UGM terus mendorong mahasiswanya untuk bisa menguasai bahasa asing. Untuk mendukung hal tersebut UGM menyusun tujuh modul literasi bahasa dengan enam diantaranya telah digunakan sebagai bahan ajar Mata Kuliah Pilihan Kurikulum (MKPK) Bahasa Asing pada semester Genap 2022 lalu.
Keenam modul pada penyusunan batch pertama tersebut adalah Modul Bahasa Inggris, Modul Bahasa Perancis, Modul Bahasa Korea, Modul Bahasa Jepang, Modul Bahasa Turki dan Modul Bahasa Arab. Disusul satu modul pada batch kedua yaitu modul bahasa Mandarin yang mulai digunakan pada semester Gasal 2023 ini.
”Progres penyusunan modul literasi bahasa sudah rampung. Jadi secara lengkap, pada semester gasal 2023 ini tujuh modul sudah digunakan sebagai bahan ajar literasi bahasa dalam Mata Kuliah Lintas Disiplin (MKDL)” ungkap Kepala Subdirektorat Pengembangan Pendidikan dan Pengajaran, Direktorat Pendidikan dan Pengajaran UGM, Ir. Endang Sulastri, S.Pt., M.A., Ph.D., IPM.
Endang menjelaskan modul tersebut akan ditawarkan pada setiap semester kepada mahasiswa sarjana dan sarjana terapan dalam Mata Kuliah Pilihan Kurikulum (MKPK) Bahasa Asing untuk meningkatkan kemampuan bahasa asing mahasiswa. Penguasaan bahasa asing menjadi aspek penting dalam menunjang nilai pribadi seseorang termasuk mahasiswa.
Dengan penguasaan bahasa asing, lanjutnya, mahasiswa sebagai calon intelektual dan cendekiawan muda Indonesia dapat langsung mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya di dunia kerja maupun saat terjun di masyarakat. Tak hanya itu, dengan penguasaan bahasa generasi muda diharapkan dapat meningkatkan daya saing bangsa.
Endang menyampaikan peminat mahasiswa yang mengikuti literasi bahasa pun sangat mengejutkan. Pada batch pertama tercatat berjumlah 610 orang. Sementara pada batch kedua, peserta meningkat drastis, menjadi 1052 orang.
”Peminatnya meningkat drastis, yang artinya mahasiswa tertarik sekali untuk memepelajari bahasa asing”, terangnya.
Frida Anis Handayani, B.Ed., M.TCSOL., salah satu dosen pengajar bahasa Mandarin menuturkan bahwa materi yang disajikan dalam modul literasi bahasa sangat beragam. Khususnya untuk modul bahasa mandarin yang dia ampu, karena disusun oleh tim dengan latar belakang berbeda, yaitu Mandarin Jurnalisme, Mandarin Bisnis dan Pendidikan Bahasa Mandarin.
”Materi-materi yang disajikan di modul juga berbeda dengan modul-modul bahasa asing lainnya. Apabila modul bahasa asing lain memperkenalkan budaya asli negara dari bahasa asing tersebut, maka materi yang tim susun adalah budaya Indonesia”, ungkapnya.
Menurutnya, pembedaan ini bertujuan agar saat mahasiswa bertemu dengan mahasiswa atau orang dari Tiongkok, ia bisa memperkenalkan budaya Indonesia. Penyampaiannya pun didasarkan pada perbedaan budaya kedua negara, sehingga mahasiswa tahu apa yang harus dilakukan ketika bersama orang dari Tiongkok ataupun Taiwan.
Ditambahkan Anis, modul bahasa Mandarin yang disusun sudah sesuai kebutuhan dasar kebahasaan dalam bahasa mandarin. Dalam modul tersebut, mahasiswa diajarkan cara menyapa seseorang, pribadi, keluarga maupun teman, menyebut angka dan harga, dan lain-lain. Tujuan pembelajaranya, selain mengasah wawasan mahasiswa terkait perbandingan budaya Indonesia-Tiongkok, mahasiswa juga dapat berbicara perihal topik-topik materi sesuai dengan kaidah kebahasaan Bahasa Mandarin (pelafalan, tata bahasa, kalimat, dan karakter Han).
Selain itu, modul juga mudah diaplikasikan untuk pembelajaran literasi bahasa bagi mahasiswa karena di dalamnya memuat tabel yang mencakup kata dasar dalam pelafalan bahasa mandarin. ”Dengan menguasai kata dasar dalam tabel tersebut maka mahasiswa akan mudah dalam mengaplikasikan kata-kata maupun kalimat dalam bahasa Mandarin”, terangnya.
Anis berharap, pembelajaran bahasa Mandarin bisa dilengkapi dengan audio visual, sehingga mahasiswa bisa mempelajari bahasa Mandarin dimanapun mereka berada. Dengan demikian, mahasiswa akan lebih cepat dalam belajar bahasa Mandarin. ”Modul bahasa Mandarin yang disusun Tim ini kosakatanya sangat sederhana, sehingga mahasiswa belum dapat mengembangkan bahasa Mandarin dengan maksimal. Karenanya, jika dalam pengajarannya ada alat pendukung yang dapat mempermudah mahasiswa dalam mempelajari Bahasa Mandarin, seperti media audio visual, akan sangat membantu”, imbuhnya.
Sementara itu pengajar literasi bahasa Perancis, Dr. Wulan Tri Astuti, S.S., M.A. Dosen Bahasa Perancis, Fakultas Ilmu Budaya UGM ini mengungkapkan bahwa modul literasi bahasa Perancis yang sekarang digunakan sudah memenuhi substansi 4 aspek keterampilan bahasa yaitu listening, reading, speaking, dan writing. Istimewanya, modul ini sudah menyertakan bahan menyimak yang sesuai dengan tingkatan pembelajar (pemula) dan disertai dengan penjelasan ringkas terkait tata bahasa dalam dua bahasa-Inggris dan Prancis, sehingga memudahkan mahasiswa untuk mengerti aturan tata bahasa.
”Modul ini tingkatannya mudah, untuk pembelajar bahasa pemula tingkat satu atau kalau dalam standar bahasa Eropa level A1.1. Selain itu, modul ini mudah diaplikasikan untuk pembelajar bahasa Perancis karena sudah didesain dengan mengacu standar pendidikan bahasa dengan model komunikasi aktif, ” tuturnya.
Kendati begitu, ia merekomendasikan kedepannya modul literasi bahasa perlu ditambahkan dengan sub bagian tugas mandiri bagi mahasiswa dan penambahan keterangan penggunaan modul pada setiap pertemuan. Demikian halnya modul keempat perlu disusun dengan bentuk serupa dengan modul lainnya.
Adiba Qonita Zahroh, S.S., M.Litt., dosen bahasa Inggris FIB UGM ini menuturkan bahwa modul literasi bahasa Inggris dengan judul English for Academic Writing and Presentation ini sangat menarik karena mengintegrasikan kemampuan menulis dan berbicara dalam konteks akademik. Modul ini juga memberikan panduan bagi mahasiswa dalam memahami struktur dan konvensi penulisan ilmiah.
”Fokusnya pada pembelajaran yang interaktif dan praktis dalam bentuk latihan dan tugas yang relevan, mahasiswa memiliki peluang nyata untuk meningkatkan keterampilan bahasa Inggris dan mendorong berpikir kritis dan berpendapat dengan baik”, imbuhnya.
Adiba melihat kemampuan mahasiswa dalam menulis dan berbicara dalam bahasa Inggris di lingkungan akademik terlihat mengalami peningkatan signifikan usai menggunakan modul ini. Tingkat kesulitan yang disesuaikan dengan kebutuhan, membuat proses belajar menjadi lebih efektif dan efisien. Modul juga dilengkapi dengan panduan yang jelas, contoh-contoh konkret, dan latihan-latihan yang mendukung pemahaman.
”Inilah yang membuat modul ini sangat user-friendly dan memudahkan dosen dalam memberikan pembelajaran yang berkualitas kepada mahasiswa”, terangnya.
Modul ini juga memiliki fleksibilitas karena dapat diaplikasikan untuk mahasiswa dari berbagai program studi dan angkatan. Ia berharap modul literasi bahasa inggris bisa memuat lebih banyak contoh kasus secara beragam sehingga membantu mahasiswa memahami konsep dan aplikasinya. Perlu juga dilengkapi latihan yang kompleks, dengan solusi terperinci, sehingga mahasiswa bisa menguasai materi dengan lebih baik. Sumber belajar tambahan seperti buku, artikel, atau video yang update juga diperlukan untuk dmembantu mahasiswa yang ingin mendalami topik tertentu lebih lanjut.
”Ini juga dapat memotivasi mereka untuk menjelajahi bahasa Inggris dalam konteks akademik secara lebih dalam”, pungkasnya.
Penulis: Listi: Editor: Ika