBI Aceh, Arie meyakini akan memperkaya pengalaman mahasiswa karena KKN akan memberikan ruang untuk mengimplementasikan pengetahuan mahasiswa selama di kampus sehingga dapat menjadi portofolio khusus karena tidak semua mahasiswa bisa terlibat dengan program sejenis.
“Dengan kolaborasi kita melakukan akselerasi, dalam artian kita bisa melakukan banyak hal secara bersama-sama dibandingkan kita bekerja sendiri apalagi jika berhubungan dengan agenda strategis nasional yang butuh respons cepat,” tutupnya.
Penulis: Triya Andriyani
Foto: Donnie